Doro Somola akhir-akhir ini populer sebagai objek wisata baru di Halmahera Utara. Bentuk Doro Somola yang unik sepintas mirip dengan Raja Ampat, yang merupakan ikon pariwisata di Papua. Doro Somola adalah kawasan pantai yang didominasi oleh bebatuan lava beku di sekitar Tanjung Bongo yang terdapat di Kecamatan Galela , Halmahera Utara. Laut di sini sangat jernih dengan kumpulan koral yang terlihat jelas dari atas daerah perbukitan di sekitarnya.
etak Doro Somola adalah di antara Desa Soa Sio dan Desa Pune, kecamatan Galela yang tidak jauh dari Pelabuhan Soa Sio , Galela dan berjarak hanya sekitar 15 kilometer dari Bandar Udara Gamarmalamo, Galela, Halmahera Utara, membuat lokasi wisata baru itu mudah dicapai . Dari Pelabuhan Soa Sio tersebut, para wisatawan dengan katinting atau perahu bermesin tempel harus menempuh jarak kurang lebih 300 meter atau sekitar 20 menit untuk sampai di Doro Somola. Biaya pulang pergi dari pelabuhan ke Doro Samola Rp. 20.000 per orang. Sedangkan dari kota Tobelo ibukota Halmahera Utara juga hanya kurang dari 40 menit.
eksotisme Doro Somola memang membuat banyak wisatawan mengaguminya. Begitu anda sampai di Doro Somola anda akan melihat pulau-pulau mini berupa batu-batuan yang berasal dari bebatuan lava beku yang menjulang langsung dari dasar laut, anda juga akan melihat gradasi warna alam yang sangat indah,dan birunya air laut Teluk Galila, hijaunya pepohonan yang tumbuh eksotis di atas pulau-pulau batu, hingga megahnya karang-karang dan keramaian ikan-ikan hias yang terlihat jelas dari dasar laut yang sebening kaca. Dari kejauhan anda juga dapat melihat latar belakang berupa pemandangan yang indah dari gunung Tarakani Lamo dan Tarakani Ici . Saat ini dinas pariwisata jga sudah menyiapkan fasilitas olahraga air untuk anak-anak dan orang dewasa. Selain untuk berenang , bersantai menikmati keindahannya , tentu saja jangan lupa untuk mengabadikan keindahan di sini.
Akhir-akhir ini Doro Somola yang luasnya kurang dari 1 Km menjadi tujuan wisata yang digemari wisatawan dalam dan luar negeri. Keunikan dan keindahannya yang merupakan miniatur Raja Ampat yang membawa wisatawan ke Doro Somola . Yang harus diingat apabila mengunjungi tempat wisata adalah untuk tidak merusak dan mencoret-coret lingkungan, membuang sampah sembarangan bahkan melakukan aktivitas snorkeling yang kasar dengan merusak terumbu karang.
apabila anda belum menentukan tempat liburan, tetapkanlah Doro Somola , miniatur Raja Ampat di Halmahera Utara sebagai tujuan wisata anda.
Memasuki penyelenggaraannya yang ke-11, Solo Batik Carnival-SBC 2018 akan mengusung tema "Ika Paramartha". Ika artinya kesatuan, sedangkan Paramartha artinya hal-hal baik yang menyatukan. Penggabungan keduanya diharapkan membuat SBC menjadi satu kesatuan yang memiliki unsur yang baik sehingga bisa menjadi inspirasi.
Ketua Yayasan Solo Batik Carnival, Lia Imelda di Solo, Jawa Tengah, menjelaskan, tema tersebut diangkat mengingat saat ini kondisi politik maupun sosial di Indonesia sedang rawan gesekan. Dengan tema tersebut, Lia Imelda berharap, Solo Batik Carnival-SBC 2018 bisa menyatukan suku, agama, ras, dan antargolongan yang ada di Indonesia.
Terkait dengan tema tersebut, Koordinator SBC ke-11/2018 Ragowo Ade Kurniawan mengatakan jika tahun-tahun sebelumnya acara ini mengunggulkan batik khas Solo, tahun ini SBC menyatukan ragam batik di setiap daerah dari Sabang sampai Merauke. Ada delapan tema besar yang kami angkat yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Nusa Tenggara, Bali, Jawa, dan DKI Jakarta.
Untuk Pulau Jawa, nama defile-nya adalah Jawa Dwipa, Pulau Sumatera bernama Nagari Minangkabau, Pulau Kalimantan dengan defile Dayak Borneo, Pulau Bali dengan Janger Dewata, Pulau Sulawesi berdefile Mappalili Mamiri, Pulau Irian Jaya dengan Tana Sajojo, Pulau Nusa Tenggara dengan defile Sasando Timor, dan DKI Jakarta dengan Lenggang Batavia.
gelaran SBC akan berlangsung selama 5 hari dari tanggal 11 - 15 Juli 2018. Puncak SBC 11 akan dihelat pada 15 Juli 2018. Kepala Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kota Surakarta Nunuk Mari Hastuti mengatakan SBC sudah masuk dalam 100 Wonderful Event di Indonesia.//Devi
Pelangi Nada kali ini, kami hadirkan lagu-lagu dari Bangka Belitung.
Lagu yang biasa dinyanyikan masyarakat Bangka Belitung pada masa panen lada ini berisikan semangat gotong royong. Beberapa sumber mengatakan bahwa lagu “Yo Miak” menggambarkan semboyan Bumi Sepintu Sedulang, yang menjadi motto penggerak masyarakat Bangka Belitung bekerjasama demi satu tujuan dan hasil yang dinikmati bersama pula.
