Daniel

Daniel

27
December

Pemerintah Provinsi Bali Senin menyosialisasikan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai yang diterbitkan 21 Desember. Dalam acara sosialisasi peraturan tersebut di Denpasar, Gubernur Bali Wayan Koster menjelaskan, menurut Peraturan Gubernur, ada tiga bahan yang terbuat dari atau mengandung bahan dasar plastik yang dilarang penggunaannya, yakni kantong plastik, polysterina (styrofoam), dan sedotan plastik. Dikatakannya, dalam waktu enam bulan bagi setiap produsen, pemasok, pelaku usaha, dan penyedia plastik sekali pakai untuk menyesuaikan usahanya terhitung sejak peraturan gubernur ini diundangkan.

Wayan Koster mengungkapkan, Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk menjaga kesucian, keharmonisan, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup. Di samping itu menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat, akibat dampak buruk dari penggunaan plastik sekali pakai (PSP) dan mencegah pencemaran dan atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan plastik sekali pakai. Koster menambahkan instansi pemerintah, badan usaha milik daerah, badan swasta, lembaga keagamaan, desa adat/desa pakraman, komunitas, dan perorangan juga dilarang menggunakan plastik sekali pakai.

Agar pelaksanaan pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai berjalan efektif, maka Pemerintah Provinsi Bali akan melaksanakan pembinaan dan pengawasan dengan membentuk tim. Tim ini terdiri dari unsur vertikal, perangkat daerah, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, pengusaha, tokoh keagamaan, dan tokoh masyarakat.

Tim tersebut bertugas melakukan edukasi, sosialisasi, dan konsultasi, serta memberikan bantuan teknis dan pelatihan/pendampingan mengenai penerapan ketentuan itu serta penggunaan bahan nonplastik.

Koster mendorong masyarakat berperan aktif dalam pembatasan timbulan sampah plastik dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari.

26
December

Pemerintah terus berupaya menggenjot nilai ekspor untuk memperbaiki neraca perdagangan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global. Dalam hal ini, industri manufaktur akan menjadi sektor yang diandalkan guna berkontribusi lebih memperkuat struktur perekonomian nasional. Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (24/12) mengatakan, saat ini ekspor produk industri manufakur memberikankontribusi mencapai 72,28 persen dari total ekspor nasional. Hal itu menunjukkan industri manufaktur nasional sanggup berdaya saing di kancah global.

Kementerian Perindustrian mencatat, nilai ekspor produk manufaktur terus meningkat setiap tahun. Hingga Desember 2018, mampu menembus 130,74 miliar dolar Amerika Serikat atau naik 4,51 persen. Menurut Menteri Airlangga, dalam upaya mendorong peningkatan ekspor dari industri manufaktur, diperlukan langkah untuk memacu investasi atau ekspansi. Untuk menggenjot kapasitas industri, dibutuhkan tambahan investasi untuk perluasan usaha. Hingga Desember 2018, investasi industri nonminyak dan gas diperkirakan mencapai 226,18 triliun rupiah. Selain menumbuhkan populasi industri, investasi dapat memperdalam struktur industri di dalam negeri, sehingga berperan sebagai substitusi impor.

Dari capaian tersebut, total tenaga kerja di sektor industri yang telah terserap sebanyak 18,25 juta orang. Oleh karena itu, pemerintah terus merancang kebijakan pemberian insentif fiskal yang lebih menarik, sehingga dapat menggairahkan iklim usaha.Upaya strategis itu salah satunya untuk mendongkrak produktivitas kendaraan sedan karena sesuai permintaan pasar ekspor saat ini. Pasar yang potensial untuk ekspor sedan, misalnya ke Australia. Peluangnya mencapai 1,3 juta unit. Sementara, jumlah pengapalan untuk kendaraan roda empat produksi Indonesia ke mancanegara saat ini sebesar 200 ribu unit per tahun. Airlangga menambahkan, beberapa industri otomotif bisa melakukan ekspor ketika ada investasi yang menggerakkan industri, sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing.

25
December


Selain sebagai ideologi dan dasar negara, Pancasila menjadi sebuah kesepakatan bersama untuk menjadikannya sebagai acuan perilaku rakyat Indonesia sehari-hari. Demikian dikatakan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan dalam acara Temu Tokoh Nasional/ Kebangsaan dalam rangka Sosialisasi Empat Pilar MPR di Magelang, Jawa Tengah (5/12)  seperti dikutip tempo.co. Ia menjelaskan dalam Pancasila, ada Sila Pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal itu adalah acuan rakyat Indonesia untuk berperilaku sesuai dengan agama yang dianutnya.  Jadi, ketika ada rakyat yang menjalankan ajaran agamanya, itu artinya Pancasilais.

