Setelah pekan lalu transisi kepemimpinan terjadi di Aljazair, Afrika Utara, kini, terjadi lagi proses sama di kawasan timur Afrika. Kamis (11 April 2019), Presiden Sudan Omar Al Bashir harus menyerahkan kekuasaannya kepada militer. Langkah ini dilakukan setelah unjuk rasa yang digelar oleh rakyat Sudan sejak bulan Desember tahun lalu. Dengan penyerahan kekuasaan itu, rezim Omar al-Bashir yang sudah berkuasa hampir 3 dekade telah berakhir.
Omar al Bashir memerintah setelah menggulingkan pemerintahan terpilih bulan Juni tahun 1989. Dalam masa pemerintahannya, terjadi perpecahan antara Sudan Utara yang mayoritas muslim dan Sudan Selatan yang menganut Nasrani. Pada tahun 2003, al Bashir mencoba meredam pemberontakan dan sekitar 30 ribu orang tewas. Pada tahun 2005, dia menandatangani perjanjian damai dengan pemberontak di Sudan Selatan. 6 kemudian, negara baru Sudan Selatan memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tahun 2009, al Bashir divonis bersalah atas kejahatan perang oleh Pengadilan Internasional yang mengeluarkan surat perintah penangkapan kepada al Bashir. Uniknya pada tahun 2010, dia terpilih menjadi presiden meski ditentang oleh oposisi. Pada tahun 2015, dia masih terpilih menjadi presiden periode kedua.
Sukacita menyeruak di kalangan yang mengharapkan turunnya pemerintah al Bashir. Tetapi, itu belum menjadi akhir dari perjuangan. Kelompok pengunjuk rasa dibawah organisasi Asosiasi Profesional Sudan (SPA) tetap menggelar unjuk rasa untuk mendorong terbentuknya pemerintahan sipil. Penguasa militer setelah pengambil-alih menetapkan keadaan darurat selama 3 bulan dan membekukan Konstitusi.
Kini dunia berharap agar dalam masa transisi, keadaan menjadi semakin baik dan Pemilihan Umum untuk dapat menentukan pemerintahan sipil dapat terwujud. Masalahnya adalah apakah pihak militer dapat menciptakan suasana kondusif pasca peralihan kekuasaan. Jika tidak, militer akan semakin lama memegang kendali pemerintahan yang pada akhirnya terbentuk rezim militer baru seperti halnya 30 tahun lalu. Kuncinya adalah rakyat Sudan harus bersabar dan militer negeri itu tahu diri bahwa masa depan Sudan ditentukan oleh rakyat Sudan.