Pemilihan umum baru saja dilaksanakan di Bangladesh. Hasilnya mencengangkan. Partai Liga Awami pimpinan Perdana Menteri Sheikh Hasina memenangkan 98% kursi parlemen. Pencapaian ini membuat Sheikh Hasina menduduki jabatannya untuk kali keempat. Namun, pihak oposisi menganggap pemerintahan yang berkuasa menggunakan segala cara untuk menang di dalam pemilihan umum. Bahkan, beberapa pihak menganggap pemerintahannya cenderung otoritarian.
Pemilihan kali ini diwarnai dengan adanya penahanan terhadap wartawan dari surat kabar setempat. Wartawan ini mengungkap adanya potensi kecurangan setelah melihat salah satu daerah pemilihan terdapat kelebihan suara lebih dari 20 ribu dibandingkan dengan Daftar Pemilih Terdaftar di kawasan itu. Pihak Kepolisian kemudian menangkap wartawan tersebut dengan tuduhan pelanggaran Undang-undang Keamanan Digital. Namun, UU itu dianggap controversial.
Memang di bawah pemerintahan saat ini, sejak empat tahun terakhir laju pertumbuhan Bangladesh boleh dikatakan baik. Pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi negeri dengan penduduk 167 juta jiwa ini mencapai 6,3 persen. Pada tahun 2017 meningkat hingga 7,4%. Peningkatan ini dikontribusi dari perdagangan dengan mitra utama Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Namun suara di dalam negeri menginginkan, laju pertumbuhan ekonomi positif juga disertai demokrasi positif. Saat ini, harapan itu masih harus diwujudkan. Tuduhan dari pihak oposisi adalah pemerintah menghalangi pemilih yang bersimpati kepada oposisi, disertai penangkapan aktivis pro-oposisi. Amerika Serikat yang menjadi investor terbesar di negeri itu bersikap mendua. Pada satu sisi, ada keprihatinan atas kekerasan dan intimidasi jelang pemilu. Pada sisi lain, AS memberi apresiasi para pemilih di Bangladesh.
Pada tgl. 10 Januari, pemerintahan baru Bangladesh akan diambil sumpah dan mulai memimpin negara itu. Yang kita harapkan adalah Bangladesh perlu belajar dari negara lain yang mendorong peningkatan ekonomi tanpa menunggalkan prinsip-prinsip fundamental demokrasi. Negara-negara dengan kultur konfusian berhasil melakukannya. Tetapi tidak dengan kultur yang berbeda. Kita nantikan saja apakah ada perubahan dalam pengembangan demokrasi di Bangladesh oleh pemerintah periode ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menjalankan program perhutanan sosial dengan menerapkan kebijakan afirmatif yakni meningkatkan rasa keadilan bagi masyarakat, termasuk masyarakat adat. Melalui kebijakan ini diharapkan realisasi izin hutan sosial dapat selesai pada lima sampai delapan tahun lagi. Sehingga proporsi masyarakat terhadap hutan dapat meningkat, meski korporasi tetap mendominasi. Perhutanan Sosial sendiri merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya, menjaga keseimbangan lingkungan dan memelihara dinamika sosial budaya.
Pemerintah untuk periode 2015-2019 mengalokasikan 12,7 juta hektare untuk Perhutanan Sosial, melalui skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan adat, hutan tanaman rakyat dan kemitraan kehutanan. Program perhutanan sosial memang dibuat agar tercipta keharmonisan antara peningkatan kesejahteraan rakyat dan pelestarian hutan. Menurut menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar perhutanan sosial akan menjadi program yang akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan pada tahun 2019. Untuk program ini peruntukan dan pencadangannya sudah disiapkan sekitar 13 juta hektar.
Setelah pencadangan hutan sosial mencapai target, langkah selanjutnya adalah meningkatkan penerbitan izin hutan sosial. Sepanjang tahun 2018 rata-rata pemberian izin perhutanan sosial sebesar 105 ribu izin perhutanan per bulan. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 44 ribu izin per bulan.Peningkatan ini terjadi seiring dengan perbaikan tata kelola berupa debirokratisasi dan deregulasi yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan .
Proses pendistribusian izin hutan sosial menjadi tantangan yang cukup besar karena harus melibatkan banyak pihak baik pemerintah daerah, aktifis maupun akademisi untuk terus mendampingi masyarakat dalam memahami kelola usaha hutan sosial. Pendampingan juga dibutuhkan agar tanaman yang ada di hutan sosial dapat menghasilkan nilai ekonomi dan ekologi secara maksimal. Pendamping program hutan sosial Tosca Santoso mengungkapkan jika diimplementasikan dengan benar maka hutan sosial tidak hanya dapat meningkatkan ekonomi daerah, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan, mencegah bencana alam serta membantu pengendalian perubahan iklim .
