VOInews.id- Presiden Rusia Vladimir Putin akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui pada Selasa, kata Kremlin. Pertemuan tersebut dilakukan saat kedua negara semakin memperkuat hubungan militer mereka dan kunjungan tiga hari Choe ke Rusia dilakukan atas undangan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Choe dan Lavrov akan bertemu terlebih dahulu pada Selasa sebelum bertemu Putin untuk melaporkan hasil pembicaraan bilateral mereka, kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov. Dalam pertemuan dengan Putin, kedua menteri luar negeri tersebut juga akan melaporkan kemajuan perjanjian yang telah disepakati dalam pertemuan puncak antara Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada September tahun lalu, kata Peskov. Dalam pembicaraan dengan Choe, Lavrov mengatakan kedua belah pihak akan membahas situasi terkini di Semenanjung Korea dan isu-isu lain yang tertunda, termasuk langkah-langkah untuk memperluas hubungan bilateral kedua negara.
Saat mengkritik kebijakan Amerika Serikat dan sekutunya yang tidak membantu menyelesaikan masalah, Lavrov mengatakan Rusia akan terus mendesak AS dan sekutu untuk menghentikan segala tindakan yang meningkatkan ketegangan di kawasan. Lavrov juga mengapresiasi dukungan Pyongyang terhadap apa yang dia sebut sebagai “operasi militer khusus” Rusia di Ukraina. Choe mengatakan Korea Utara akan melakukan segala upaya untuk sepenuhnya melaksanakan perjanjian yang dibuat pada pertemuan puncak Kim-Putin. Kunjungan Menlu Korut itu terjadi saat ada spekulasi bahwa Korea Utara telah memasok senjata kepada Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina, sebagai balasan atas bantuan teknis Moskow dalam pengembangan senjata Pyongyang.
Sumber: Yonhap-OANA
VOinews.id- Qatar mendesak pihak-pihak terkait untuk mengupayakan solusi diplomatik atas konflik di Laut Merah di tengah serangan udara Amerika Serikat dan Inggris terhadap kelompok Houthi di Yaman. “Kami selalu lebih memilih diplomasi dibandingkan penyelesaian secara militer," kata Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. AS dan Inggris melancarkan serangan udara yang menyasar sejumlah lokasi kelompok Houthi di beberapa kota di Yaman. Gempuran itu merupakan balasan atas serangan-serangan Houthi terhadap kapal-kapal dagang di Laut Merah.
Serangan Houthi terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah telah menyebabkan perusahaan-perusahaan logistik terpaksa menggunakan rute alternatif yang lebih panjang dan mahal di sekitar Afrika, yang menimbulkan kekhawatiran akan inflasi dan gangguan rantai pasokan. Houthi mengatakan serangan mereka terhadap kapal-kapal yang diyakini memiliki hubungan dengan Israel bertujuan untuk menekan Tel Aviv agar menghentikan pembantaian maut yang dilancarkannya di Jalur Gaza. “Kita perlu mengatasi masalah yang sesungguhnya, yaitu Gaza, sehingga segala sesuatunya dapat dihentikan,” kata Al-Thani. “Kita tidak boleh hanya fokus pada konflik-konflik kecil, kita harus fokus pada konflik utama di Gaza dan segera setelah konflik tersebut mereda, saya yakin konflik lainnya juga akan mereda.”
Sumber: Anadolu
VOinews.id- Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menutup pintu reunifikasi dengan Korea Selatan dan mengusulkan negaranya mengambil langkah untuk mengubah konstitusi, dengan tujuan untuk mendefinisikan kembali hubungan dengan Seoul. Kim menyampaikan usulan tersebut saat berpidato di hadapan Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara pada Senin, lapor kantor berita resmi Korea Utara KCNA yang berbasis di Pyongyang. “Kita tidak bisa menempuh jalan pemulihan nasional dan reunifikasi bersama dengan ROK (Republik Korea) yang mengadopsi konfrontasi habis-habisan dengan Republik kita sebagai kebijakan negaranya, memimpikan pemerintahan kita hancur," kata Kim. Dia mengatakan Pemerintah Korea Selatan telah kehilangan kesadaran dan menjadi semakin agresif dan arogan serta mendorong konfrontasi yang gegabah.
Pidato Kim di depan parlemen negaranya terjadi saat ketegangan di Semenanjung Korea sedang meningkat. Ketegangan ini disebabkan oleh aktivitas militer timbal balik oleh Korea Utara dan Korea Selatan, serta latihan militer bersama antara Amerika Serikat dan Jepang dengan Korea Selatan. “Hubungan utara-selatan telah sepenuhnya terpaku pada hubungan antara dua negara yang saling bermusuhan dan hubungan antara dua negara yang saling berperang, bukan lagi hubungan saudara atau homogen,” kata Kim mengusulkan revisi konstitusi Korea Utara.
