Menteri Kesehatan, Prof. Nila F. Moeloek, mengatakan, investasi di bidang kesehatan melonjak tajam. Hal itu disampaikan pada acara breakfast meeting yang dihadiri oleh Wakil Menteri Luar Negeri dan 34 Kepala Perwakilan RI pada hari Selasa, 13 Februari 2018. Dalam breakfast meeting yang diadakan di Hotel Borobudur tersebut, Menteri Kesehatan RI memaparkan pertumbuhan investasi di sektor kesehatan pasca disahkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan, total nilai investasi di sektor kesehatan melonjak dua kali lipat sejak disahkannya Inpres dimaksud. “Total nilai investasi di industri farmasi berada di angka Rp 2,6 triliun pada periode 2014-2015. Namun sejak disahkannya Inpres Nomor 6 tahun 2016, angka investasi di sektor ini melonjak ke angka Rp 5,38 triliun pada periode 2016-2017”, ujar Menteri Kesehatan. “Sementara peningkatan nilai investasi di industri alat kesehatan naik lebih tinggi lagi dari Rp 718 miliar di tahun 2014-2015 melompat ke angka Rp 3,91 triliun di tahun 2016-2017” Lanjut Menteri Kesehatan.
Kepala Perwakilan RI memiliki peran yang besar untuk menjaga momentum positif ini. Menteri Kesehatan menyampaikan beberapa langkah yang kiranya dapat dilakukan oleh para Kepala Perwakilan untuk terus mengawal tren positif di sektor kesehatan, antara lain, dengan mencari peluang kerja bagi perawat asal Indonesia, peningkatan ekspor alat-alat kesehatan, peningkatan investasi asing di sektor kesehatan, serta pembentukan kerja sama sister hospital antara rumah sakit di Indonesia dengan rumah sakit di luar negeri.
Wakil Menteri Luar Negeri, A.M. Fachir, menyampaikan bahwa Indonesia sebenarnya kebanjiran tawaran kerja sama di bidang industri kesehatan. “Seperti disampaikan oleh beberapa Duta Besar kita, beberapa potensi kerja sama yang sudah kita terima sejauh ini, antara lain, kerja sama pengembangan energi nuklir untuk kesehatan dengan International Atomic Energy Agency (IAEA), tawaran pengembangan insulin dan digital health dengan Denmark, tawaran kerja sama pengembangan mobile healthcare untuk wilayah terpencil dengan Belanda, serta pengembangan industri biofarma dengan Perancis”, ujar Wakil Menteri Luar Negeri. Untuk itu, Wakil Menteri Luar Negeri menegaskan pentingnya agar Kementerian Luar Negeri bersama-sama dengan Kementerian Kesehatan menyusun program kerja untuk segera merealisasikan langkah-langkah diplomasi kesehatan Indonesia demi peningkatan kerja sama internasional di sektor kesehatan.
Kepada wartawan, Menteri Kesehatan bersama-sama dengan Wakil Menteri Luar Negeri menyampaikan bahwa Kementerian Luar Negeri memegang peranan penting agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi industri kesehatan asing, namun juga menjadi pemain besar di tingkat dunia, baik sebagai perumusperaturan internasional di sektor kesehatan maupun sebagai global market player, melalui kolaborasi antara Pemerintah dengan seluruh pemangku kepentingan. “Indonesia selalu terlibat aktif dalam perumusan peraturan kesehatan di forum internasional. Indonesia, antara lain, merupakan anggota Executive Board WHO tahun 2018-2021, anggota Troika Steering Group Global Health Security Agenda, dan anggota Health Working Group G-20”, ujar Menteri Kesehatan.
Breakfast meeting ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan Rapat Kerja Kepala Perwakilan RI (Raker Keppri) tahun 2018 yang telah dimulai sejak tanggal 12 hingga 15 Februari 2018 dengan mengumpulkan 134 Kepala Perwakilan RI di luar negeri. Raker Keppri tahun 2018 difokuskan untuk membahas langkah-langkah diplomasi mengenai isu-isu strategis nasional, termasuk sektor kesehatan, sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada pembukaan Raker Keppri sehari sebelumnya./Sekar/Rilis Kemenlu
Ekspor Indonesia ke Taiwan terus mengalami peningkatan. Pada periode Januari hingga November tahun 2017, Ekspor Indonesia ke Taiwan mencapai USD 4,4 miliar, meningkat 12,06% dibandingkan periode yang sama di tahun 2016.
Selama periode Januari–November tahun 2017, Indonesia mengalami surplus perdagangan USD 1,47 miliar dari perdagangan dengan Taiwan. Angka ini naik 3,06% dibandingkan periode yang sama tahun 2016.
"Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia-KDEI Taipei akan terus mendorong peningkatan ekspor ke Taiwan dan kita harapkan Indonesia selalu surplus perdagangan dengan Taiwan,” ungkap Kepala KDEI Taipei Robert J. Bintaryo melalui pers rilis.