Dengan ditingkatkannya pemetaan, pengelolaan dan penerbitan izin hutan sosial diharapkan kelestarian hutan tetap terjaga. Sejalan dengan itu diharapkan agar kesejahteraan masyarakat sekitar hutan semakin membaik.
Pengembangan Desa Wisata Kertajaya Creative Destination di Kampung Sodong, Desa Kertajaya, Padalarang, Bandung, mendapat apresiasi dari pemerhati dan praktisi lingkungan hidup. Menurut aktivis lingkungan Berry Nahdian Furqon, desa yang dibina Pertamina Berdikari, salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina tersebut, layak diapresiasi karena mengintegrasikan konsep ramah lingkungan dan wisata. Penghargaan kategori emas tersebut diserahkan pada Malam Penganugerahan Proper periode 2017-2018, Kamis (27/12) di Jakarta oleh Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Siti Nurbaya. Menurut Berry, desa tersebut memang layak menjadi contoh sebab banyak sekali keuntungan ekonomi dan lingkungan dari pengimplementasian desa wisata ramah lingkungan itu. Salah satunya, upaya efisiensi dalam penggunaan energi alternatif melalui penggunaan "Wind Turbine" atau kincir angin, yakni pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan energi angin.
Berry juga menyatakan, desa wisata yang dikembangkan akan memicu aktivitas ekonomi, misalnya melalui kunjungan wisatawan lokal dan asing. Pergerakan roda ekonomi tersebut, tentu akan menambah pendapatan masyarakat, kata Berry.
Sementara dari aspek lingkungan, Berry yang juga mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia mengatakan desa binaan tersebut bisa mengurangi bahan-bahan yang berbahaya, contohnya program diet kantong plastik. Selain itu, juga sampah segel mobil yang didaur ulang menjadi berbagai kerajinan bernilai ekonomis dan bahkan dapat diekspor.
Mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Berry mengatakan, produksi sampah plastik Indonesia menduduki peringkat kedua sampah domestik yaitu 5,4 juta ton per tahun. Selain persoalan ekonomi dan lingkungan, Ia mengapresiasi Pertamina yang peduli terhadap pemberdayaan masyarakat melalui desa tersebut. Ia berharap kebijakan ini menjadi kebijakan yang lebih luas tidak hanya pilot project sehingga kolaborasi dengan masyarakat lebih kuat dan lebih luas.
Sejumlah pelaku usaha dari empat lembaga usaha berlatar belakang santri mendeklarasikan berdirinya Sentra Komunitas Bisnis Terpadu -Sekobidu di Jakarta, Minggu, 30 Desember 2018. Tujuannya adalah membangun arus baru perekonomian nasional berbasis ekonomi rakyat. Keempat lembaga usaha tersebut adalah Koperasi Mitra Santri Nasional -KMSN, Forum Santri Nasional -FSN, Koperasi Santri Milenial Indonesia -KISMI, dan Santri Milenial Center -Simac.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Sekobidu, Marlon Kansil, dan Sekretaris Sekobidu, Rahman Fajriansyah, membacakan naskah deklarasi berdirinya Sekobidu. Deklarasi memuat beberapa komitmen, yakni menjadi pusat entrepreneur berkemandirian 4.0, memiliki azas kebersamaan dan toleransi, berdasarkan keadilan sosial, serta mendukung penuh program perekonomian pemerintah yang berazaskan Pancasila.
Marlon Kansil menjelaskan, Sekobidu adalah komunitas pengusaha muda yang komit untuk membangun arus baru perekonomian nasional. Sekobidu akan terus bergerak dan membesarkan diri dengan harapan dapat memberikan dampak besar bagi ekonomi rakyat ke depan.
Sementara itu Ketua Dewan Pembina Sekobidu, Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin, mengatakan, berdirinya Sekobidu akan membangun jaringan baru dan menjadi media penengah di antara pelaku bisnis. Menurutnya, Sekobidu akan berupaya menerapkan pemikiran KH Ma'ruf Amin tentang arus baru ekonomi Indonesia yang berbasis ekonomi rakyat. Sekobidu akan menjadi wadah bagi para pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya, agar tumbuh optimal. Ia melihat, tidak sedikit pelaku usaha yang kesulitan mengembangkan usahanya, meskipun peluang usahanya potensial. Oleh sebab itu, Sekobidu akan berperan, di antaranya melakukan pelatihan dan pendampingan, agar usaha yang dijalankan sesuai harapan.
Koordinator Simac, Nurrohman, menyatakan, dirinya bangga dengan berdirinya Sekobindu, karena dapat menjadi media penengah di antara para pelaku usaha sekaligus melakukan pendampingan bagi pelaku usaha baru.
Menurutnya, Simac yang salah satu usahanya adalah Kopi Abah, akan terus mengembangkan usahanya dengan membangun komunitas bisnis Kopi Abah. Ia berharap, dengan terbentuknya Sekobidu, pengembangan bisnis Kopi Abah dapat lebih optimal.