Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memulai Program Satu Juta Nelayan Berdaulat dengan mengenalkan aplikasi FishOn pada nelayan Sukabumi guna mengoptimalkan potensi laut dan mengelola hasil lautnya secara mandiri. Demikian siaran pers Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman di Jakarta, Rabu lalu. Pada hari itu Luhut Binsar Panjaitan mengunjungi tempat pelelangan ikan Palangpang, Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Pelatihan nelayan untuk menggunakan aplikasi FishOn menandai Program Satu Juta Nelayan Berdaulat yang diluncurkan di Jakarta, Senin lalu. Untuk tahun ini ditargetkan minimal ada 300 ribu nelayan dari 300 kabupaten dan kota pesisir yang mendapatkan pelatihan melaut dengan dukungan teknologi 4.0.
Dalam kunjungannya di Sukabumi Luhut Panjaitan menjelaskan, nelayan dilatih menggunakan aplikasi FishOn, menabur jala yang efisien serta pemasaran ikan secara online, serta dilatih tentang standar keselamatan kerja di laut, dan menentukan daerah tangkapan ikan dan pengelolaan tangkapan.
Luhut Panjaitan menambahkan, dengan program ini diharapkan nelayan bisa langsung menjual hasil tangkapannya ke konsumen tanpa melalui tengkulak. Mereka bisa langsung mengetahui tempat-tempat di mana ada ikan, ini membuat operasional mereka lebih efisien. Cara ini akan lebih efektif sebab mereka bisa mendapatkan harga yang besar.
Aplikasi FishOn juga memiliki fitur informasi pencurian ikan, pengawetan ikan, penjualan ikan, komunikasi pencatatan hasil tangkapan ikan, "panic button" untuk permintaan bantuan dalam kondisi darurat, fitur pembayaran elektronik dan fitur belanja kebutuhan sehari hari. Selain itu, ada aplikasi penjualan dan manajemen gudang untuk koperasi nelayan, aplikasi lelang ikan online yang menghubungkan tempat pelelangan ikan, nelayan dan pedagang ikan, serta aplikasi website penjualan "e-commerce" ikan.
Dalam sesi dialog Luhut Panjaitan dengan nelayan, perwakilan nelayan meminta bantuan pemerintah untuk menyediakan teknologi atau alat yang bisa digunakan nelayan saat berhadapan dengan cuaca ekstrem saat sedang menangkap ikan di tengah laut, ada juga permintaan berupa modernisasi mesin nelayan dari mesin tingting ke mesin tempel 15 PK.
Menurut Luhut Panjaitan, pemerintah akan berupaya mewujudkan permintaan tersebut. Namun, ia mengingatkan agar para nelayan bisa menjaga laut dari sampah dan tidak merusak terumbu karang dengan bom.
Luhut Panjaitan mengatakan program itu akan dilanjutkan ke Ambon, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan lima lokasi lainnya. Para nelayan akan dilatih selama dua minggu untuk mempelajari aplikasi. Menurutnya, Presiden berharap 3,7 juta orang nelayan bisalebih makmur.
Indonesia ditetapkan sebagai destinasi wisata halal atau halal tourism terbaik dunia 2019 dalam standar Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019. Lembaga pemeringkat Mastercard-Crescent menempatkan Indonesia pada peringkat pertama standar GMTI dengan skor 78, mengungguli 130 destinasi dari seluruh dunia. CEO Crescent Rating, Fazal Bahardeen, seperti dikutip dari siaran resmi Kementerian Pariwista Selasa mengatakan, Indonesia satu-satunya negara yang paling progresif dalam mengembangkan destinasi halal tourism.
Laporan GMTI menganalisis berdasarkan 4 kriteria penilaian strategis, yaitu akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan. Maka Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2019 juga mengadopsi hal serupa. Indonesia juga kemudian gencar melakukan bimbingan teknis dan workshop 10 destinasi pariwisata halal unggulan di Tanah Air. Indonesia dinilai ramah bagi wisatawan muslim karena menyediakan kenyamanan fasilitas, antara lain tempat ibadah dan makanan halal yang mudah dijangkau, juga dinilai kaya akan destinasi sejarah dan warisan budaya Islam.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengapresiasi lembaga pemeringkat dunia Mastercard –Crescent Global Muslim Travel Index yang memberikan penilaian tertinggi pada Indonesia. Menurut Arief yahya, capaian ini membuktikan untuk mencapai kemenangkan harus direncanakan. Dia mengatakan rencana itu telah dirancang sejak 2015 yang berlanjut dengan kerja sama Mastercard Crescent Rating untuk membuat IMTI dengan mengacu standar global GMTI. Arief Yahya berharap naiknya peringkat Indonesia pada posisi teratas sebagai destinasi halal tourism terbaik dunia semakin banyak mengundang minat wisatawan dunia berkunjung ke Indonesia, yang tahun ini menargetkan kunjungan 20 juta wisman dengan sebanyak 5 juta atau 25 persennya adalah wisman halal tourism.
Menteri Pariwisata Arief Yahya juga mengatakan,kesuksesan meraih peringkat pertama sebagai negara tujuan wisata halal membuat Indonesia berpeluang menjadi pemain besar wisata halal dunia. Hal itu bisa mendatangkan devisa besar. Sumbangan devisa dari pariwisata halal bisa berkontribusi 25 persen dari target devisa pariwisata keseluruhan yang tahun ini dipatok 20 miliar dolar Amerika.
Menurut Arief Yahya, hingga saat ini, baru tiga provinsi yang menetapkan diri sebagai destinasi halal, yaitu Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Sumatra Barat. Provinsi lain yang potensial menjadi destinasi wisata halal ialah Riau dan Jawa Barat.
