PT Pertamina (Persero) dan Eni, perusahaan migas asal Italia, menjalin kesepakatan untuk mengembangkan kilang minyak yang mampu mengolah minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar minyak jenis gasolin atau green fuel. Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Direktur Pengolahan Pertamina Budi Santoso Syarif dan Chief Refining & Marketing Officer of Eni S.p.A. Giuseppe Ricci, di Roma, Italia, Rabu 30 Januari. Turut hadir dalam acara tersebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral – ESDM Ignasius Jonan dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Budi Syarif mengatakan, kesepaktan Roma merupakan tindak lanjut nota kesepahaman kerja sama yang telah diteken pada September 2018 serta penandatangan kesepakatan lanjutan pada Desember 2018. Menurut Budi Syarif kesepakatan lanjutan tersebut menjadi tonggak penting bagi pengembangan energi masa depan Indonesia yang akan mengurangi penggunaan energi fosil. Budi Syarif menambahkan, kerjasama untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam terbarukan dalam negeri ini juga sekaligus merupakan upaya Pertamina untuk mengurangi impor minyak mentah demi kemandirian energi nasional.
Indonesia memiliki sumber energi hijau, yakni minyak kelapa sawit yang melimpah yang merupakan sumber daya alternatif untuk pengembangan energi hijau. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia.
Selama ini, bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia digolongan menjadi dua, yaitu gasolin dan diesel. Gasolin terdiri atas Premium, Pertalite, Pertamax, dan avtur. Namun baru Solar atau bahan bakar diesel yang dicampur dengan biodiesel (B20). Selain mengembangkan kilang minyak agar mampu mengolah minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO), EnI juga akan mengambil CPO dari Indonesia untuk diolah di kilang perusahaan itu di Italia untuk memproduksi hydrotreated vegetable oil/HVO yang bisa digunakan sebagai campuran Solar.
Selain itu, kerangka perjanjian pembentukan usaha patungan dibutuhkan sebagai dasar Pertamina melanjutkan diskusi tentang potensi pembangunan kilang minyak ramah lingkungan (green refinery) untuk memproduksi HVO di Indonesia.
Untuk mewujudkan kerja sama dengan Eni, Pertamina telah membentuk Komite Pengarah yang bertugas untuk mendalami peluang bisnis bersama dan membahas klausul yang akan disepakati yang akan menjadi rujukan dalam pembangunan proyek kilang ramah lingkungan layak dan memenuhi persyaratan.
Pertamina dan Eni memiliki komitmen mewujudkan pembangunan kilang ramah lingkungan (green refinery) dengan tiga opsi. Pertama, konversi atas sebagian aset yang ada di Kilang Dumai menjadi green plant. Kedua, mengerjakan konstruksi kilang baru ramah lingkungan yang berada di area Kilang Dumai. Ketiga, konstruksi kilang baru ramah lingkungan di Kilang Plaju.
Pemerintah Indonesia meminta Jepang membebaskan tarif bea masuk produk kelautan dan perikanan Indonesia. Rata-rata tarif bea masuk yang dibebankan sekitar 7 persen. Permintaan tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam acara Japan Business and Investment Forum di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa,29/1. Menurut Susi, pengenaan tarif bea masuk oleh Jepang dinilai memberatkan. Ia menjelaskan, dampaknya tidak hanya kepada pengusaha Indonesia, tapi juga pengusaha Jepang. Hal itu akan menyulitkan pengusaha Jepang jika ingin merelokasi usahanya di Indonesia. Pengusaha Jepang yang melakukan relokasi usaha ke Indonesia lalu mengekspor ke negaranya sendiri akan kena tarif bea masuk dari Jepang.
Menurut Menteri Susi Pudjiastuti seharusnya Jepang memberikan tarif bea masuk nol persen bagi semua produk perikanan dari Indonesia. Hal itu mengingat kebijakan Indonesia memerangi pencurian ikan demikian bagus dan cepat sebagaimana diharapkan komunitas global. Susi meyakini investasi Jepang di sektor perikanan tangkap di Tanah Air, khususnya komoditas tuna akan meningkat apabila penghapusan tarif tersebut dilakukan. Menanggapi permintaan tersebut Presiden Direktur Japan External Trade Organization (JETRO) Keishi Suzuki menyatakan Indonesia akan mendapatkan pembebasan tarif bea masuk apabila bergabung dalam Trans Pacific Partnership (TPP).
Forum investasi bisnis juga membicarakan penguatan ekspor ikan Indonesia ke Jepang. Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Rifky Effendi Hardijanto mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengharapkan ekspor komoditas perikanan nasional yang dikirim ke Jepang tidak hanya didominasi dari wilayah di Indonesia barat, tetapi juga dilakukan oleh kawasan Indonesia timur. Saat ini secara tradisional, eskpor perikanan Indonesia banyak dilakukan dari Jakarta, Surabaya dan Bali. Menurut Rifky Effendi, berbagai daerah di kawasan Indonesia timur yang paling potensial melakukan ekspor langsung ke Jepang antara lain Makassar (Sulawesi Selatan) dan Manado (Sulawesi Utara). Forum investasi bisnis tersebut dihadiri sebanyak 13 perusahaan yang bergerak antara lain di bidang manufaktur dan logistik, yang diprakarsai oleh Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang (Jetro). Selain itu, berbagai perusahaan hadir dari pihak Republik Indonesia yang bergerak di bidang prosesing atau pengolahan, angkutan transportasi dan trading.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)berencana mengkaji kembali peraturan nomor 39 tahun 2017 tentang kepemilikan tunggal bank atau single presence policy.Peraturan OJK nomor 39 tahun 2017 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia mengatakan bahwa, setiap pihak hanya bisa menjadi pemegang saham pengendali atas satu bank.Kepemilikan atas dua bank dapat dilakukan bila salah satunya adalah bank campuran atau bank dengan prinsip syariah. Apabila pemegang saham pengendali suatu bank ingin mengambil alih bank lain, wajib memilih salah satu opsi yakni merger, pembentukan induk di perbankan, atau fungsi holding.
