ofra voi

ofra voi

18
March

Festival Sinema Australia-Indonesia kembali digelar untuk keempat kalinya. Festival yang dimulai sejak tahun 2015 itu menawarkan banyak film terbaik karya Australia ataupun Indonesia. Beragam genre film pun akan diputar di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Mataram, dan Lombok. Di Jakarta festival berlangsung pada 14 hingga 17 Maret, di Mataram pada 15 hingga 17, Makasar pada 22 hingga 24, Bandung 23 dan 24 dan Surabaya pada 29 hingga 31. Mataram dan Nusa Tenggara Barat merupakan lokasi baru untuk semakin mengembangkan festival ini. Selain akan menayangkan film-film terbaik Australia dan Indonesia, festival ini juga akan dipersembahkan secara gratis. Festival ini diadakan guna membuka peluang untuk koneksi antara film Australia dan Indonesia dengan banyak kegiatan kolaborasi sineas Indonesia dan Australia.

Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2019 resmi diadakan di Jakarta dengan diputarnya film 'Ladies in Black'. Film ini merupakan film Australia yang menang penghargaan dalam Australia Academy of Cinema and Television Arts 2018.Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gary Quinlan mengapresiasi festival tahun ini. Ia mengatakan festival sinema seperti ini menguntungkan bagi dua negara, Australia dan Indonesia.Menurutnya, diselenggarakannya festival sinema secara rutin setiap tahun membuat industri perfilman terus berbenah, dan meningkatkan kualitasnya. 

Tidak hanya film Australia saja yang unjuk gigi dalam festival kali ini, film Indonesia seperti 'Ada Apa Dengan Cinta' dan 'Ada Apa Dengan Cinta 2' juga akan ditayangkan sebagai film klasik modern. Selain itu, penonton juga berkesempatan untuk menonton film pemenang penghargaan karya Kamila Andini dengan judul 'The Seen and Unseen'. Serangkaian masterclass pun digelar dengan tujuan meningkatkan kolaborasi antara sineas dari dua negara. Paul Damien Williams, sutradara dan penulis film dokumenter "Gurrumul" juga menghadiri pembukaan festival di Jakarta. Paul akan hadir dalam sesi tanya jawab serta menghadiri masterclass di Jakarta serta Mataram. Simon Wilmot dan Dr. Victoria Duckett, dosen dari Deakin University, juga akan menjadi pemateri di lokakarya untuk sineas muda Indonesia di Jakarta, Makassar dan Bandung.

 

18
March

Nusa Tenggara Timur yang terkenal akan wisata alamnya tenyata tidak hanya memiliki objek wisata alam yang memukau, tetapi juga memiliki wisata budaya seperti, Rumah Adat Mbaru Embo yang berada di Kampung Mok, Desa Mbengan, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur. Rumah adat ini unik karena, rumah ini tidak pernah di huni oleh manusia.

Kampung Mok tempat dimana Rumah Adat Mbaru Embo ini berada merupakan perkampungan tua yang dihuni oleh suku Nanga. Warga kampung ini percaya bahwa Mbaru Embo adalah hunian khusus arwah leluhur. Pasangan Embo Lenang dan Embo Teje diyakini sebagai tetua utama leluhur penghuni rumah adat itu.

Sesuai dengan tuntutan adatnya, Mbaru Embo berdiri di ketinggian punggung bukit bagian hulu kampung. Bangunannya berkolong, berbentuk melingkar, dengan satu titik yang merupakan puncak atap. Sebagian besar kerangka bangunan dari bahan bambu dan beratap ijuk. Suasana rumah leluhur itu selalu hening karena tidak berpenghuni dan lokasinya agak terpisah sekitar 50 meter hingga 200 meter dari jejeran perumahan warga.

Lokasi Kampung Mok berjarak 30 kilometer disebelah utara Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur. Berkunjung ke perkampungan ini tidak sulit karena sudah terhubung dengan jalur beraspal, meskipun disejumlah lokasi masih berlubang sehingga pengendara harus berhati-hati.

Jika berkunjung untuk melihat Rumah Adat Mbaru Embo, ada 5 peraturan yang harus dipatuhi oleh pengunjungnya. Pertama, pengunjung hanya boleh berada di luar rumah adat. Kedua, tidak boleh merokok. Ketiga, tidak boleh memakai baju berwarna merah. Keempat, tidak boleh mengambil foto rumah adat. Untuk mengambil foto pengunjung harus mendapat persetujuan tetua dan melakukan sebuah ritual adat. Kelima, tidak boleh membawa alat penerangan.

