Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (APBIPA) di Tiongkok baru saja dibentuk. Atase Pendidikan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, Yaya Sutarya, Sabtu (23/3) seperti dikutip Kantor Berita Antara mengatakan Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (APBIPA) di Tiongkok itu terbentuk melalui pemilihan ketua secara terbuka di Beijing. Menurutnya asosiasi ini akan mewadahi berbagai kepentingan terkait sistem pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Selain itu, organisasi tersebut juga akan mewadahi para guru BIPA di 12 perguruan tinggi yang tersebar di berbagai daerah di daratan Tiongkok.
Pembentukan tersebut dilakukan setelah Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) mengenai Revitalisasi Pengembangan Program Studi Bahasa Indonesia di Republik Rakyat Tiongkok yang digelar di Beijing mulai Kamis (21/3). pemilihan yang dipandu secara langsung oleh Atase Pendidikan dan disaksikan Kepala Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesiaa serta jajaran diplomat dari beberapa kantor perwakilan Republik Indonesia di Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Hong Kong.
Meskipun pemilihan ketua yang dilakukan secara terbuka bukanlah hal yang lazim dilakukan di Tiongkok, para dosen Bahasa Indonesia yang kebanyakan warga setempat sudah familiar dengan iklim demokrasi di Indonesia.
Para dosen tersebut rata-rata telah mengenyam pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, baik strata 2 maupun strata 3, di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoneisa, Emi Emilia mengatakan dengan adanya wadah ini, nanti Indonesia bisa menyelenggarakan diskusi kelompok terfokus secara rutin .
Indonesia terus mendorong ekspor industri strategis ke Asia Selatan, terutama India, Pakistan, dan Bangladesh, yang menjadi penyumbang terbesar surplus perdagangan RI. Produk industri strategis yang telah berhasil diekspor Indonesia adalah 15 gerbong kereta api buatan PT INKA untuk pengiriman tahap pertama dari total 250 gerbong pesanan dan 14 unit bus ke Bangladesh. Direktur Asia Selatan dan Tengah Kementerian Luar Negeri RI Ferdy Piay dalam pelepasan ekspor bus ke Bangladesh, di sela-sela pameran Busworld South East Asia, di JlExpo Kemayoran, Jakarta Kamis lalu mengatakan, Indonesia ingin mengekspor bukan hanya produk kelapa sawit atau produk-produk yang memiliki multiplayer effects, tetapi produk industri strategis yang menyerap tenaga kerja dan ada nilai tambahnya.
Ferdy Piay mengatakan, pengiriman empat unit bus eksekutif dan 10 unit bus tingkat (double decker) ke Bangladesh menjadi capaian baru dalam upaya Indonesia memanfaatkan peluang pasar non-tradisional guna mendorong peningkatan ekspor nasional. Ekspor bus dengan nilai penjualan 808 ribu dolar Amerika atau sekitar 11,41 miliar rupiah tersebut juga merupakan salah satu realisasi dari komitmen pemerintah Indonesia dan Bangladesh untuk meningkatkan kerja sama ekonomi.
Ferdy menjelaskan saat ini Kementerian Luar Negeri melalui perwakilannya di berbagai negara sedang melakukan pendekatan untuk memperkenalkan dan menawarkan produk atau jasa yang dihasilkan Badan Usaha Milik. Di Sri Lanka, misalnya, Indonesia menjajaki ekspor gerbong kereta. Indonesia menargetkan mengekspor 90 gerbong kereta ke Sri Lanka. Sementara di Bangladesh, Indonesia menjajaki kerja sama untuk proyek konstruksi dan konektivitas laut.
Sementara itu Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia Azmal Kabir mengatakan, Indonesia memiliki industri strategis yang bagus dan layak diekspor, salah satunya gerbong kereta api produksi PT INKA. Ke depan, ia berharap pelaku usaha Indonesia dan Bangladesh bisa lebih mengeksplorasi peluang bisnis untuk dikerjasamakan. Neraca perdagangan Indonesia-Bangladesh tahun lalu menunjukkan surplus 1,79 miliar dolar Amerika untuk Indonesia. Surplus juga dinikmati Indonesia dalam hubungan perdagangan dengan India, yakni sebesar 8,7 miliar dolar Amerika dan dengan Pakistan sebesar 1,8 miliar dolar Amerika. Saat ini, Indonesia juga sedang mendorong pembahasan perjanjian dagang istimewa atau preferential trade agreement dengan Bangladesh. Pembahasan ini diharapkan selesai pada 2020.
Kampanye terbuka Pemilihan Umum 2019 yang juga disebut kampanye rapat umum telah dimulai hari Minggu (24/3) kemarin, dan akan berlangsung hingga 13 April mendatang. Bagi kedua kubu yang bersaing, pasangan calon (paslon) presiden 01 Joko Widodo-Maaruf Amin dan pasangan calon presiden 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, bersama partai politik pendukung mereka, ini akan menjad tahapan krusial. Karena kampanye rapat umum melibatkan mobilisasi massa dalam jumlah besar sehingga rawan benturan. Untuk menghindari bertemunya massa kedua paslon, Komisi Pemilihan Umum sudah membuat jadwal kampanye rapat umum berdasarkan zonasi wilayah.