Selama Januari hingga November tahun 2017 total keseluruhan perdagangan Taiwan dengan Indonesia mencapai USD 7,34 miliar atau naik sebesar 14,06% dibandingkan periode yang sama di tahun 2016.
Saat ini, Indonesia menjadi negara asal impor urutan ke-10 dengan nilai USD 4,406 miliar atau 1,86% dari total impor Taiwan. Ekspor utama Indonesia ke Taiwan tahun 2017, didominasi oleh batu bara, gas alam, minyak mentah, kapasitor elektrik, dan timah yang belum ditempa.
Untuk tahun 2018 ekspor Indonesia ke Taiwan ditargetkan naik 7,8%. Sedangkan untuk produk target ekspor antara lain produk makanan dan minuman, furnitur, kerajinan, pertanian, bahan tambang, alas kaki, garmen, dan perikanan. Sementara itu, impor utama Indonesia dari Taiwan didominasi oleh minyak bumi olahan, kain rajutan, kondensor untuk tenaga uap, kain dari serat sintetis, serta mesin untuk manufaktur produk plastik dan karet.
Robert menjelaskan, KDEI-Taipei secara berkelanjutan melakukan promosi produk Indonesia dengan berpartisipasi dalam pameran berskala internasional di Taiwan. Selama tahun 2017, pameran yang diikuti antara lain Taiwan International Halal Expo, Taiwan Fisheries and Seafood Show 2017, dan Agriculture Week 2017, serta Taiwan Coffee Show 2017.
Selain itu, strategi yang dilakukan untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke Taiwan antara lain misi dagang, misi pembelian yang juga terintegrasi dengan promosi investasi, pariwisata, dan kerja sama industri. “KDEI Taipei juga memfasilitasi pengusaha Indonesia dan Taiwan dalam kegiatan business matching sebagai tindak lanjut baik dari inquiry eksportir maupun importir Taiwan,” tutur Robert.Sekar/Pers Rilis Biro Humas Kemendag
Indonesia dan Maroko berupaya melakukan kerjasama terkait promosi moderasi dan dialog lintas agama. Pengembangan kedua hal tersebut sangat memungkinkan karena kedua negara selama ini sudah menjalankan program tersebut di masing–masing negara. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (RI) A.M Fachir kepada media usai pertemuan bilateralnya dengan Wakil Menteri Luar Negeri Maroko, Mounia Boucetta di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta pada Selasa, 13 Februari.
“Kita juga berdiskusi tentang bagaimana mempromosikan moderasi. jadi mereka juga mempunyai program itu, kita punya program juga, baik mempromosikan moderasi terus kemudian dialog lintas agama. Kita punya program yang sama yang kemudian bisa dikerjasamakan antara Maroko dan Indonesia. Dan bisa jadi kita juga share dengan negara–negara lain.”
Selain itu, A.M Fachir dalam kesempatan yang sama juga menyampaikan bahwa Maroko berkeinginan untuk menjadi mitra sektoral dari ASEAN. Oleh karena itu dalam pertemuan bilateralnya dengan Wakil Menteri Luar Negeri Maroko, Mounia Boucetta pihaknya berupaya untuk mengidentifikasi sektor yang potensial untuk dikembangkan oleh kedua negara dan negara anggota ASEAN lainnya. (Rezha)
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia menerima kunjungan bilateral dari Wakil Menteri Luar Negeri Maroko, Mounia Boucetta di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa, 13 Februari. Kepada wartawa A.M Fachir menjelaskan, dalam pertemuan tersebut keduanya membahas pengembangan hubungan kerjasama antara kedua negara. Dalam pertemuan itu pula Maroko menyatakan dukungannya kepada Indonesia untuk menjadi anggota tidak tetap dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB).
“ Ya ini kunjungan dari Secretary of State dari Maroko, counterpart saya, intinya kita mencoba membahas bagaimana memajukan hubungan dan kerjasama. Kita terimakasih kepada Maroko yang mendukung kita untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Kemudian bahwa juga kita tidak ada masalah politik, tapi kita selalu bekerja bersama di dalam isu–isu internasional. Tapi secara bilateral tantangan kita adalah bagaimana menerjemahkan yang baik itu di dalam kerjasama yang saling menguntungkan “.
A.M. Fachir menambahkan, dalam pertemuan tersebut dirinya juga menekankan perlunya sebuah perjanjian antara Indonesia dan Maroko untuk memfasilitasi pelaku bisnis Indonesia yang ada di Maroko. Indonesia sendiri pada bulan Januari lalu telah mengusulkan sebuah draf Preferential Trade Agreement (PTA) kepada Maroko. Draf perjanjian tersebut rencananya akan dibahas dalam waktu dekat agar pelaku bisnis Indonesia di Maroko dapat meningkatkan kinerja mereka. Menurut A.M. Fachir data terakhir yang berhasil dihimpun terkait perdagangan Indonesia dan Maroko, terjadi penurunan volume perdagangan yang cukup signifikan di angka 110.000 Dollar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya yang mencapai 150.000 Dollar AS. (Rezha)