Lagu berikutnya yang akan kami sajikan juga mengandung semboyan dari masyarakat Bangka Belitung. Kali ini semboyan Serumpun Sebalai hadir dalam lagu “Zapin Melayu Serumpun Sebalai”. Semboyan Serumpun Sebalai yang tertera dalam lambang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki makna kekayaan alam dan pluralisme masyarakat Bangka Belitung. Dalam lagu “Zapin Melayu Serumpun Sebalai”, Bangka Belitung digambarkan sebagai tempat dengan hasil bumi yang melimpah, objek wisata yang indah, dengan ragam budaya, seperti budaya Melayu, budaya Islam, serta budaya Cina atau Tionghoa
berikut kami hadirkan lagu “Zapin Melayu Serumpun Sebalai” oleh Wandasona Al-Ahmd.
masih dari Bangka Belitung, selanjutnya akan kami hadirkan lagu “Miakku Sayang”. Lagu yang biasa dibawakan berduet ini menceritakan tentang sepasang kekasih yang tengah salah paham. Sang lelaki telah dimarahi kekasihnya dituduh telah berselingkuh dengan gadis lain bernama Halimah. Ternyata, Halimah hanyalah anak tetangga sang lelaki, sang lelaki tidak selingkuh, dan sang gadis pun meminta maaf. Pendengar, inilah lagu “Miakku Sayang” oleh Tommy Ali & Arin Fahmi.
sebelum menutup Pelangi Nada kali ini, saya putarkan lagu “Bujang Lapuk”. Lagu ini mengisahkan kerisauan hati seseorang yang sudah tua, tetapi belum juga punya pasangan hidup. Dirinya pun menyesal dan sadar bahwa terlalu memilih-milih pasangan membuatnya jauh dari jodoh. Ia merasa hidup tanpa pasangan terasa tidak ada gunanya.
Hari ini kami ajak anda berwisata ke kota Solo, Jawa Tengah. perayaan hari raya Imlek di kota Solo, Jawa Tengah begitu semarak. Ada 5000 lampion menghiasi kota Solo, terutama di kompleks Pasar Gede, Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Urip Sumoharjo. Tak hanya itu, gapura Imlek megah pun dipasang di jalan antara Balai Kota dan Pasar Gede, selama perayaan Imlek di Solo. Lokasi Pasar Gede memang menjadi pusat acara Imlek di Solo. Pada puncak perayaan Imlek, 12 shio, 12 neon nox sho, lima lampion shio anjing, lampion dewa rezeki, dan lampion werkudoro juga dipasang di Jalan Jenderal Sudirman. Selain mempercantik kota Solo dengan berbagai ornamen Imlek, berbagai rangkaian acara pun turut dihadirkan dalam memeriahkan Tahun Baru Imlek ke 2569 ini. Pemerintah Solo mengadakan Grebeg Sudiro, hingga Festival Jenang yang jadi puncaknya.
11 Februari lalu, ribuan orang memadati kawasan Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Jenderal Sudirman. Mereka datang untuk menyaksikan kirab budaya Grebeg Sudiro. Kirab perpaduan dari masyarakat Tionghoa-Jawa itu dimulai pukul 14.00 WIB. Kirab Grebeg Sudiro ini merupakan perayaan mengawali Tahun Baru Imlek yang menampilkan sembilan gunungan berisi hasil bumi dan kue keranjang. Dua gunungan di antaranya berbentuk miniatur Taman Monumen 45 Banjarsari dan rumah dinas wali kota, Loji Gandrung. Ada pula gunungan miniatur Pasar Gede. Gunungan itu diarak keliling kawasan Kelurahan Sudiroprajan.
Kirab dimulai dari depan Pasar Gede-Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Mayor Kusmanto-pertigaan Lojiwetan-Jalan Kapten Mulyadi-perempatan Ketandan-Jalan RE Martadinata-Jalan Cut Nyak Dien-Jalan Juanda-perempatan Warung Pelem-Jalan Urip Sumoharjo-Pasar Gede. Selesai diarak, warga pun berebut kue keranjang.
Grebeg Sudiro merupakan tradisi perpaduan masyarakat Tionghoa dan Jawa. Kata grebeg merupakan tradisi khas jawa untuk menyambut hari-hari khusus seperti: Mulud (kelahiran Nabi Muhammad), Syawal (lebaran), Idul Adha, Suro (Tahun Baru Jawa). Puncak perayaan ini adalah saat perebutan hasil bumi yang disusun membentuk gunung. Tradisi rebutan didasari oleh falsafah Jawa ora babah ora mamah yang artinya, jika tidak berusaha tidak makan. Sedangkan, bentuk gunung memiliki maksud dari masyarakat jawa atas rasa syukur pada sang pencipta.
Tradisi Grebeg Sudiro setiap tahunnya digelar di kawasan Sudiroprajan. Sudiroprajan merupakan sebuah kelurahan di kecamatan Jebres di Solo. Di kawasan ini, etnis Tionghoa peranakan sudah puluhan tahun menetap dan berdampingan dengan masyarakat jawa. Seiring berjalannya waktu, terjadi perkawinan diantara kedua etnis ini, sehingga menciptakan generasi baru. Untuk menunjukkan akulturasi diantara mereka, digelarlah tradisi baru bernama Grebeg Sudiro. Tradisi ini pertama kali digelar tahun 2007.