Akbar

Akbar

26
September

 

VOinews.id- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memiliki ketahanan yang memadai terhadap gejolak harga minyak mentah global. “Pemerintah terus melakukan exercise. Seperti di awal tahun lalu, bulan Januari kami sudah lakukan stress testing untuk melihat apakah APBN akan terdampak signifikan dari pergerakan harga minyak,” kata Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Abdurrohman saat Media Gathering Kementerian Keuangan (Kemenkeu), di Puncak, Bogor.

 

Abdurrohman mengamini harga minyak terus mengalami gejolak, seperti pada tahun 2022 lalu harga minyak sempat menyentuh 120 dolar AS per barel. Namun, Pemerintah Indonesia yakin harga minyak tidak akan bertahan di titik tinggi untuk waktu yang lama, karena permintaan akan terus menurun seiring dengan kenaikan harga. Menimbang hal tersebut, Abdurrohman memperkirakan harga minyak tahun depan tidak akan mencapai 100 dolar AS per barel.

 

Meski begitu, pemerintah tetap mempersiapkan berbagai skenario antisipasi kebijakan untuk menjaga ketahanan APBN dari risiko gejolak harga komoditas. “Mungkin beberapa minggu ke depan atau awal tahun nanti akan kita lihat. Kalau pergerakannya signifikan, kita akan lihat beberapa skenario yang memungkinkan,” ujar Abdurrohman. Pada sisi lain, kata dia lagi, kenaikan harga minyak juga bisa berimplikasi positif terhadap penerimaan negara. Kenaikan harga minyak biasanya diikuti oleh komoditas lain di mana Indonesia menjadi eksportir. Oleh sebab itu, meski dari sisi belanja mengalami kenaikan, namun sisi penerimaan juga relatif tinggi.

 

“Karena memang harga komoditas lain juga harganya mengikuti. Jadi, dari sisi revenue kita masih mendapat net gain dari kenaikan itu,” kata dia lagi. Pemerintah dengan DPR RI menyepakati harga minyak mentah 82 dolar AS per barel pada UU APBN 2024. Selain harga minyak, asumsi dasar makro lainnya yang disepakati adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi terkendali sebesar 2,8 persen, nilai tukar rupiah Rp15 ribu per dolar AS, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 6,7 persen, serta lifting minyak 635 ribu barel per hari dan lifting gas sebesar 1,033 juta barel setara minyak per hari.

 

Antara

26
September

 

VOinews.id- Korea Utara pada Senin mengumumkan bahwa mereka telah mengizinkan warga negara asing memasuki negaranya untuk pertama kalinya sejak pandemi COVID-19, kata media resmi China, CCTV. Langkah itu diambil saat Pyongyang mulai kembali membuka perbatasannya setelah ditutup sejak awal 2020 akibat COVID-19. Adapun kebijakan tersebut berlaku secara efektif pada hari yang sama pengumuman itu dibuat. Warga negara asing yang memasuki Korea Utara akan diwajibkan menjalani karantina selama dua hari, menurut CCTV.

 

Beberapa agen perjalanan China yang mengatur perjalanan ke Korea Utara melaporkan pada Senin bahwa mereka belum menerima pemberitahuan mengenai izin bagi warga negara asing untuk memasuki negara tetangganya itu.

 

Namun, pada 22 Agustus maskapai penerbangan milik pemerintah Korea Utara, Air Koryo, sudah kembali membuka penerbangan penumpang internasional yang menghubungkan Pyongyang dan Beijing. Lima hari berselang, kantor berita pemerintah Korea Utara KCNA mengatakan bahwa warga Korea Utara yang berada di luar negeri akan diizinkan untuk pulang kembali ke negara tersebut dengan masa karantina selama satu pekan. Namun, laporan tersebut tidak secara spesifik merujuk pada warga negara asing.

 

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sebelumnya melakukan perjalanan ke Timur Jauh Rusia awal bulan ini dan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Itu merupakan perjalanan pertama Kim ke luar negeri sejak wabah virus corona.

 

 

Sumber: Kyodo-OANA

26
September

 

VOInews.id- Meskipun ancaman serangan terus terjadi, masyarakat Ukraina masih menjalani kehidupan mereka dan berusaha untuk melanjutkan hidup seperti biasanya, kata Jurnalis Al Jazeera Stephanie Vaessen. Vaessen, yang pernah meliput perang Rusia di Ukraina, menyebut bahwa banyak warga Ukraina enggan tinggal di tempat penampungan untuk kembali ke rumah atau apartemen mereka, dan pergi bekerja. “Orang-orang bekerja, perekonomian berjalan,” kata Vaessen dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan FPCI di Jakarta

 

Meski demikian, warga Ukraina tetap dihantui waswas karena ancaman serangan yang bisa kapan saja terjadi. Kondisi itu telah menyebabkan banyak warga Ukraina frustrasi dan stres karena tidak dapat tidur dengan tenang, kata dia.