Kim mengatakan Pyongyang telah merumuskan pendekatan baru terkait hubungan dengan Korea Selatan dan kebijakan reunifikasi. Pemerintah Korea Utara juga telah membubarkan semua organisasi yang didirikan untuk mendorong reunifikasi damai dengan Korsel. Kim memperingatkan setiap pelanggaran terhadap teritorial darat, udara, dan perairan Korea Utara akan dianggap sebagai provokasi perang.
“Penting untuk mengambil langkah-langkah hukum untuk secara sah dan tepat mendefinisikan wilayah teritorial di mana kedaulatan DPRK sebagai negara sosialis independen ditegakkan,” kata dia. Kim juga mengatakan jika terjadi perang di Semenanjung Korea, Korea Utara dapat mengubah konstitusinya untuk menyatakan bahwa Korea Selatan telah ditaklukkan dan menjadi bagian dari wilayahnya, dan Korea Selatan harus dianggap sebagai musuh nomor satu negaranya.
Antara
VOinews.id- Afrika Selatan sedang mempersiapkan tuntutan hukum terpisah terhadap Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris dengan alasan bahwa mereka terlibat dalam kejahatan perang pasukan Israel di Palestina, setelah sebelumnya menggugat Israel atas genosida. Tuntutan ini diprakarsai oleh salah satu dari 50 pengacara Afsel Wikus Van Rensburg dengan tujuan menuntut mereka yang terlibat dalam kejahatan di pengadilan sipil bekerja sama dengan para pengacara dari AS dan Inggris, yang telah dia hubungi.
Rensburg, yang telah menulis sejumlah surat ke beberapa negara dan ICJ dalam beberapa minggu belakangan, menuntut agar Israel dan para pendukungnya dituntut, telah bersiap mengajukan gugatan terhadap dua negara Barat, dengan dukungan dari para koleganya. “AS sekarang harus bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukannya,” kata Rensburg kepada Anadolu dalam sebuah wawancara, merinci proses dimana Washington dan London akan diadili karena terlibat dalam kejahatan perang Israel terhadap rakyat Gaza.
Ketika dia menyampaikan niatnya, Rensburg mendapat banyak dukungan. "Banyak pengacara memutuskan untuk bergabung dengan kami dalam gugatan ini. Banyak dari mereka yang bergabung adalah Muslim, tetapi saya bukan. Mereka merasa berkewajiban untuk membantu tujuan ini, tapi saya yakin sebenarnya bukan itu." Menurut Rensburg apa yang terjadi di Irak merupakan contoh, menekankan bahwa tidak ada yang membuat AS bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukannya di negara Timur Tengah itu karena masalah ini tidak dianggap penting. Tetapi sekarang orang-orang yakin bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah skenario ideal untuk menjalankan proses hukum, ujar Rensburg, menambahkan bahwa “AS sibuk menghabiskan lebih banyak uang dan sumber daya untuk (membiarkan Israel) melakukan kejahatan.” "Tidak ada yang berkata berhenti, cukup sudah," kata dia.
Rensburg mengatakan kasus genosida yang diajukan Afsel terhadap Israel di ICJ akan menjadi panduan dalam kasus mereka melawan AS dan Inggris, dan mereka akan memulai proses berdasarkan hasil kasus tersebut dan langkah-langkah yang akan diambil oleh PBB. AS harus bertanggung jawab sekarang Jika persidangan ICJ terhadap Israel dimenangkan oleh Afrika Selatan, Rensburg yakin AS mungkin akan menghadapi sanksi meskipun AS tidak menerima putusan tersebut. Putusan ICJ juga akan memperkuat tuntutan terhadap pemerintahan Joe Biden, tambahnya. Rensburg mengatakan dirinya dan koleganya di Afsel sedang melakukan persiapan dengan menghubungi kantor hukum AS dan Inggris. Dia juga mengingatkan bahwa Jerman masih membayar kompensasi atas kejahatan genosida yang dilakukan bahkan hingga hari ini. Untuk itu, “AS sekarang harus bertanggung jawab atas kejahatan yang telah dilakukannya.
Ia harus menerima tanggung jawabnya." Ia menunjukkan bahwa kasus serupa pernah diajukan terhadap mantan Presiden AS George Bush pada tahun 2000-an. Ia mengatakan mereka yakin bahwa mereka dapat menjalankan proses hukum di luar negeri jika bekerja sebagai sebuah tim. Dia mengatakan Afrika Selatan memberikan argumen yang lebih kuat dalam kasus di Den Haag, dan bahwa dia terintimidasi oleh argumen bahwa serangan terhadap Israel dapat terjadi lagi jika pengadilan memenangkan Afrika Selatan. Pekan lalu, kelompok pengacara tersebut, yang kini berjumlah 47 orang, menulis surat terbuka kepada para pemimpin pemerintah AS dan Inggris, menyatakan bahwa mereka tidak dapat menghindari tanggung jawab.
Sumber: Anadolu