ofra voi

ofra voi

29
March

VOI WARNA WARNI Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya menjaga dan meningkatkan kualitas ikan Indonesia. Untuk itu KKP mengembangkan laboratorium uji untuk mendeteksi kondisi ikan yang sudah ditangkap. Apakah ikan itu ditangkap dengan cara destructive fishing (aktifitas penagkapan ikan tidak ramah lingkungan) atau bukan. Demikian dikatakan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Rina dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, hal itu menunjukkan Kementerian Kelautan dan Perikanan terus berkomitmen meningkatkan mutu produk perikanan Indonesia sekaligus menjaga kelestarian alam. Sejauh ini, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan sudah bisa mendeteksi ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan bahan peledak atau bom ikan. Namun, untuk ikan yang ditangkap dengan menyemprotkan racun, pihaknya belum dapat mendeteksi.

Rina menjelaskan, sulitnya pendeteksian karena ikan yang ditangkap menggunakan racun tidak terlihat secara fisik. Biasanya ikan hanya pingsan dan akan pulih setelah dipindahkan ke air yang tak terkontaminasi. Sedangkan mendeteksi ikan hasil pemboman lebih mudah karena dapat dilihat dari fisiknya, seperti tulang dan punggung rusak, serta bagian dalam ikan hancur.

Melalui pengembangan uji laboratorium ini, pendeteksian ikan akan dilakukan melalui darah. Pihaknya bekerjasama dengan Direktorat Jendral Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Institut Pertanian Bogor untuk merealisasikan inovasi tersebut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan melarang penangkapan
 ikan yang tak ramah lingkungan, karena dapat merusak ekosistem. Di antaranya membunuh terumbu karang dan biota laut lainnya. Rina memastikan, ikan-ikan hasil penangkapan yang tak ramah lingkungan (destructive fishing) tidak akan lolos sertifikasi. Seperti diketahui Ikan yang tidak lolos sertifikasi tidak bisa dikirim ke daerah tujuan. Hal ini diharapkan akan dapat mendorong pelaku usaha perikanan untuk melakukan penangkapan yang ramah lingkungan.


29
March

VOI PESONA INDONESIA Indonesia yang terdiri dari beragam daerah memang memiliki beragam kuliner yang bisa ditemukan di setiap pelosok daerah negeri ini. Kali ini kita akan mengajak anda ke Jawa Timur, Bangil, sebuah kecamatan yang menjadi ibu kota Kabupaten Pasurauan, yang juga memiliki beragam kuliner untuk menikmati salah satu kuliner khasnya, yaitu Nasi Punel.

Nasi Punel berasal dari kata pulen, yang berarti pulen, yaitu matangnya pas, tidak terlalu kering dan juga tidak terlalu lembek. Nasi Punel dibuat dari beras pada umumnya. Bedanya hanya dari cara memasaknya. Agar nasinya pulen, maka beras yang sudah dicuci bersih direndam dengan air panas kurang lebih l ima belas sampai dua puluh menit. Baru kemudian ditanak seperti biasa.

Pada awalnya Nasi Punel hanyalah makanan yang dijajakan keliling dari kampung ke kampung pada pagi hari. Nasi Punel yang dikemas dengan lembaran daun pisang ini semakain lama semakin digemari masyarakat sebagai sarapan pagi. Karena pembeli semakin banyak, maka banyak penjaja Nasi Punel yang akhirnya membuka warung di pinggir jalan . Semakin lama warung yang menjual Nasi Punel semakin banyak. Walaun biasanya nasi Punel ini untuk sarapan,tetapi banyak warung nasi Punel yang mulai buka pagi hari mulai jam 07.00 sampai jam 17.00 sore. Karena ketika memasuki jam makan siangpun, warung-warung yang menjual nasi Punel juga ramai dikunjungi pembeli.

Nasi Punel merupakan nasi campur, karena biasanya di dalamnya terdiri dari beragam lauk pauk, seperti tahu, tempe, ayam bumbu Bali, sambal kacang panjang yaitu potongan kacang panjang mentah yang dicampur sambal tomat yang pedas, sayur nangka muda, pepes kelapa dan beragam gorengan seperti daging sapi, babat, usus hingga paru yang gurih. Nasi Punel ini memiliki rasa pedas dan bumbu rempah yang kuat. Untuk menambah kenikmatan Nasi Punel ini biasanya di atas nasi pulen ini masih ditambah dengan taburan serundeng , yaitu parutan kelapa yang disangrai dengan bumbu. Sebungkus nasi punel ini bisa untuk mengganjal perut anda dari pagi hingga siang hari. Dan dengan uang Rp. 10.000 hingga Rp. 20.000 anda bisa mendapatkan Nasi Punel komplit dengan berbagai tambahan laut pauk sesuai keinginan anda. Sampai saat ini Nasi Punel masih mempertahankan kemasannya dengan daun pisang .