Zulkifli Hasan mengatakan Pancasila menjadi acuan dalam kehidupan rakyat Indonesia sehari-hari menunjukkan betapa pentingnya Pancasila untuk rakyat Indonesia. Ia juga menjelaskan Sila Kedua, yakni Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab  menjadi acuan rakyat Indonesia untuk berlaku adil dan memanusiakan manusia tanpa pandang bulu dengan adil serta penuh keadaban. Sila Ketiga, yaitu Persatuan Indonesia, menjadi acuan perilaku rakyat Indonesia untuk menjaga persatuan, bukan mengotak-kotakkan rakyat, dalam suasana dan kondisi apa pun tetap menjaga persatuan, termasuk dalam suasana tahun politik, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden 2019 ini.

Sementara itu,  Anggota Badan Pengarah Ideologi Pancasila,  Mahfud MD saat memberi kualiah umum “Mengembalikan Keadaban Pancasila: Strategi Internalisasi Nilai Pancasila di Kampus”  yang digelar di Universitas Islam Bandung,  (21/12) seperti dikutip pikiranrakyat.com mengatakan  Pancasila harus dihidupkan di kampus-kampus. Menurutnya, hal itu  tidak bisa dengan menggunakan doktrin. Harus dilakukan dengan cara-cara akademis.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi Ainun Na'im mengatakan, pembinaan ideologi Pancasila di kampus dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Menristek Dikti Nomor 55 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pembinaan Ideologi Pancasila. Aturan ini, menurutnya memfasilitasi kegiatan-kegiatan di kampus untuk menanamkan ideologi Pancasila.

26
December

Tahun 2018 segera berakhir berganti dengan tahun baru 2019. Menjelang berakhirnya tahun 2018, prediksi mengenai masalah politik dan ekonomipun bermunculan. Sebagian optimis, tidak pun kurang yang pesimis. Yang pasti pada tahun 2018 sebagian kawasan dunia masih diwarnai peristiwa yang menyedihkan. Selain disebabkan oleh sejumlah bencana berupa gempa, banjir dan badai, korban yang meninggal dunia juga disebabkan oleh konflik dan peperangan.

Amerika Serikat yang tak pernah dilanda perang atau konflik bersenjata mencatat terjadinya kerusakan akibat badai yang melanda pantai timur negara itu. Indonesia salah satu negara yang terletak di lingkaran cincin api mengalami bencana gempa dan tsunami yaitu di Nusatenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan beberapa hari menjelang akhir tahun di selat Sunda. Berbagai pemimpin dunia ikut menyatakan bela sungkawa atas bencana yang mengakibatkan korban jiwa serta kerusakan harta benda di Indonesia.

Dunia juga masih dirundung duka akibat perang saudara berkepanjangan di Suriah, dan disusul di Yaman. Korban jiwa tak terhitung pasti jumlahnya jatuh akibat perang saudara yang akhirnya melibatkan pihak luar. Keikutsertaan negara besar dan berpengaruh yaitu Amerika Serikat, Rusia, Iran dan Arab Saudi bukannya membuat konflik  mereda, melainkan api pertempuran menyala. Tak lagi merasa nyaman tinggal di rumah, ribuan warga Suriah dan Yaman mengungsi ke negara-negara Eropa memimpikan kedamaian kehidupan. Hingga pergantian tahun, belum jelas kapan pertikaian akan berakhir. Kabar akan keluarnya Amerika Serikat dari Suriah masih menjadi tanda tanya.

Selama tahun 2018 kesedihan juga masih dialami rakyat Palestina yang tinggal di Gaza. Dengan alasan menggempur tentara musuh, tidak sedikit penduduk sipil Palestina di Gaza yang meninggal dunia akibat bombardir tentara Israel. Ketegangan di Masjid Al Aqsha juga sempat terjadi, ketika tentara Israel melakukan kekerasan kepada para Jemaah yang berusaha memasuki masjid suci Umat Islam itu. Di Asia Selatan, perseteruan antara pemerintah Afghanistan dan milisi perlawanan masih saja tak terhentikan.

Selain perang fisik yang mengerahkan senjata dunia juga terpengaruh akibat perang dagang raksasa ekonomi dunia yaitu RRT dan Amerika Serikat. Sejak Trump berkuasa, perang dagang terhadap Tiongkok dilakukan. Akibatnya ekonomi dunia, khususnya di negara berkembang yang mempunyai kaitan binis dan perdagangan dengan kedua negara besar itu, terpengaruh.

Dari berbagai peristiwa yang terjadi akankah 2019 keadaan dunia akan membaik ? Isyarat perdamaian di negara yang dilanda perang dan konflik masih belum menunjukkan isyarat ke arah itu. Menjelang akhir tahun, baik dari Beijing  maupun Washington  masih terdengar retorika tetap bertahan dengan kebijakan ekonomi yang menyiratkan terjadinya perang dagang. Walaupun demikian, tidak semua kawasan dilanda kemelut dan kemuraman. Tahun 2019, memang akan penuh dinamika, daripadanya harapan akan terjadinya perdamaian dan perbaikan kehidupan, haruslah tetap dikedepankan.