Pemerintah Indonesia lewat Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri secara resmi melakukan pemangkasan hari cuti bersama tahun 2020 dari yang sudah disepakati sebelumnya 11 hari menjadi 8 hari. Pemerintah menghapus 3 hari cuti bersama yang sudah ditetapkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional 2020, yakni Pengganti Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah tanggal 28, 29, dan 30 Desember 2020.
Penghapusan 3 hari cuti bersama dimaksudkan untuk mencegah penyebaran covid-19 semakin meluas karena masyarakat akan memanfaatkan hari libur untuk pulang kampung atau mengunjungi tempat-tempat wisata.
Tampaknya pemerintah telah belajar dari keputusan sebelumnya, ketika memberlakukan cuti bersama cukup panjang di akhir Oktober lalu, dan tidak ingin mengulang kesalahan itu. Lonjakan kasus positif covid-19 belakangan ini memang sangat erat hubungannya dengan liburan cuti bersama yang lumayan panjang saat itu. Cuti bersama tentu bukan satu-satunya faktor, tapi bisa kita duga sebagai faktor terbesar. Mengapa? Karena penambahan kasus positif terjadi tepat dua minggu setelah masa liburan tersebut. Karena itu sudah benar kiranya jika pemerintah memangkas cuti bersama di akhir tahun. Tidak hanya memangkas cuti bersama, larangan mudik seperti yang diberlakukan pemerintah saat libur Lebaran beberapa waktu lalu pun barangkali perlu dipertimbangkan untuk meminimalkan sebaran virus.
Namun, apakah pemangkasan cuti bersama diakhir tahun ini akan efektif untuk menekan penyebaran covid-19 ? Mungkin tidak. Kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan Protokol Kesehatan sangat penting. Penyebaran akan dapat ditekan dengan kedisiplinan yang tinggi dari masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan dengan 3M ( yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak). Tapi ini juga belum cukup, konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan 3T (tracing, testing, treatment) atau penelusuran, pemeriksaan dan pengobatan serta penegakan aturan protokol kesehatan sangat penting.
Pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya dapat membangun sinergi untuk menahan laju penyebaran pandemi covid-19 yang sempat mencatat angka positif harian hampir 8.400 orang beberapa hari lalu. Tanpa disiplin dan kerjasama, maka pemangkasan hari cuti bersama akhir tahun ini akan sia-sia.
Dampak kejahatan siber dapat menjangkau siapa saja di dunia yang saling terhubung melalui internet. World Economic Forum mencatat kejahatan siber telah menjelma sebagai ancaman global sejak 2012 dan kini semakin marak. Ancaman kejahatan siber mengintai berbagai sektor, mulai dari pemerintahan, pelaku industri, sampai di level individu. Jenis kejahatannya pun beragam, seperti kebocoran data pribadi, peretasan, dan penipuan.
Menurut data dari Kepolisian Republik Indonesia -Polri, ada 4.250 kejahatan siber pada Januari hingga November 2020. Pada banyak kasus, pelaku kejahatan siber menggunakan antusiasme masyarakat memenuhi kebutuhan informasi tentang perkembangan dan penanganan pandemi Covid-19 sebagai pembuka jalan untuk menyusup masuk pada suatu infrastruktur teknologi informasi untuk mencuri data sensitif.
Perubahan pola hidup masyarakat Indonesia di masa pandemi Covid-19 yang cenderung lebih banyak mengandalkan internet turut berimbas pada kenaikan jumlah kejahatan siber.
Indonesia perlu ekstra waspada terhadap kejahatan siber. Pasalnya, Interpol dalam “ASEAN Cyber Threat Assessment 2020” mengungkapkan, Indonesia menjadi target serangan phishing tertinggi di ASEAN pada 2019.
Status Indonesia sebagai pasar terbesar ke-7 dunia dengan kemajuan infrastruktur dan teknologi dalam meningkatkan perekonomian menjadikan Indonesia target berharga bagi kejahatan siber.
Meningkatnya penetrasi pengguna internet di Indonesia menjadikannya rentan terkena serangan siber. Peningkatan ini tidak sejalan dengan kemampuan dan pengetahuan pengguna baru dalam melindungi diri dari serangan siber.
Aktivitas Work From Home (WFH) juga membuat ancaman siber meningkat. Sebab, orang-orang bekerja melalui koneksi internet di luar kantor yang tidak terjamin keamanannya, sehingga rentan terjadi kebocoran baik data pekerjaan individual maupun data confidential perusahaan.
Lembaga penegak hukum dan tim keamanan siber baik nasional maupun swasta harus proaktif dalam memerangi kejahatan siber. Tim keamanan siber perlu mengidentifikasi potensi kejahatan siber sebelum serangan terjadi.
Pada ranah individu, setiap pengguna internet harus waspada terhadap email atau alamat domain. Pengguna internet perlu memeriksa keabsahan alamat domain dan email.
Hubungan Iran dan Israel kini dalam titik terendah. Tewasnya ilmuwan Nuklir terkemuka Iran Mohsen Fakhrizadeh, menjadi penyebab ketegangan yang semakin memuncak. Iran bahkan telah memberikan ancaman akan menyerang kota Haifa di Israel yang merupakan kota Pelabuhan yang sangat strategis.
