Suprapto

Suprapto

08
January

permintaan beton di masyarakat saat ini sanggat tinggi, sehingga menyebabkan makin tinggi pula kadar karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh Portland Pozzoland Cement (PPC) sebagai bahan utama pembuat beton. Produksi semen PPC, saat ini mencapai 2,8 miliar ton per tahun untuk produksi bahan baku beton. Sehingga menyumbang dua hingga enam persen dari keseluruhan emisi CO2 oleh manusia dan diprediksi akan terus meningkat. Melihat kondisi ini, Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), yakni Mohamad Ilham Fahmi, Ifon Robi Kurniadi, Ilham Pradana Kusuma, dan Aditya Rachmad Andriyono berinovasi memanfaatkan abu cangkang keong sawah dan serbuk kapur alami untuk campuran pembuatan beton.

4 Mahasiswa yang tergabung dalam Tim PERFE-CT ini memanfaatkan cangkang keong sawah karena selama ini yang dimanfaatkan hanya dagingnya saja, sedangkan cangkangnya terbuang sia-sia. Cangkang keong sawah mengandung kadar CaCO3 (kalsium karbonat) yang sangat tinggi, sehingga dapat bereaksi sangat baik dengan semen sebagai bahan utama pembuatan beton. Dalam pembuatan beton, material pozzolanic menjadi campuran dari semen PPC. Untuk mengurangi penggunaan PPC itulah, Tim PERFE-CT mengganti material pozzolanic dan menambahkan komposisinya menggunakan abu cangkang keong dan serbuk kapur alami. Selain mampu mengganti material pozzolanic, penggunaan material lokal ini juga dapat membantu perekonomian serta mengurangi limbah yang tak ternilai. 

Berkat inovasinya tersebut, tim mahasiswa dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil ITS tersebut berhasil menyabet tiga penghargaan dalam Kaohsiung International Invention and Design Expo (KIDE) 2018 di Taiwan. Kompetisi yang digelar World Invention Intelectual Property Associations (WIIPA)tersebut, diikuti oleh 300 lebih peserta yang berasal dari 26 negara. Tim mendapat tiga penghargaan sekaligus di ajang KIDE 2018 tersebut. Antara lain Gold Medal 2018 Kaohsiung International Invention & Design Expo, Award of Excellence dari Toronto Canada International Society of Innovation & Advanced Skill, dan Excellent Gold Medal dari Highly Innovative Unique Foundation Kingdom of Saudi Arabia.

08
January

permintaan beton di masyarakat saat ini sanggat tinggi, sehingga menyebabkan makin tinggi pula kadar karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh Portland Pozzoland Cement (PPC) sebagai bahan utama pembuat beton. Produksi semen PPC, saat ini mencapai 2,8 miliar ton per tahun untuk produksi bahan baku beton. Sehingga menyumbang dua hingga enam persen dari keseluruhan emisi CO2 oleh manusia dan diprediksi akan terus meningkat. Melihat kondisi ini, Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), yakni Mohamad Ilham Fahmi, Ifon Robi Kurniadi, Ilham Pradana Kusuma, dan Aditya Rachmad Andriyono berinovasi memanfaatkan abu cangkang keong sawah dan serbuk kapur alami untuk campuran pembuatan beton.

4 Mahasiswa yang tergabung dalam Tim PERFE-CT ini memanfaatkan cangkang keong sawah karena selama ini yang dimanfaatkan hanya dagingnya saja, sedangkan cangkangnya terbuang sia-sia. Cangkang keong sawah mengandung kadar CaCO3 (kalsium karbonat) yang sangat tinggi, sehingga dapat bereaksi sangat baik dengan semen sebagai bahan utama pembuatan beton. Dalam pembuatan beton, material pozzolanic menjadi campuran dari semen PPC. Untuk mengurangi penggunaan PPC itulah, Tim PERFE-CT mengganti material pozzolanic dan menambahkan komposisinya menggunakan abu cangkang keong dan serbuk kapur alami. Selain mampu mengganti material pozzolanic, penggunaan material lokal ini juga dapat membantu perekonomian serta mengurangi limbah yang tak ternilai. 

Berkat inovasinya tersebut, tim mahasiswa dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil ITS tersebut berhasil menyabet tiga penghargaan dalam Kaohsiung International Invention and Design Expo (KIDE) 2018 di Taiwan. Kompetisi yang digelar World Invention Intelectual Property Associations (WIIPA)tersebut, diikuti oleh 300 lebih peserta yang berasal dari 26 negara. Tim mendapat tiga penghargaan sekaligus di ajang KIDE 2018 tersebut. Antara lain Gold Medal 2018 Kaohsiung International Invention & Design Expo, Award of Excellence dari Toronto Canada International Society of Innovation & Advanced Skill, dan Excellent Gold Medal dari Highly Innovative Unique Foundation Kingdom of Saudi Arabia.

08
January

Hari ini kami akan memperkenalkan kepada anda Kue Kembang Waru.