Indonesia Segera Bentuk Regional Capacity Centre for Clean Seas (RC3S). Melalui badan ini, Indonesia serukan kerjasama antar negara dan stakeholder untuk melindungi ekosistem pesisir dan laut dari aktivitas sumber polusi yang berasal dari daratan. Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya saat memberikan sambutan pembukaan pada acara The Coordinating Body on the Seas of East Asia (COBSEA) Consultation Meeting on the RC3S, di Jakarta, Senin lalu. Melalui pembentukan RC3S ini Menteri Siti Nurbaya meminta kolaborasi dan perluasan dukungan dalam hal kerja sama teknis, narasumber, transfer teknologi, pengembangan kapasitas dan pertukaran pengalaman.
Menteri Siti juga menekankan, untuk mengatasi permasalah terkait perlindungan ekosistem pesisir dan laut dibutuhkan kemampuan/kapasitas yang mumpuni baik secara teknis, organisasi, dan maupun politik. Hal ini mengingat besarnya pengaruh kerusakan lingkungan dari ekosistem pesisir dan lautan, baik dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial.
Keberadaan polusi yang merusak ekosistem pesisir dan lautan memiliki efek merugikan bagi pendapatan masyarakat, terutama mereka yang hidup dari laut, seperti nelayan, industri pariwisata dan jasa transportasi laut. Polusi juga menyebabkan penurunan fungsi lingkungan serta mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati laut.
Menteri Siti menyatakan saat ini secara global, dunia dihadapkan pada tantangan baru dalam masalah lingkungan laut, seperti polusi plastik dan mikro-plastik, polutan yang muncul seperti sisa obat-obatan, limbah endokrin, hormon, racun dan eutrofikasi. Laut dan ekosistem pesisir terancam oleh aktivitas berbasis laut dan darat, dengan hampir 80 persen polusi laut berasal aktivitas manusia yang berbasis di darat.
Inisiatif membangun Regional Capacity Centre for Clean Seas (RC3S) merupakan salah satu realisasi kesepakatan Bali Declaration sebagai hasil pertemuan The Fourth Intergovernmental Review Meeting (IGR-4) di Bali akhir tahun lalu. RC3S sendiri direncanakan akan dilaunching pada 21 Juni 2019 sehari setelah berlangsungnya kegiatan COBSEA 24th Intergovernmental Meeting di Bali 19 dan 20 Juni 2019.
Sementara itu, Jerker Tamelander, Head of UN Environment’s Coral Reef Unit yang hadir berharap, consultation meeting kali ini dapat membantu Indonesia membangun RC3S seperti yang menjadi komitmen Indonesia, yaitu dengan kelengkapan sumber daya yang signifikan seperti ruang perkantoran, jumlah staf tehnikal yang cukup, serta dukungan pendanaan yang jelas.
Pertemuan The Coordinating Body on the Seas of East Asia (COBSEA) Consultation Meeting on the RC3S, pada Senin dan Selasa lalu dihadiri Delegasi dari 8 negara yaitu Indonesia, Kamboja, China, Korea, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Vietnam, serta perwakilan dari UN Environment’s Coral Reef Unit.
Setelah pekan lalu transisi kepemimpinan terjadi di Aljazair, Afrika Utara, kini, terjadi lagi proses sama di kawasan timur Afrika. Kamis (11 April 2019), Presiden Sudan Omar Al Bashir harus menyerahkan kekuasaannya kepada militer. Langkah ini dilakukan setelah unjuk rasa yang digelar oleh rakyat Sudan sejak bulan Desember tahun lalu. Dengan penyerahan kekuasaan itu, rezim Omar al-Bashir yang sudah berkuasa hampir 3 dekade telah berakhir.
Omar al Bashir memerintah setelah menggulingkan pemerintahan terpilih bulan Juni tahun 1989. Dalam masa pemerintahannya, terjadi perpecahan antara Sudan Utara yang mayoritas muslim dan Sudan Selatan yang menganut Nasrani. Pada tahun 2003, al Bashir mencoba meredam pemberontakan dan sekitar 30 ribu orang tewas. Pada tahun 2005, dia menandatangani perjanjian damai dengan pemberontak di Sudan Selatan. 6 kemudian, negara baru Sudan Selatan memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tahun 2009, al Bashir divonis bersalah atas kejahatan perang oleh Pengadilan Internasional yang mengeluarkan surat perintah penangkapan kepada al Bashir. Uniknya pada tahun 2010, dia terpilih menjadi presiden meski ditentang oleh oposisi. Pada tahun 2015, dia masih terpilih menjadi presiden periode kedua.
Sukacita menyeruak di kalangan yang mengharapkan turunnya pemerintah al Bashir. Tetapi, itu belum menjadi akhir dari perjuangan. Kelompok pengunjuk rasa dibawah organisasi Asosiasi Profesional Sudan (SPA) tetap menggelar unjuk rasa untuk mendorong terbentuknya pemerintahan sipil. Penguasa militer setelah pengambil-alih menetapkan keadaan darurat selama 3 bulan dan membekukan Konstitusi.
Kini dunia berharap agar dalam masa transisi, keadaan menjadi semakin baik dan Pemilihan Umum untuk dapat menentukan pemerintahan sipil dapat terwujud. Masalahnya adalah apakah pihak militer dapat menciptakan suasana kondusif pasca peralihan kekuasaan. Jika tidak, militer akan semakin lama memegang kendali pemerintahan yang pada akhirnya terbentuk rezim militer baru seperti halnya 30 tahun lalu. Kuncinya adalah rakyat Sudan harus bersabar dan militer negeri itu tahu diri bahwa masa depan Sudan ditentukan oleh rakyat Sudan.