Peraturan ini bertujuanmendorongagar bank kompetitif, bisa bersaing antarbank di Indonesia dan juga dengan bank di luar negeri. Banyak bank di Indonesia susah bersaing karena tidak memiliki modal yang besar. Kondisi modal yang tidak besar ini disebabkan karena jumlah bank di Indonesia masih banyak. Jumlah bank umum di Indonesia saat ini mencapai 115 bank. Meski sudah mengalami penurunan signifikan dari sebelumnya 250 bank, Jumlah 115 bank masih terlalu banyak. Indonesia berada di peringkat pertama sebagai negara dengan jumlah bank terbanyak di Asia Tenggara.Banyaknya jumlah bank di Indonesia, antara lain disebabkan oleh kebijakan deregulasi perbankan di era Orde Baru. Pada masa Orde Baru, mendirikan bank baru hanya membutuhkan modal Rp10 miliar.
Sejak lahirnya nomor 39 tahun 2017, Jumlah bank masih stagnan di 115. Itu artinya, belum ada bank-bank yang melakukan merger atau pun penggabungan. Padahal bila bank-bank membentuk perusahaan induk, melakukan merger, bank-bank tersebut memiliki modal besar dan kompetitif.
Mengapa tidak satupun bank-bank kecil yang melakukan merger sesuai peraturan OJK, padahal kondisi bank tersebut sudah tidak mampu bersaing ?
Faktor kewajiban merger, pembentukan perusahaan induk dinilai menjadi penghambat. Sehingga, rencana pengkajian kembali aturan single presence policy atau kepemilikan tunggal bank diharapkan dapat memberikan kelonggaran kepada pemegang saham pengendali suatu bank memilih opsi lain selain merger, dan pembentukan perusahaan induk.
Bila OJK tidak merevisi aturan nomor 39 tahun 2017 ini, maka OJK perlu memberikan insentif perbankan. Selain itu, OJK juga perlu lebih keras dalam mendorong perbankan untuk melakukan merger.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk lebih menanggapi dan mendorong upaya mengatasi dampak perubahan iklim terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
Menlu Retno Marsudi dalam keterangan tertulis dari Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Sabtu (26/1) mengatakan, perubahan iklim adalah suatu kenyataan yang sedang terjadi saat ini. Pernyataan tersebut disampaikan Menlu dalam pertemuan debat terbuka Dewan Keamanan PBB mengenai Penanganan dampak perubahan iklim terhadap perdamaian internasional di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, pada Jumat (25/1).
Dikatakannya, isu perubahan iklim merupakan isu yang penting karena berdasarkan penelitian United Nations Population Fund (UNFPA), perubahan iklim dalam 100 tahun ke depan akan mengakibatkan kenaikan permukaan air laut di Kota Semarang yang berpotensi menggenangi kawasan pesisir Semarang antara 1,7 hingga tiga kilometer persegi. Menurut Menlu Retno Marsudi, Semarang yang secara ekonomi merupakan kota dinamis memiliki kemampuan untuk beradaptasi atas dampak perubahan iklim. Namun banyak kota dan negara lain yang tidak memiliki kapasitas untuk beradaptasi. Akibatnya akan terjadi kehilangan mata pencaharian masyarakat, kerentanan pangan, kehilangan wilayah serta migrasi yang tidak teratur (irregular migration).
Menlu menegaskan pentingnya mengembangkan kapasitas adaptasi negara terhadap perubahan iklim. Apabila hal itu tidak terwujud, maka potensi ancaman terhadap keamanan internasional, yang merupakan perhatian Dewan Keamanan PBB, akan semakin besar.
Menurut Menlu ada tiga poin terkait peran Dewan Keamanan PBB dalam mendukung upaya penanganan dampak keamanan dari perubahan iklim. Pertama, Dewan Keamanan PBB harus mengonsolidasikan upaya bersama untuk menanggulangi ancaman keamanan yang diakibatkan perubahan iklim. Kedua, pendekatan terhadap pemeliharaan perdamaian (peacekeeping) dan penciptaan perdamaian (peacebuilding) harus mendorong sinergi antara keamanan dan pembangunan. Ketiga, tanggung jawab untuk melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan tanggung jawab masing-masing negara. Selain itu, menurut Menlu, peran organisasi kawasan yang lebih aktif dalam penanganan bencana akibat perubahan iklim, seperti ASEAN untuk kawasan Asia Tenggara, juga penting.
Dikatakannya, ASEAN telah memperkuat kapasitas Pusat Bantuan Kemanusiaan dan Manajemen Bencana ASEAN dalam penanganan bencana alam secara terkordinasi, 'One ASEAN One Response'.