Kotagede merupakan sebuah kecamatan di provinsi Yogyakarta yang masih menyisakan peninggalan kerajaan Mataram Islam di masa lalu. Sebagai ibukota Kerajaan Mataram Islam, ada banyak peninggalan sejarah yang masih bisa ditemukan disini. Salah satunya adalah kuliner tradisional bernama Kue Kembang Waru. Diberi nama Kembang Waru, karena bentuknya yang menyerupai bunga waru. Diceritakan dahulu di sekitar Keraton Kotagede terdapat banyak pohon waru yang berbunga. Juru masak kerajaan pun membuat cetakan Kue dari bunga waru karena mudah untuk ditiru.

Berkelopak delapan, dengan warna cokelat terang berpadu cokelat gelap. Inilah kue kembang waru, kue jadul yang masih dibuat di Kotagede, Yogyakarta. Kembang Waru terbuat dari terigu, telur, gula, susu, vanili, dan mentega. Komposisi bahannya memang mengalami perubahan. Seperti yang awalnya telur ayam kampung diganti telur ayam biasa. Tepung terigu menggantikan tepung ketan.Setelah mencampur seluruh bahan, adonan kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk bunga yang sudah dioles mentega. Setelah itu adonan dipanggang di oven kuno. Pan atau oven ini masih menggunakan arang sebagai bahan bakarnya. Arang tersebut ditempatkan di atas dan di bawah pan. Katika disantap, rasanya empuk, manis, sedikit renyah di bagian tepi. Kue ini masih bisa dibeli di Pasar Kotagede dnegan harga Rp. 2000 per potong.

Penggunaan terigu dalam adonan kue ini menunjukkan pengaruh kuat budaya Eropa yang diperkenalkan Belanda. Kala itu, terigu adalah bahan dasar mewah, tak heran jika pada masanya kembang waru adalah kudapan mewah. Biasanya dijadikan persembahan bagi Raja Mataram, atau hanya dapat ditemui pada perayaan khusus.Filosofi di balik kembang waru juga menarik. Kembang waru memiliki delapan kelopak bunga. 8 kelopak bunga berarti delapan jalan utama atau Hasto broto. Diibaratkan 8 elemen penting yaitu matahari, bulan, bintang, mega (awan), tirta (air), kismo (tanah), samudra, dan maruto (angin). Oleh karena itu siapa yang makan kembang waru harus bisa menjiwai dan mengamalkan 8 delapan jalan utama. Dahulu kuliner ini merupakan sajian raja dan keluarga bangsawan. Seiring berjalannya waktu, semua lapisan masyarakat bisa menikmati kuliner ini.

 

08
January

Hari ini kami akan memperkenalkan kepada anda Kue Kembang Waru.

Kotagede merupakan sebuah kecamatan di provinsi Yogyakarta yang masih menyisakan peninggalan kerajaan Mataram Islam di masa lalu. Sebagai ibukota Kerajaan Mataram Islam, ada banyak peninggalan sejarah yang masih bisa ditemukan disini. Salah satunya adalah kuliner tradisional bernama Kue Kembang Waru. Diberi nama Kembang Waru, karena bentuknya yang menyerupai bunga waru. Diceritakan dahulu di sekitar Keraton Kotagede terdapat banyak pohon waru yang berbunga. Juru masak kerajaan pun membuat cetakan Kue dari bunga waru karena mudah untuk ditiru.

Berkelopak delapan, dengan warna cokelat terang berpadu cokelat gelap. Inilah kue kembang waru, kue jadul yang masih dibuat di Kotagede, Yogyakarta. Kembang Waru terbuat dari terigu, telur, gula, susu, vanili, dan mentega. Komposisi bahannya memang mengalami perubahan. Seperti yang awalnya telur ayam kampung diganti telur ayam biasa. Tepung terigu menggantikan tepung ketan.Setelah mencampur seluruh bahan, adonan kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk bunga yang sudah dioles mentega. Setelah itu adonan dipanggang di oven kuno. Pan atau oven ini masih menggunakan arang sebagai bahan bakarnya. Arang tersebut ditempatkan di atas dan di bawah pan. Katika disantap, rasanya empuk, manis, sedikit renyah di bagian tepi. Kue ini masih bisa dibeli di Pasar Kotagede dnegan harga Rp. 2000 per potong.

Penggunaan terigu dalam adonan kue ini menunjukkan pengaruh kuat budaya Eropa yang diperkenalkan Belanda. Kala itu, terigu adalah bahan dasar mewah, tak heran jika pada masanya kembang waru adalah kudapan mewah. Biasanya dijadikan persembahan bagi Raja Mataram, atau hanya dapat ditemui pada perayaan khusus.Filosofi di balik kembang waru juga menarik. Kembang waru memiliki delapan kelopak bunga. 8 kelopak bunga berarti delapan jalan utama atau Hasto broto. Diibaratkan 8 elemen penting yaitu matahari, bulan, bintang, mega (awan), tirta (air), kismo (tanah), samudra, dan maruto (angin). Oleh karena itu siapa yang makan kembang waru harus bisa menjiwai dan mengamalkan 8 delapan jalan utama. Dahulu kuliner ini merupakan sajian raja dan keluarga bangsawan. Seiring berjalannya waktu, semua lapisan masyarakat bisa menikmati kuliner ini.