ofra voi

ofra voi

16
February

 

 

Pelangi Nada kali ini, kami hadirkan lagu-lagu dari Bangka Belitung.

Lagu yang biasa dinyanyikan masyarakat Bangka Belitung pada masa panen lada ini berisikan semangat gotong royong. Beberapa sumber mengatakan bahwa lagu “Yo Miak” menggambarkan semboyan Bumi Sepintu Sedulang, yang menjadi motto penggerak masyarakat Bangka Belitung bekerjasama demi satu tujuan dan hasil yang dinikmati bersama pula.

Lagu berikutnya yang akan kami sajikan juga mengandung semboyan dari masyarakat Bangka Belitung. Kali ini semboyan Serumpun Sebalai hadir dalam lagu “Zapin Melayu Serumpun Sebalai”. Semboyan Serumpun Sebalai yang tertera dalam lambang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki makna kekayaan alam dan pluralisme masyarakat Bangka Belitung. Dalam lagu “Zapin Melayu Serumpun Sebalai”, Bangka Belitung digambarkan sebagai tempat dengan hasil bumi yang melimpah, objek wisata yang indah, dengan  ragam budaya, seperti budaya Melayu, budaya Islam, serta budaya Cina atau Tionghoa

berikut kami hadirkan lagu “Zapin Melayu Serumpun Sebalai” oleh Wandasona Al-Ahmd.

masih dari Bangka Belitung, selanjutnya akan kami hadirkan lagu “Miakku Sayang”. Lagu yang biasa dibawakan berduet ini menceritakan tentang sepasang kekasih yang tengah salah paham. Sang lelaki telah dimarahi kekasihnya dituduh telah berselingkuh dengan  gadis lain bernama Halimah. Ternyata, Halimah hanyalah anak tetangga sang lelaki, sang lelaki tidak selingkuh, dan sang gadis pun meminta maaf. Pendengar, inilah lagu “Miakku Sayang” oleh Tommy Ali & Arin Fahmi.

sebelum menutup Pelangi Nada kali ini, saya putarkan lagu  “Bujang Lapuk”. Lagu ini mengisahkan kerisauan hati seseorang yang sudah tua, tetapi belum juga punya pasangan hidup. Dirinya pun menyesal dan sadar bahwa terlalu memilih-milih pasangan membuatnya jauh dari jodoh. Ia merasa hidup tanpa pasangan terasa tidak ada gunanya.

16
February

 

 

 

Hari ini kami ajak anda berwisata ke kota Solo, Jawa Tengah. perayaan hari raya Imlek di kota Solo, Jawa Tengah begitu semarak. Ada 5000 lampion menghiasi kota Solo, terutama di kompleks Pasar Gede, Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Urip Sumoharjo. Tak hanya itu, gapura Imlek megah pun dipasang di jalan antara Balai Kota dan Pasar Gede, selama perayaan Imlek di Solo. Lokasi Pasar Gede memang menjadi pusat acara Imlek di Solo. Pada puncak perayaan Imlek, 12 shio, 12 neon nox sho, lima lampion shio anjing, lampion dewa rezeki, dan lampion werkudoro juga dipasang di Jalan Jenderal Sudirman. Selain mempercantik kota Solo dengan berbagai ornamen Imlek, berbagai rangkaian acara pun turut dihadirkan dalam memeriahkan Tahun Baru Imlek ke 2569 ini. Pemerintah Solo mengadakan Grebeg Sudiro, hingga Festival Jenang yang jadi puncaknya.

11 Februari lalu, ribuan orang memadati kawasan Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Jenderal Sudirman. Mereka datang untuk menyaksikan kirab budaya Grebeg Sudiro. Kirab perpaduan dari masyarakat Tionghoa-Jawa itu dimulai pukul 14.00 WIB. Kirab Grebeg Sudiro ini merupakan perayaan mengawali Tahun Baru Imlek yang menampilkan sembilan gunungan berisi hasil bumi dan kue keranjang. Dua gunungan di antaranya berbentuk miniatur Taman Monumen 45 Banjarsari dan rumah dinas wali kota, Loji Gandrung. Ada pula gunungan miniatur Pasar Gede. Gunungan itu diarak keliling kawasan Kelurahan Sudiroprajan.

Kirab dimulai dari depan Pasar Gede-Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Mayor Kusmanto-pertigaan Lojiwetan-Jalan Kapten Mulyadi-perempatan Ketandan-Jalan RE Martadinata-Jalan Cut Nyak Dien-Jalan Juanda-perempatan Warung Pelem-Jalan Urip Sumoharjo-Pasar Gede. Selesai diarak, warga pun berebut kue keranjang.

Grebeg Sudiro merupakan tradisi perpaduan masyarakat Tionghoa dan Jawa. Kata grebeg merupakan tradisi khas jawa untuk menyambut hari-hari khusus seperti: Mulud (kelahiran Nabi Muhammad), Syawal (lebaran), Idul Adha, Suro (Tahun Baru Jawa). Puncak perayaan ini adalah saat perebutan hasil bumi yang disusun membentuk gunung. Tradisi rebutan didasari oleh falsafah Jawa ora babah ora mamah yang artinya, jika tidak berusaha tidak makan. Sedangkan, bentuk gunung memiliki maksud dari masyarakat jawa atas rasa syukur pada sang pencipta.

Tradisi Grebeg Sudiro setiap tahunnya digelar di kawasan Sudiroprajan. Sudiroprajan merupakan sebuah kelurahan di kecamatan Jebres di Solo. Di kawasan ini, etnis Tionghoa peranakan sudah puluhan tahun menetap dan berdampingan dengan masyarakat jawa. Seiring berjalannya waktu, terjadi perkawinan diantara kedua etnis ini, sehingga menciptakan generasi baru. Untuk menunjukkan akulturasi diantara mereka, digelarlah tradisi baru bernama Grebeg Sudiro. Tradisi ini pertama kali digelar tahun 2007.

