Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (RI) pada Selasa, 13 Februari mengudang Chief Executive Officer (CEO) dari berbagai perusahaan asal Indonesia untuk makan malam dengan para Duta Besar Indonesia yang bertugas di luar negeri. Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi dalam kesempatan tersebut meminta para Chief Executive Officer (CEO) dari berbagai perusahaan asal Indonesia agar mau bekerjasama dengan para diplomat atau Duta Besar Indonesia, khususnya di negara – negara tujuan ekspor non tradisional agar target tersebut dapat tercapai.
" Pada kesempatan kali ini khususnya saya meminta kepada duta besar di negara tujuan ekspor non tradisional untuk merapat pada para CEO, kalau perlu digandeng tangannya agar`kita bisa bekerjasama meningkatkan ekspor dan juga meningkatkan investasi dan menginvestasikan ke negara –negara tersebut. Jadi diplomasi ekonomi kita menjadi ujung tombak. Diplomasi ekonomi juga kita fokuskan selain memaintain pasar tradisional adalah untuk pasar – pasar non tradisional ".
Retno Marsudi menambahkan, saat ini para diplomat atau Duta Besar Indonesia yang bertugas di luar negeri memiliki target di sektor ekonomi yang harus dicapai terkait dengan upaya diplomasi ekonomi Indonesia. Menurut Retno Marsudi, para CEO tersebut merupakan ujung tombak dari diplomasi ekonomi Indonesia yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo. (Rezha)
Ekspor Indonesia ke Taiwan terus mengalami peningkatan. Pada periode Januari hingga November tahun 2017, Ekspor Indonesia ke Taiwan mencapai USD 4,4 miliar, meningkat 12,06% dibandingkan periode yang sama di tahun 2016.
Selama periode Januari–November tahun 2017, Indonesia mengalami surplus perdagangan USD 1,47 miliar dari perdagangan dengan Taiwan. Angka ini naik 3,06% dibandingkan periode yang sama tahun 2016.
"Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia-KDEI Taipei akan terus mendorong peningkatan ekspor ke Taiwan dan kita harapkan Indonesia selalu surplus perdagangan dengan Taiwan,” ungkap Kepala KDEI Taipei Robert J. Bintaryo melalui pers rilis.
Selama Januari hingga November tahun 2017 total keseluruhan perdagangan Taiwan dengan Indonesia mencapai USD 7,34 miliar atau naik sebesar 14,06% dibandingkan periode yang sama di tahun 2016.
Saat ini, Indonesia menjadi negara asal impor urutan ke-10 dengan nilai USD 4,406 miliar atau 1,86% dari total impor Taiwan. Ekspor utama Indonesia ke Taiwan tahun 2017, didominasi oleh batu bara, gas alam, minyak mentah, kapasitor elektrik, dan timah yang belum ditempa.
Untuk tahun 2018 ekspor Indonesia ke Taiwan ditargetkan naik 7,8%. Sedangkan untuk produk target ekspor antara lain produk makanan dan minuman, furnitur, kerajinan, pertanian, bahan tambang, alas kaki, garmen, dan perikanan. Sementara itu, impor utama Indonesia dari Taiwan didominasi oleh minyak bumi olahan, kain rajutan, kondensor untuk tenaga uap, kain dari serat sintetis, serta mesin untuk manufaktur produk plastik dan karet.
Robert menjelaskan, KDEI-Taipei secara berkelanjutan melakukan promosi produk Indonesia dengan berpartisipasi dalam pameran berskala internasional di Taiwan. Selama tahun 2017, pameran yang diikuti antara lain Taiwan International Halal Expo, Taiwan Fisheries and Seafood Show 2017, dan Agriculture Week 2017, serta Taiwan Coffee Show 2017.
Selain itu, strategi yang dilakukan untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke Taiwan antara lain misi dagang, misi pembelian yang juga terintegrasi dengan promosi investasi, pariwisata, dan kerja sama industri. “KDEI Taipei juga memfasilitasi pengusaha Indonesia dan Taiwan dalam kegiatan business matching sebagai tindak lanjut baik dari inquiry eksportir maupun importir Taiwan,” tutur Robert.Sekar/Pers Rilis Biro Humas Kemendag
Indonesia dan Maroko berupaya melakukan kerjasama terkait promosi moderasi dan dialog lintas agama. Pengembangan kedua hal tersebut sangat memungkinkan karena kedua negara selama ini sudah menjalankan program tersebut di masing–masing negara. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (RI) A.M Fachir kepada media usai pertemuan bilateralnya dengan Wakil Menteri Luar Negeri Maroko, Mounia Boucetta di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta pada Selasa, 13 Februari.
“Kita juga berdiskusi tentang bagaimana mempromosikan moderasi. jadi mereka juga mempunyai program itu, kita punya program juga, baik mempromosikan moderasi terus kemudian dialog lintas agama. Kita punya program yang sama yang kemudian bisa dikerjasamakan antara Maroko dan Indonesia. Dan bisa jadi kita juga share dengan negara–negara lain.”
Selain itu, A.M Fachir dalam kesempatan yang sama juga menyampaikan bahwa Maroko berkeinginan untuk menjadi mitra sektoral dari ASEAN. Oleh karena itu dalam pertemuan bilateralnya dengan Wakil Menteri Luar Negeri Maroko, Mounia Boucetta pihaknya berupaya untuk mengidentifikasi sektor yang potensial untuk dikembangkan oleh kedua negara dan negara anggota ASEAN lainnya. (Rezha)
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia menerima kunjungan bilateral dari Wakil Menteri Luar Negeri Maroko, Mounia Boucetta di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa, 13 Februari. Kepada wartawa A.M Fachir menjelaskan, dalam pertemuan tersebut keduanya membahas pengembangan hubungan kerjasama antara kedua negara. Dalam pertemuan itu pula Maroko menyatakan dukungannya kepada Indonesia untuk menjadi anggota tidak tetap dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB).
“ Ya ini kunjungan dari Secretary of State dari Maroko, counterpart saya, intinya kita mencoba membahas bagaimana memajukan hubungan dan kerjasama. Kita terimakasih kepada Maroko yang mendukung kita untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Kemudian bahwa juga kita tidak ada masalah politik, tapi kita selalu bekerja bersama di dalam isu–isu internasional. Tapi secara bilateral tantangan kita adalah bagaimana menerjemahkan yang baik itu di dalam kerjasama yang saling menguntungkan “.
A.M. Fachir menambahkan, dalam pertemuan tersebut dirinya juga menekankan perlunya sebuah perjanjian antara Indonesia dan Maroko untuk memfasilitasi pelaku bisnis Indonesia yang ada di Maroko. Indonesia sendiri pada bulan Januari lalu telah mengusulkan sebuah draf Preferential Trade Agreement (PTA) kepada Maroko. Draf perjanjian tersebut rencananya akan dibahas dalam waktu dekat agar pelaku bisnis Indonesia di Maroko dapat meningkatkan kinerja mereka. Menurut A.M. Fachir data terakhir yang berhasil dihimpun terkait perdagangan Indonesia dan Maroko, terjadi penurunan volume perdagangan yang cukup signifikan di angka 110.000 Dollar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya yang mencapai 150.000 Dollar AS. (Rezha)