Akbar

Akbar

17
June

(voinews.id)Harga minyak naik pada penutupan Kamis (Jumat pagi WIB), dalam perdagangan yang kacau balau setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, dan ketika pasar energi tetap fokus pada kekhawatiran pasokan yang telah membuat harga melonjak tahun ini.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus menetap di 119,81 dolar AS per barel, terangkat 1,30 dolar AS atau 1,1 persen. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli berakhir menguat 2,27 dolar AS atau 2,0 persen menjadi 117,58 dolar AS per barel.

Pasar minyak tergelincir sehari sebelumnya karena kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, Inggris dan Swiss memicu kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global.

Setelah aksi jual di awal sesi, pembeli melompat kembali ke pasar karena sebagian besar peramal memperkirakan pasokan akan tetap ketat selama beberapa bulan.

"Banyak dari itu hanya masalah pasokan dan itu harus diselesaikan," kata Eli Tesfaye, ahli strategi pasar senior di RJO Futures. "Saat ini tidak ada perlambatan permintaan global sehingga aksi jual apa pun akan dilihat sebagai peluang dan itulah yang benar-benar kita lihat hari ini."

Badan Energi Internasional (IEA)  memperkirakan permintaan akan meningkat lebih lanjut pada tahun 2023, tumbuh lebih dari 2,0 persen ke rekor 101,6 juta barel per hari. Optimisme bahwa permintaan minyak China akan pulih karena pelonggaran pembatasan COVID-19 juga mendukung harga.

Para analis mengatakan harga mendapat dorongan dari keputusan Washington untuk menjatuhkan sanksi pada perusahaan China, Emirat dan Iran yang membantu mengekspor petrokimia Iran.

Selain itu, produksi minyak Libya telah turun menjadi 100.000-150.000 barel per hari, sebagian kecil dari 1,2 juta barel per hari yang terlihat tahun lalu, dan para analis tetap khawatir bahwa negara itu dapat memiliki masalah berkelanjutan dalam pengiriman minyak di tengah kerusuhan.

Harga tergelincir lebih dari 2,0 persen sesi sebelumnya setelah Federal Reserve AS menaikkan suku bunga utamanya sebesar 0,75 persen, kenaikan terbesar sejak 1994.

"Begitu Anda menaikkan suku bunga setinggi itu, dan juga Anda tahu itu akan terjadi bulan depan, banyak pelanggan ritel mengalami kesulitan berdagang begitu Anda mulai menaikkan biaya perdagangan mereka," kata Robert Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York.

Pada Kamis (16/6/2022), saham-saham Eropa jatuh setelah kenaikan suku bunga yang mengejutkan dari bank sentral Swiss (SNB). Langkah ini diikuti oleh kenaikan suku bunga bank sentral Inggris (BoE).

 

antara

17
June


(voinews.id)Presiden Joko Widodo dijadwalkan menyampaikan bantuan sosial (bansos) hingga menemui alumni penerima manfaat kartu prakerja dalam rangkaian kunjungan kerja di Banten dan Jawa Barat sepanjang hari Jumat ini.

Presiden bertolak memulai rangkaian kunjungan kerja dengan lepas landas menggunakan helikopter kepresidenan Super Puma TNI AU dari Pangkalan TNI AU Atang Sendjaja, Kabupaten Bogor, sekitar pukul 07.00 WIB, demikian seturut keterangan Biro Pers Sekretariat Kepresidenan.

Setibanya di Helipad Lapangan Boru, Kota Serang, Presiden akan menuju Pasar Baros, Kabupaten Serang, Banten, untuk menyerahkan sejumlah bantuan sosial bagi penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dan pedagang.

Selepas itu, Presiden akan meninjau Bendungan Sindangheula, Serang, sebelum kemudian kembali ke Helipad Lapangan Boru dan bertolak menuju Pangkalan TNI AU Atang Sendjaja, Bogor, Jawa Barat.

Setelah Sholat Jumat, Presiden akan menuju Sentul Internasional Convention Center, Bogor, untuk menghadiri acara silaturahmi dengan alumni penerima kartu prakerja.

Turut mendampingi Presiden dalam penerbangan menuju Banten yaitu Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Sekretaris Militer Presiden Marsda TNI M. Tonny Harjono, Komandan Paspampres Mayjen TNI Tri Budi Utomo, dan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin.

 

antara

 

16
June


(voinews.id)Korea Utara pada Kamis melaporkan kemunculan wabah tak dikenal, yang menyerang saluran pencernaan, di sebuah wilayah pertanian.

Keadaan itu semakin membebani Korut, negara terkucil yang sedang berjuang menangani kekurangan pangan serta gelombang infeksi COVID-19.

Pemimpin Korut Kim Jong Un pada Rabu (15/6) memerintahkan pengiriman obat-obatan ke kota pelabuhan Haeju di kawasan barat untuk membantu para pasien yang terkena "pandemi enteron akut", menurut laporan KCNA.

Kantor berita negara Korut itu tidak menyebutkan jumlah orang yang terkena ataupun memerinci penyakit-penyakit yang dimaksud.