Bagi Iran, meninggalnya Fakhrizadeh merupakan pukulan berat dan kehilangan tokoh yang sangat diandalkan. Mohsen Fakhrizadeh bagi Iran adalah asset yang sangat berharga. Iran menjulukinya sebagai Bapak Bom Nuklir Iran. Pada awal 2000an Fakhrizadeh mendirikan program militer Republik Islam Iran. Sebagai andalan negaranya, almarhum Fakhrizadeh sangat dilindungi oleh pemerintah Iran. Namun Jum’at lalu ia terbunuh dalam sebuah serangan senapan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh (remote control). Tewasnya tokoh nuklir itu merupakan pukulan bagi pertahanan Iran. Hossein Salami, Kepala Korps Pengawal Revolusi Iran serta merta menuduh Israel merancang dan mengarahkan pembunuhan tersebut.
Media massa Iran, Kayhan menanggapi terbunuhnya bapak nuklir Iran itu dengan anjuran provokatif. Kayhan pada hari Minggu menyarankan pemerintahnya untuk menyerang kota Pelabuhan Haifa dan meluluh lantakkan fasilitas di sana.
Sebelum terbunuhnya ilmuwan nuklir Mohsen Fakhrizadeh, hubungan Iran Israel memang sudah buruk. Israel yang merupakan sekutu utama Amerika Serikat telah lama bermusuhan dengan Iran sejak tergulingnya Shah Iran akibat revolusi Islam yang dipimpin Ayatullah Khomeini. Sikap Amerika Serikat dalam ketegangan yang memuncak akhir akhir ini memang sudah jelas. Washington tidak mempersoalkan terbunuhnya ilmuwan nuklir Iran, bahkan menegaskan dukungannya kepada Israel yang dinyatakan melalui Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat. Washington mendukung Israel untuk membela diri sehubungan adanya ancaman Iran untuk menyerang Haifa.
Apakah ketegangan Iran Israel akan berubah menjadi perang karena Teheran akan menyerang Haifa, memang masih belum jelas. Masa peralihan pemerintahan di Washington sebagai hasil Pemilu baru baru ini, boleh jadi akan berpengaruh pada situasi yang menegangkan ini, termasuk langkah apa yang akan diambil Iran maupun Israel.
Hari ini, 1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Hari ini menjadi momen bagi masyarakat dunia untuk memberikan dukungan kepada Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA). Mungkin saat ini, perhatian bagi mereka berkurang, karena kita lebih fokus menghadapi Covid-19. Melalui tema Global Solidarity, Shared Responsibility, “Solidaritas Global, Tanggung Jawab Bersama”, kita diingatkan untuk kembali memberikan dukungan bagi mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS.
Dalam penanganan HIV dan AIDS, Indonesia menargetkan sukses mencapai Three Zero pada tahun 2030. Ketiga target itu adalah tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers tentang Peringatan Hari AIDS Sedunia, Senin (30/11) menjelaskan untuk langkah awal Indonesia adalah mencapai triple ninety, yaitu temuan status HIV mencapai 90 persen, dilanjutkan dengan 90 persen pengidap HIV mendapatkan terapi pengobatan antiretroviral (ARV ) sehingga 90 persen virus yang ada di masyarakat tersupresi dan tidak bisa menularkan kepada orang lain.
Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa penurunan temuan kasus HIV baru di masyarakat menurun hampir 40 persen menjadi 32 ribu kasus pada tahun ini. Tahun lalu, kurang lebih 52 ribu kasus terdeteksi. Penurunan kasus HIV ini disebabkan berkurangnya kunjungan ke fasilitas kesehatan di masa pandemi Covid-19. Penemuan kasus HIV di masyarakat ini penting agar orang yang mengidap penyakit menular tersebut segera diketahui dan bisa mendapatkan pengobatan dengan cepat dan tepat.
Pandemi Covid-19 tentu memperbesar kekhawatiran mereka yang terdeteksi HIV untuk mengunjungi pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Pemerintah sudah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi hal ini. Antara lain, bila sebelumnya obat antiretroviral diberikan setiap bulan pemeriksaan, pada masa pandemi, ODHA bisa mendapatkan obat itu untuk konsumsi beberapa bulan. Program lain yang dijalankan adalah dengan mengantar obat untuk mereka yang harus secara rutin mengkonsumsi obat itu .
Untuk sukses mengakhiri HIV/AIDS di Indonesia, tentu tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, daerah, lembaga kesehatan, atau lembaga swadaya masyarakat dalam sektor kesehatan. Diperlukan upaya bersama untuk mengatasinya. Dimulai dari kesadaran mereka yang terinfeksi secara rutin mengkonsumsi obat–obatan. Kesadaran mereka yang rentan terinfeksi dan tertular virus HIV/AIDS untuk melakukan pemeriksaan agar bisa terdeteksi dini. Kesadaran dari seluruh rakyat, agar mengetahui dan memahami dengan jelas proses penularan virus HIV/AIDS. Orangtua tidak boleh merasa tabu untuk menjelaskan penularan HIV/AIDS kepada anak-anaknya sedini mungkin. Sehingga anak-anak punya informasi dan pengetahuan lengkap terhadap penularan HIV/AIDS. Sehingga, generasi muda tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan mereka mudah terpapar, seperti melakukan seks bebas dan mengkonsumsi narkoba. Dengan solidaritas dan tanggung jawab bersama, angka penularan HIV/AIDS dan kematian karena AIDS bisa ditekan.