16
February



Imlek di Indonesia telah mengalami akulturasi dengan budaya lokal. Hal tersebut terbukti dengan munculnya sebutan Lebaran China dari orang Betawi untuk Imlek. Artinya orang Betawi menganggap Imlek sudah jadi bagian dari budaya mereka juga. Maka itu, orang Betawi ikut merayakannya, tak hanya ikut dalam karnaval dan pasar malam Imlek. Tapi sejak pertengahan abad 19, banyak orang Betawi bergabung merayakan dan makan makanan khas Perayaan Imlek.
Berdasakan kepercayaan orang-orang Tionghoa, pada umumnya selalu menyediakan 12 macam masakan dan 12 macam kue-kue yang mewakili lambang-lambang shio yang berjumlah 12. Salah satu hidangan utama adalah ikan bandeng dimana diartikan sebagai perlambang rezeki, karena dalam logat Mandarin kata ”ikan” sama bunyinya dengan kata ”yu” yang berarti rezeki. Biasanya, ikan bandeng ini dimasak menjadi pindang.

Pindang bandeng merupakan masakan yang menjadi tradisi kaum peranakan pada saat tahun baru. Biasanya ikan disajikan utuh dengan kepala hingga ekor. Kepala ikan seringkali diarahkan kepada tamu, karena sesungguhnya itulah penghormatan tertinggi, dimana tamu tersebut dianggap sebagai tamu kehormatan.

Ikan bandeng yang dimasak untuk makan bersama saat tahun baru Imlek adalah ikan yang bermutu baik dan masih segar, berukuran besar dan bermata bening. Ikan-ikan bandeng berukuran besar biasanya hanya dijual menjelang hari raya Imlek. Harganya kadang-kadang lebih mahal dibandingkan biasanya. Dan harga yang mahal ini tidak boleh ditawar. Karena mengurangi harga dianggap mengurangi rezeki.

Ikan bandeng menjadi simbol dan harapan untuk terus maju dalam kehidupan. Sama seperti ikan yang hidupnya di air selalu terus maju dan tidak menabrak walaupun cahaya redup. Adanya ikan bandeng ini menjadi harapan supaya kehidupan orang yang memakannya selalu maju dan tidak menabrak halangan.

15
February

 

 

Hari ini kami ajak anda berwisata kuliner ke kota Banyuwangi. Banyuwangi merupakan salah satu kota di provinsi Jawa Timur. Osing atau Using adalah penduduk asli kabupaten ini. Mereka merupakan penduduk mayoritas di beberapa kabupaten di Banyuwangi. Berwisata ke Banyuwangi, rasanya tak lengkap jika anda tidak berinteraksi langsung dengan kehidupan penduduk asli Banyuwangi ini. Mereka punya adat istiadat dan kesenian yang kaya serta unik. Ada Kesenian Gandrung Banyuwangi, Tari Barong, Kuntulan, Tradisi Tumpeng Sewu, Tradisi Jamuran dan lainnya. Selain itu, suku Osing juga punya kekayaan kuliner yang layak anda coba. Salah satunya yang masih lestari hingga kini adalah Bekamal.

Bekamal adalah makanan yang terbuat dari daging sapi, ayam atau kambing yang sudah diberi bumbu serta difermentasi selama beberapa hari. Untuk memasaknya, daging yang sudah difermentasi tersebut dicuci bersih.  Kemudian daging  ditumis dengan cabai, bawang merah dan bawang putih serta tomat. Setelah semua dicampur, daging harus ditaruh di tempat yang rendah oksigen atau tertutup rapat selama satu minggu untuk proses fermentasi, kemudian baru disimpan di lemari es. Hasilnya, daging mentah bekamal, bisa bertahan hingga 4 bulan. Dari proses fermentasinya, daging bekamal mengeluarkan aroma segar. Soal rasa daging bekamal cenderung asam bercampur asin.

untuk menikmatinya, daging ini kemudian diolah kembali untuk dikonsumsi sebagai lauk. Sebelum diolah kembali, untuk meminimalisir aroma yang khas, daging bekamal harus dicuci dengan air bersih lalu direndam semalaman dengan air perasan jeruk. Hal ini dilakukan ,selain mengurangi aroma khas, juga mengurangi rasa asin yang dominan pada bekamal. Oleh masyarakat Osing di Desa Gintangan, daging Bekamal menjadi isian lauk pada nasi bambu atau Sego Jajang. Untuk mencoba rasa Bekamal yang telah diolah, anda bisa mengunjungi rumah makan di desa Gintangan, Banyuwangi. Selain itu, bekamal juga dijual secara umum dalam bentuk kemasan.

kata Bekamal diambil dari bahasa Jawa dan Using, yang berarti supaya amalnya penuh.  Kuliner tradisional ini, diperkirakan sudah ada sejak abad 16 saat Agama Islam mulai masuk ke kerajaan Blambangan, karena saat itu, masyarakat sudah mengenal perayaan  Idul Adha, sehingga stok daging berlimpah saat kurban. Kerajaan ini merupakan pecahan kerajaan Majapahit terakhir di Pulau Jawa. Limpahan daging oleh masyarakat diawetkan dengan dibuat Bekamal. Dahulu oleh masyarakat setempat, setelah dibumbui, daging dimasukkan ke dalam kendil lalu ditutup rapat-ratap hingga minimal 10 hari. Nah setelah dianggap matang baru diambil sedikit-sedikit untuk dimasak tumis sebagai lauk.