"(Kim) menekankan pentingnya penanganan epidemi tersebut secepat mungkin dengan mengambil langkah tegas untuk mengarantina kasus-kasus terduga agar benar-benar bisa mengendalikan penyebarannya, juga dengan memastikan kasus-kasus tersebut melalui pengujian epidemiologi dan keilmuan," kata KCNA.

Wabah yang dilaporkan tersebut muncul pada saat Korut sedang menangani infeksi COVID-19. Negara itu pada Mei menyatakan berada dalam keadaan darurat --di tengah kekhawatiran menyangkut keterbatasan vaksin dan pasokan medis.

Sementara itu, badan intelijen Korea Selatan sebelumnya mengatakan kepada parlemen bahwa penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air, seperti tifus, sudah menyebar di Korut bahkan sebelum negara itu mengumumkan kemunculan wabah virus corona.

Korsel telah menyatakan kesediaan untuk bekerja sama dengan Korut menangani wabah tersebut, namun Pyongyang tidak menggubris tawaran apa pun untuk berdialog, kata seorang pejabat pada kementerian Korsel urusan hubungan Korsel-Korut.

Salah satu tawaran yang tidak dipedulikan oleh Korut, menurut pejabat itu, adalah soal penyediaan vaksin COVID.

Pyongyang, ibu kota Korea Utara, telah setiap hari mengumumkan jumlah pasien yang mengalami demam namun otoritas tidak menyebut mereka sebagai pasien COVID --tampaknya karena kurangnya alat pengujian.

Kalangan pakar juga curiga bahwa angka-angka yang dilaporkan media yang dikendalikan pemerintah lebih kecil dari keadaan sebenarnya.

Korut pada Kamis melaporkan ada 26.010 orang lagi yang mengalami gejala demam.

Jumlah keseluruhan pasien demam yang tercatat di negara itu sejak akhir April telah mencapai hampir 4,56 juta orang. Jumlah total kematian tercatat 73 orang.

Korea Utara mengatakan gelombang COVID telah menunjukkan tanda-tanda penurunan. Namun, Badan Kesehatan Dunia (WHO) meragukan pernyataan Pyongyang awal bulan ini. WHO meyakini bahwa keadaan di negara itu justru sedang memburuk.

Sumber: Reuters

16
June


(voinews.id)Krisis ketahanan pangan yang dipicu oleh perang Ukraina-Rusia akan mendorong lebih banyak orang meninggalkan rumah mereka di negara-negara miskin dan meningkatkan angka perpindahan global menjadi lebih tinggi, kata kepala badan pengungsi PBB (UNHCR) Filippo Grandi.

Sebuah laporan UNHCR pada Kamis menunjukkan bahwa sekitar 89,3 juta orang di seluruh dunia pada akhir 2021 terpaksa mengungsi sebagai akibat dari penganiayaan, konflik, pelecehan dan kekerasan.

Setelah itu, jutaan orang lainnya telah meninggalkan Ukraina atau mengungsi di dalam perbatasannya akibat kenaikan harga terkait dengan terhambatnya ekspor biji-bijian, dan hal itu akan memicu lebih banyak perpindahan di tempat lain.

"Jika Anda mengalami krisis pangan di atas semua yang telah saya sebutkan 'perang, masalah hak asasi manusia, iklim,  itu hanya akan mempercepat tren (perpindahan) yang saya jelaskan dalam laporan ini," kata Filippo Grandi kepada wartawan pekan ini.

Dia menggambarkan angka-angka perpindahan di dunia itu sebagai suatu hal yang "mengejutkan".

"Hal ini jelas jika tidak segera diselesaikan dampaknya akan cukup dahsyat. Sudah terlihat, lebih banyak orang mengungsi sebagai akibat dari kenaikan harga dan pemberontakan kekerasan di wilayah Sahel Afrika," ujarnya.

Secara keseluruhan, jumlah pengungsi meningkat setiap tahun selama satu dekade terakhir, kata laporan UNHCR.

Sekarang jumlahnya lebih dari dua kali lipat dari 42,7 juta orang yang mengungsi pada 2012, kata UNHCR.

Grandi juga mengkritik apa yang disebutnya sebagai "monopoli" sumber daya yang diberikan ke Ukraina sedangkan program lain untuk membantu para pengungsi di tempat lainnya kekurangan dana.

"Ukraina seharusnya tidak membuat kita melupakan krisis lain," katanya. Grandi menyebutkan tentang konflik yang berlangsung selama dua tahun di Ethiopia dan kekeringan di Tanduk Afrika.

Tanggapan Uni Eropa terhadap krisis pengungsi "tidak setara", ujar Grandi menambahkan.

Dia mengatakan pertengkaran antara negara-negara yang menerima sekelompok kecil migran yang menyeberangi Laut Tengah dengan perahu, di mana hal itu berbanding terbalik dengan kemurahan hati negara-negara Uni Eropa terhadap para pengungsi Ukraina sejak invasi Rusia pada Februari 2022.

"Tentu saja itu membuktikan poin penting: menanggapi masuknya pengungsi dan kedatangan orang-orang yang putus asa di pantai atau perbatasan negara-negara kaya bukanlah hal yang tidak dapat dikendalikan," katanya.

Laporan UNHCR mengatakan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menampung 83 persen pengungsi dunia pada akhir 2021.

Sumber: Reuters