Vaessen menyebut serangan drone dari Rusia lebih banyak terjadi pada malam hingga dini hari di banyak wilayah di Ukraina, termasuk Kiev, Odesa, dan Dnipro. Sebelum serangan terjadi, akan ada sirene peringatan yang mengimbau orang-orang untuk melarikan diri ke tempat perlindungan.

 

“Dan Anda hanya dapat berharap masih dapat bangun keesokan paginya,” ujar dia. Sementara itu, para pelajar dan mahasiswa Ukraina hingga kini masih melakukan kegiatan belajar secara daring karena situasi yang terlalu berbahaya, ucap Vaessen. Gedung-gedung sekolah, kata dia, menjadi salah satu sasaran serangan Rusia di Ukraina.

 

Vaessen menyebut pemakaman warga Ukraina juga menjadi pemandangan umum yang disaksikan setiap hari selama di Ukraina. “Orang-orang yang datang dari garis depan, yang tewas dalam pertempuran, yang terkena serangan di rumahnya, di blok apartemennya, di kantornya (tewas).

 

Inilah situasi yang saya temukan dalam beberapa pekan terakhir,” ujar dia. Perang Rusia di Ukraina yang telah berlangsung sejak Februari 2022 telah menewaskan total sekitar 9.600 warga sipil hingga September 2023, menurut Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR). Populasi Ukraina sebelum perang tercatat sekitar 44 juta orang. Menurut PBB, invasi Rusia ke Ukraina telah membuat sekitar 14 juta warga Ukraina pergi meninggalkan rumah mereka.

 

ANtara

26
September

 

VOInews.id- Pakar hukum lingkungan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yulinda Adharani menilai Indonesia membutuhkan payung hukum khusus untuk energi terbarukan, karena penggabungan regulasi dengan energi baru justru kontraproduktif. "Istilah 'new energy' itu tidak dikenal di dunia internasional. Dan, ketika Indonesia seharusnya lebih ambisius dalam mencapai target bauran energi terbarukan, rencana regulasi yang sedang disusun malah tidak sejalan dengan ambisi itu," kata Yulinda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa. Energi baru adalah energi yang dihasilkan dari teknologi baru baik yang berasal dari sumber terbarukan maupun tidak terbarukan contohnya hidrogen dan nuklir.

 

 

Sementara, energi terbarukan berasal dari sumber daya energi yang berkelanjutan seperti panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, dan aliran air. Yulinda merekomendasikan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah terkait dengan energi terbarukan. Pertama, perlu ada lembaga atau badan khusus yang mengelola energi terbarukan agar capaian transisi energi terlaksana dengan baik. Kedua, jika tujuannya untuk transisi energi, lebih baik fokus pada energi terbarukan saja, sementara regulasi mengenai energi baru dimasukkan dalam perubahan undang-undang sektoral. Ketiga, perlu ada penguatan peran pemerintah daerah serta partisipasi publik dalam mengelola energi terbarukan.

 

Keempat, tetap memperhatikan lingkungan dan mengutamakan teknologi ramah lingkungan. Yulinda menilai Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) telah mempertimbangkan manfaat energi terbarukan bagi lingkungan, tetapi realisasi dari peraturan tersebut perlu dipertegas. "Karena bagaimana pun dalam draf yang sudah ada sekarang pun, sudah mengatur bahwa regulasi ini akan mempertimbangkan manfaatnya bagi lingkungan, hanya saja realisasi dari ketentuan itu yang masih perlu dipertegas," ujarnya.

 

Sementara itu, pengamat hukum lingkungan lulusan Universitas Indonesia Fajri Fadhillah mengatakan RUU EBET harus mempertimbangkan nilai keekonomian dari energi baru salah satunya manfaat kesehatan. "Sementara kita tahu, penggunaan energi baru yang bersumber dari bahan bakar fosil justru berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang, melalui penurunan kualitas udara," katanya. Fajri menambahkan pemerintah dan DPR sebaiknya hanya mengatur energi terbarukan yang sumber energinya berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sementara, ketentuan terkait energi baru yang sumbernya dapat berasal dari bahan bakar fosil tidak perlu ditambahkan dalam rancangan regulasi.

 

Antara