Sutradara Invisible Hopes, Lamtiar Simorangkir menyebut kerinduan menolong ibu hamil dan anak-anak bawaan di penjara memotivasi pembuatan film. Anak-anak bawaan yang dimaksud adalah mereka yang lahir dalam penjara maupun anak yang mengikuti ibunya di penjara.
"Satu hal yang sebetulnya perlu kami sampaikan adalah bahwa film ini kami buat murni karena kerinduan hati kami sebagai filmmaker (pembuat film) menolong para ibu hamil dan anak-anak ini,” kata Lamtiar dalam sambutannya pada penyerahan rekomendasi di kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Lamtiar mengklaim Invisible Hopes tidak dibuat untuk menjelek-jelekkan atau menyalahkan pihak tertentu. Menurutnya, film ini mencoba mendorong semua pihak menyelesaikan masalah yang dialami ibu hamil dan anak-anak bawaan di penjara.
“Kami tidak dalam rangka untuk menjelek-jelekkan atau menyalahkan pihak tertentu, tetapi bagaimana supaya ini bisa menjadi pendorong untuk membuka jalan bagi kita bersama-sama melangkah, melihat apa solusi yang terbaik akan permasalahan ini," lanjutnya.
Sementara itu, Komisioner KPAI, Dian Sasmita dalam sambutannya mengapresiasi film Invisible Hopes. Menurutnya, film ini mengingatkan penontonnya akan kondisi anak-anak dalam pengasuhan ibunya yang menjalani masa hukuman.
“(Film ini) mengingatkan bahwa masih ada anak-anak, balita, maupun yang berada di dalam kandungan bersama ibunya terpaksa berada di lapas (lembaga pemasyarakatan) atau rutan (rumah tahanan). Sampai detik ini, masih ada,” kata Dian.
Dian mendesak pemerintah untuk memberi perhatian pada anak-anak tersebut, karena mereka berada pada fase tumbuh kembang yang krusial. Dia menyebut perlindungan hak-hak mereka merupakan pekerjaan bersama seluruh pihak.
“Kami (dari) KPAI sangat mendesak kepada pemerintah untuk memberikan perhatian yang sangat serius kepada anak- anak tersebut agar terjamin hak-haknya atas kehidupan yang layak, layanan kesehatan sesuai dengan mandat yang tertinggi sesuai mandat dari konstitusi, dan tidak lupa untuk memberikan dukungan pengasuhan yang layak kepada mereka,” katanya menegaskan.
Perwakilan Komnas HAM, Anis Hidayah mengatakan bahwa Invisible Hopes mengingatkan negara bahwa hak-hak perempuan tetap melekat meski dipenjara. Dengan begitu, menurutnya, perempuan hamil dalam tahanan semestinya juga mendapat perlakuan yang layak. Terlebih, Indonesia telah meratifikasi dua konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang penghapusan anti-diskriminasi terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak anak.
“Film ini saya kira mengingatkan kepada pemerintah bahwa kewajiban untuk melindungi, menghormati, memajukan, dan memenuhi hak asasi manusia tidak gugur kepada perempuan yang terpaksa berhadapan dengan persoalan hukum, sehingga hak asasinya tetap melekat,” ujarnya.
Invisible Hopes adalah film dokumenter yang mengisahkan kehidupan perempuan hamil dan anak-anak bawaan mereka, dalam tahanan khusus perempuan. Film ini didapuk sebagai Film Dokumenter Panjang Terbaik pada Festival Film Indonesia pada 2021 lalu.