Nasi Punel yang menjadi makanan khas Kota Bangil ini tentu saja dapat dengan mudah anda jumpai di sejumlah tempat di kota Bangil. Biasanya warung-warung yang menjual Nasi Punel ini tidak terlalu luas dan cenderung sempit, tetapi walaupun demikian para pelanggan tidak mempersoalkan tempat meja kursi yang kadang berhimpitan satu sama lain. Ada yang mengatakan justru yang seperti inilah yang membuat kesan , karena mempertahankan suasana menyantap makanan khas nasi Punel. Tetapi walaupun warung-warung yang menjual nasi Punel ini tetap mempertahankan keasliannya, ternyata para pelanggan tetap menyukainya. Penjual juga berpendapat walaupun dikemas secara sederhana tetapi kualitas dan cita rasa kuliner nasi punel ini tetap terjaga. Bahkan penjual Nasi Punel tetap optimis bahwa keberadaan Nasi Punel akan dicari sepanjang masa.

25
March

VOI WARNA WARNI Saat ini, masyarakat Indonesia mulai melirik kembali obat-obatan tradisional untuk menumbuhkan imunitas tubuh. Fenomena ini salah satunya dikarenakan oleh merebaknya pandemi Coronavirus (COVID-19) di Indonesia supaya memaksa orang berperilaku hidup sehat. Dilansir dari laman UNPAD, jika dilihat dari sisi sejarah, tanaman herbal sudah banyak dipergunakan nenek moyang Indonesia untuk pengobatan tradisional. Hal ini banyak tertuang dalam naskah kuno Nusantara, termasuk di antaranya pada naskah Sunda. Menurut Dosen Departemen Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr. Elis Suryani Nani Sumarlina, M.S., ada beberapa naskah kuno Sunda yang mengungkap seluk beluk tanaman obat dan pengobatan tradisional.

Pengobatan tradisional terkuak lewat naskah Sunda kuno abad 16 Masehi, Kropak 421 yang berisi mantra penangkal, Darmapamulih (mantra pengobatan), juga pada Kropak 409 . Naskah tersebut berbahan lontar juga memanfaatkan aksara dan bahasa Sunda Kuna. Naskah ini menguak tumbuhan yang berfungsi sebagai penangkal serangan penyakit beserta cara pengobatannya.Pada naskah ini, sejumlah tanaman herbal seperti jenis-jenis kunyit, temulawak, juga kunir diungkap manfaatnya. Temulawak memiliki kandungan minyak atsiri, yang berkhasiat menumbuhkan daya tahan tubuh. Kunir selain menumbuhkan kekebalan tubuh, mengobati demam, diare, antikanker dan scabies, mencegah depresi, mengatasi peradangan, mencegah alzheimer, maag, menghambat kerusakan kromosom, menjaga kekuatan otak, menurunkan depresi, dan menjaga gula pada penderita diabetes. 

Ada pula disebutkan khasiat dari tanaman lainnya, seperti rumput teki sebagai obat jantung, asma, dan kanker, daun sembung untuk menyembuhkan flu, batang secang sebagai obat radang dan demam, juga babadotan untuk mengatasi demam dan malaria. Tentang imunitas tubuh, naskah tersebut juga mengatakan sejumlah nama tanaman, anatar lain sirsak, daun katuk, kencur, daun binahong, jahe, buah jeruk, hingga kayu manis. Untuk menyembuhkan batuk, jahe, asem, adas, hingga asparagus adalah beragam tanaman yang bisa dipergunakan. Dr. Elis menyampaikan, bawang putih dan bawang merah juga dapat dipergunakan untuk menumbuhkan imunitas tubuh. Dalam naskah disebutkan, bawang putih dan jahe diparut, ditambah sedikit garam. Hasil campurannya disebutkan berkhasiat menyembuhkan penyakit paru-paru basah.

 

 

19
March

VOI PESONA INDONESIA Sulawesi Selatan memiliki berbagai tradisi  yang unik seperti, Rambu Tuka, Accera Kalompong, Mappalili dan lain-lain. Diantara tradisi tersebut, ada yang sampai saat ini masih tetap dilakukan oleh penduduk Sulawesi Selatan, khususnya suku Bugis. Tradisi tersebut adalah tradisi Mappalili atau Appalili dalam bahasa Makasar.

Kata Mappalili berasal dari kata “Palili” yang berarti menjaga tanaman padi dari sesuatu yang mengganggu atau menghancurkan. Berarti, tradisi ini bertujuan untuk menjauhkan daerah yang akan ditanami dari gangguan yang biasanya mengurangi hasil produksi. Tradisi ini adalah ritual turun-temurun yang dilaksanakan  oleh masyarakat Bugis kuno yang dikenal dengan sebutan Bissu. Komunitas ini tersebar di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, yaitu di Pangkep, Bone, Soppeng, dan Wajo.

Ritual ini dipimpin langsung oleh Puang Matoa dengan berkumpul di rumah Arajang, tempat menyimpan pusaka. Puang Matoa memulai dengan menggunakan Katto-katto, sejenis kentongan untuk memanggil anak laki-laki dan Kalung-kalung untuk memanggil anak perempuan. Kemudian Puang Matoa akan menyanyikan nyanyian adat mereka untuk membangunkan Arajang(pusaka) dan diakhiri dengan mengarak arajang keliling kampung yang menjadi aba-aba untuk waktunya membajak sawah. Arajang atau pusaka di setiap daerah berbeda. Di Pangkep, Arajang berupa bajak sawah yang terbuat dari kayu dan sudah ada sejak tahun 1330. Di Soppeng berupa sepasang Ponto atau gelang berkepala naga yang terbuat dari emas murni. Sedangkan di Bone dan Wajo berupa keris.