Kampanye terbuka dapat diumpamakan sebagai “perang” berebut suara. Semua kontestan berusaha sekuat tenaga untuk menarik dukungan pemilih yang belum bersikap atau undecided voters. Perebutan dukungan ini menjadi perhatian tim sukses. Mereka akan digiring untuk memilih sesuai yang diinginkan.
Tim sukses, partai pendukung, dan relawan tentu sah-sah saja berusaha sekuat tenaga berebut dukunganundecided voters. Akan tetapi, perlu diingat upaya itu harus tetap mengedepankan etika dan mematuhi ketentuan perundangan sehingga tidak terjadi benturan. Apalagi, situasi kompetisi selama masa kampanye sejak September tahun lalu telah membuat polarisasi yang memanas dalam masyarakat.
Seluruh kontestan hendaknya kembali kepada filosofi kampanye, sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat, dan dilaksanakan secara bertanggung jawab. Sekecil apa pun pelanggaran selama kampanye terbuka harus diikuti dengan penindakan. Hukum pemilu harus ditegakkan. Jangan sampai kampanye terbuka disesaki praktik politik uang, intimidasi, dan kekerasan.
Esensi utama kampanye adalah memberikan literasi bagi calon pemilih sehingga bisa menentukan pilihan dengan rasional. Bukan kampanye yang sekedar menggunakan sisi emosional pemilih yang dikhawatirkan akan melahirkan fanatisme yang berpotensi konflik.
Untuk itu peserta pemilu hendaknya konsisten melaksanakan pakta integritas yang telah mereka tandatangani. Untuk mewujudkan pemilu damai, tanpa hoaks, tanpa politisasi SARA, dan tanpa politik uang.
Setelah Dana Desa dan Dana Kelurahan, pemerintah mewacanakan pengalokasian Dana Kecamatan. Wacana pengalokasian Dana Kecamatan muncul dalam rapat koordinasi nasional camat di Jakarta, Rabu (20/3/2019). Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, menjelaskan pihaknya saat ini tengah memproses usulan anggaran Dana Kecamatan. Menurutnya, anggaran ini berbeda dengan Dana Desa dan Kelurahan yang dianggarkan dari APBN. Dana Kecamatan nantinya akan dianggarkan dari APBD masing-masing daerah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kesempatan yang sama memberikan sinyal positif terhadap usulan Menteri dalam Negeri. Dia menyatakan akan mengkaji alokasi dana untuk kecamatan. Oleh sebab itu, ia mengaku akan duduk bersama dengan pihak Kementerian Dalam Negeri untuk memilih instrumen paling efektif yang akan digunakan sebagai anggaran kecamatan.
Kalau jadi, Dana Kecamatan rencananya akan digelontorkan untuk menciptakan keseimbangan pembangunan. Maklum, desa dan kelurahan telah mendapatkan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pada akhir tahun lalu, kebijakan pemerintah terkait dana kelurahan menuai polemik. Walaupun kebijakan Dana Kelurahan ini bagus, tetapi menuai polemik karena dana tersebut dikeluarkan menjelang pemilihan presiden. Oleh karena itu maka ada penilaian bahwa kebijakan ini menguntungkan pihak petahana dalam pemilihan presiden 2019.
Wacana Dana Kecamatan ini, walaupun baru sebatas wacana, tetap saja ada potensi menimbulkan polemik karena dimunculkan saat menjelang pemilihan umum April 2019. Untuk menepis dugaan ini, Tjahjo menyampaikan bahwa dirinya sudah melobi dana kecamatan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani selama dua tahun terakhir. Melihat pernyataan Tjahjo ini, tampaknya wacana ini tidak muncul tiba-tiba dalam rangka pemilu.
Pertanyaan kritis yang patut kita ajukan terhadap wacana ini adalah seberapa bermanfaat Dana Kecamatan ini bila direalisasikan ?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, selain menjalankan perannya sebagai pembina dan pengawas pemerintahan desa, Pemerintahan kecamatan juga melaksanakan berbagai urusan administrasi kependudukan dan perijinan, serta pelayanan dasar sektoral mulai dari urusan ketertiban dan keamanan, pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat dan upaya-upaya konkrit mensejahterkan masyarakat.
Melihat peran besar yang didelegasikan kepada pemerintah kecamatan ini, tentu saja membutuhkan dukungan dana yang cukup. Selama ini pemerintahan kecamatan mendapat dana dari APBD. Apakah itu belum cukup sehingga muncul wacana adanya Dana Kecamatan? Apa fungsi dari anggaran kecamatan itu?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini memang perlu kajian mendalam dari pemerintah. Efektivitas dana ini bila direalisasikan perlu juga dikaji secara mendalam walaupun usulan Dana Kecamatan ini merupakan upaya untuk meningkatkan percepatan pembangunan dan pelayanan publik pada level bawah.
Pemerintah tidak perlu tergesa-gesa dalam memutuskan usulan ini. Karena, selain perlu kajian mendalam yang butuh waktu yang cukup, ketidak tergesa-gesaan juga untuk menghindari polemik menjelang pemilu 2019.