17
March

Guha Pawon adalah sebuah goa purbakala yang terdapat di Desa Gunung Masigit, Cipatat, Padalarang, kabupaten Bandung Barat. Guha/ goa ini merupakan tempat yang sangat penting bagi masyarakat Jawa Barat, khususnya suku Sunda. Menurut cerita, tempat ini adalah tempat asal nenek moyang orang Sunda . Kebenaran cerita ini diperkuat dengan ditemukannya tulang belulang dan serpihan batu oleh peneliti. Diperkirakan peninggalan purbakala ini sudah berusia 10 ribu tahun . Hasil penelitian membuktikan tulang tersebut adalah milik manusia yang dahulu hidup di dalam goa, sedangkan serpihan batu merupakan perkakas yang digunakan pada zaman itu . Salah satu alasan goa ini dinamakan Guha Pawon adalah karena di sini ditemukan banyak perkakas rumah tangga peninggalan jaman dahulu .

untuk sampai ke tempat wisata ini tidak terlalu sulit. Karena jalannya tidak jauh dari jalan utama, sehingga bisa menggunakan transportasi umum. Jika berangkat dari Bandung, anda bisa menggunakan bus antar kota jurusan Bandung-Sukabumi atau Cianjur, dengan membayar Rp. 15.000 (Lima belas ribu Rupiah). Kemudian anda turun di Cipatat, Padalarang setelah melihat gapura bertuliskan “Selamat datang di Objek wisata Guha Pawon”. Jarak dari gapura ke obyek wisata Guha Pawon sekitar 2 Kilometer. Anda bisa menggunakan motor sewaan atau berjalan kaki dengan melewati perkampungan warga .

Untuk tiket masuk Ke Guha Pawon, pengunjung hanya membayar Lima ribu Rupiah per orang. Harga yang cukup terjangkau untuk tempat wisata yang kental dengan nilai edukasi. Ketika anda akan memasuki mulut goa yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat parkir, anda akan disambut oleh kawanan monyet-monyet liar. Tetapi tidak perlu khawatir , karena monyet-monyet di Guha Pawon ini tidak mengganggu dan memang monyet-monyet ini hidup bebas di sekitar Guha Pawon.

untuk bisa masuk ke dalam Guha Pawon yang memiliki panjang 38 meter dan lebar 16 meter ini , anda harus mendaki bebatuan, karena mulut goa terletak beberapa meter di atas tanah. Oleh karena itu disarankan untuk memakai sepatu atau sandal gunung. Setelah sampai di mulut goa, anda harus melalui sebuah anak tangga kecil dari kayu untuk bisa masuk ke dalam lambung goa. Sementara di langit-langit goa, kawanan kelelawar terbang berputar-putar .   Goanya sendiri tidak terlalu besar, di dalam goa anda bisa melihat susunan bebatuan yang artistik, replika fosil manusia purba di sudut ruangan goa yang dilindungi pagar pengaman.

bila anda sedang berlibur ke Bandung , sempatkanlah untuk mengunjungi Goha Pawon ini. Dapat dipastikan liburan anda semakin berkesan. Kami akhiri Pesona Indonesia hari ini, kita bertemu lagi besok, tentu saja dengan topik yang lebih menarik. Inilah Suara Indonesia, dari Indonesia menuju dunia.

14
March

Dangdut merupakan musik khas Indonesia yang merupakan bagian dari budaya dan cerminan masyarakat Indonesia. Penikmat musik ini pun cukup banyak dari berbagai jenis usia. Sayangnya, tidak seperti genre musik lainnya, seperti pop, rock, jazz, atau electronic dance music (EDM), yang telah memiliki panggung kelas festival, musik dangdut justru belum memilikinya. Karena itu, sebuah festival dangdut bertajuk “Indonesia Dangdut Festival 1.0” digelar Juli mendatang. Festival musik ini berfungsi sebagai muara dan tolok ukur musik dangdut. Festival ini merupakan kali pertama di Indonesia yang mengkhususkan pada genre dangdut sebagai tempat ekspresi dan memberikan apresiasi seluruh insan musik dangdut Indonesia.

 

“Indonesia Dangdut Festival 1.0” akan digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 6 Juli 2019. Festival ini dilakukan selama sehari dimana seluruh insan dangdut Indonesia berkumpul di satu tempat. Di sana akan disediakan Panggung Festival Dangdut, Panggung Legenda, Panggung Dang, Panggung Dut, dan Panggung Klasik (Dangdut Melayu/Klasik). Puluhan artis dangdut yang berasal dari lintas generasi, mulai dari Raja Dangdut H. Rhoma Irama hingga Siti Badriah dan Dua Anggrek.

Akan tampil pula penyanyi cantik Zaskia Gotik, Fitri Karlina, Ayu Soraya, Ridho Roma, Trio Macan, Rita Sugiarto, Bunga Rampai (Delia Paramitha, Novy Ayla, Rini Andriyani, dan Eva Queen), Mila Rosa.

Selain sajian performa dari para musisi dangdut, akan ada juga rangkaian acara lain, seperti diskusi, seminar, dan bazar. Tak hanya itu,  digelar juga penghargaan untuk insan di industri musik Dangdut Indonesia, termasuk peluncuran chart TANGGA LAGU. Dalam festival ini, seluruh penampil, pekerja, dan sponsor adalah orang Indonesia. Acara ini menggunakan standar layanan konser yang baik, mulai dari pembelian tiket online dan offline, penukaran tiket, merchandise, dan lain-lain.