Daniel

Daniel

21
December

Meskipun dua pihak yang bersengketa di Yaman, yaitu Pemerintah dengan pemberontak Houthi sudah menyetujui gencatan senjata, ternyata masih terjadi beberapa kali  saling tembak. Akibatnya, ada  kemungkinan konflik bersenjata akan terjadi lagi antara dua pihak. Berdasarkan kesepakatan yang dimediasi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), gencatan senjata sudah harus dimulai Selasa (18 Desember). Namun pihak PBB rupanya belum menyosialisasikan rencana itu, seperti terlihat pada   rapat konferensi video pada hari Rabu mengenai penarikan pasukan dari Hodeidah.

Dalam catatan koalisi Arab Saudi yang mendukung pemerintah Yaman, pada hari Selasa yang seharusnya sudah masuk dalam kesepakatan gencatan senjata, masih terjadi 20 an kali kontak senjata. Jika ternyata  itu berasal dari ke dua belah pihak maka tinggal tunggu waktu saja, kesepakatan Stockholm akan tinggal catatan sejarah di atas kertas.

Dalam perang di Yaman, persoalan kemanusiaan juga patut menjadi perhatian dunia.  Selama 4 tahun perang, dalam catatan Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ), setidaknya 10 ribuan orang tewas. Namun berbagai organisasi penggiat hak asasi menyodorkan angka 5 kali dari catatan WHO itu. Perang  itu menjadikan hampir separuh dari 30 juta penduduk Yamanberada dalam kelaparan. Tidak salah juga jika PBB menyebut kasus Yaman sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Sayangnya catatan PBB itu  masih diperburuk dengan adanya angka  kematian 6 ribuan anak-anak. Mengapa mereka jadi korban? Ternyata mereka direkrut untuk terlibat dalam peperangan. Pemberontak Houthi diklaim merekrut sampai 18 ribu anak. Mengapa anak-anak itu direkrut? Salah satu alasannya adalah jumlah yang tidak seimbang antara kekuatan koalisi yang didukung 140 ribu personil sedangkan pemberontak Houthi yang hanya punya kekuatan 60 ribu orang saja.

Namun terlepas dari alasan itu, tidaklah pada tempatnya melibatkan anak-anak pada konflik bersenjata. Seharusnya menjadi pemikiran bersama para kelompok yang bertikai, untuk segera mengakhiri pertempuran, dan lebih memikirkan nasib negara yang hancur karena perang. Lalu kapankah dua pihak itu lebih memikirkan kepentingan bangsa Yaman dari pada sekedar kepentingan kelompok masing-masing?

23
December

 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban meninggal dunia akibat tsunami yang menerjang pantai di sekitar Selat Sunda, khususnya di Kabupaten Pandenglang, data sementara tercatat 43 orang meninggal dunia, 584 orang luka-luka dan 2 orang hilang. Kerugian fisik meliputi 430 unit rumah rusak berat, 9 hotel rusak berat, 10 kapal rusak berat dan puluhan rusak. Di Lampung Selatan, 7 orang meninggal dunia, 89 orang luka-luka dan 30 unit rumah rusak berat. Sedangkan di Serang tercatat 3 orang meninggal dunia, 4 orang luka-luka dan 2 orang hilang. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam pernyataan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu, menyatakan data korban kemungkinan masih akan terus bertambah mengingat belum semua daerah terdampak di data. Tsunami terjadi pada Sabtu (22/12), sekitar pukul 21.27 WIB. Faktor penyebab tsunami masih dalam penyelidikan oleh BMKG untuk mengetahui secara pasti, namun ada kemungkinan disebabkan longsor bawah laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau dan gelombang pasang akibat bulan purnama. Antara

20
December

Tanggal 20 Desember diperingati sebagai hari Kesetiakawanan sosial. Tanggal tersebut dipilih karena pada tanggal tersebut di tahun 1948, seluruh lapisan masyarakat Indonesia bersatu padu mempertahankan kedaulatan negara, mengusir penjajah yang menyerbu dan menduduki ibukota negara Yogyakarta. 10 tahun setelah peristiwa itu, diadakanlah peringatan hari Kesetiakawanan sosial dan sejak itu peringatan dilaksanakan setiap tahun.

Kesetiakawanan sosial merupakan nilai asli bangsa Indonesia. Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia pada hakekatnya telah ada jauh sebelum negara ini berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka. Tidaklah heran, kesetiakawanan sosial menjadi identitas bangsa Indonesia yang senantiasa dipraktekan sepanjang perjalanan bangsa Indonesia. Di masa perjuangan merebut kemerdekaan, kesetiakawanan sosial menjadi alat bangsa ini dalam berjuang, berperang melawan penjajahan.

Dewasa ini, yang dihadapi bangsa Indonesia bukan lagi penjajah, namun yang dihadapi sekarang adalah berbagai permasalahan sosial yang menimpa bangsa Indonesia seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, tsunami, kekeringan, dll), masalah tentang kebinekaan  dan masalah-masalah lainnya.

Perjuangan mengatasi berbagai permasalahan sosial tersebut tidaklah mudah. Presiden Soekarno pernah berkata, ”Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi, perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan saudara sendiri. Kutipan kata-kata Soekarno tersebut mengingatkan generasi sekarang bahwa perjuangan berikutnya setelah perjuangan mengusir penjajah adalah perjuangan mengatasi berbagai problematika sosial yang dihadapi bangsa ini.

Namun untuk mengatasi semua persoalan itu Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Diperlukan peran serta masyarakat untuk memecahkannya secara bersama-sama. Tentu dalam perjuangan mengatasi permasalahannya, harus mengedepankan nilai moral kesetiakawanan sosial yaitu kerja sama, gotong-royong, dan tolong-menolong.

Tugas kita bersama adalah bagaimana menjaga roh kesetiakawanan sosial agar tetap tertanam dalam pola pikir, gerak dan kerja nyata bangsa Indonesia di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dan itu bukan tugas yang mudah.

21
December


Setelah melalui proses negosiasi yang panjang, akhirnya Indonesia dan empat negara Eropa yang tergabung dalam Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (English: European Free Trade Association-EFTA) menandatangani kerja sama perdagangan bebas di kantor Kementerian Perdagangan Jakarta  Minggu (16/12). Perjanjian tersebut melibatkan 4 negara Eropa meliputi Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ketika memberikan keterangan pers mengatakan,   perjanjian perdagangan bebas tersebut sesuai arahan Presiden Joko  Widodo untuk membuka pasar-pasar baru. Menurut Enggartisto ini menjadi salah satu prioritas utama yang digariskan oleh Presiden karena telah membuka pasar baru dan tidak semata-mata membuka perdagangan, akses pasar, tetapi juga investasi. Perjanjian tersebut  mencakup isu-isu perdagangan barang, jasa, investasi, hak kekayaan intelektual, pembangunan berkelanjutan, ketentuan asal dan bea cukai, fesilitasi perdagangan, pengamanan perdagangan, persaingan usaha, legal, serta kerja sama dan pengembangan kapasitas. Ia menegaskan, cakupan perjanjian yang begitu komprehensif menunjukkan bahwa kelima negara memiliki tekad bersama untuk mengangkat hubungan ekonomi ini ke jenjang yang lebih tinggi. Enggartiasto menjelaskan,  hampir 99 persen barang asal Indonesia akan diberlakukan nol tarif untuk masuk ke negara Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa-EFTA dan berlaku sebaliknya.

Pada perdagangan barang, Indonesia akan memperoleh peningkatan akses pasar ke EFTA, antara lain untuk produk-produk perikanan, industri, dan pertanian, termasuk kopi dan sawit. Selain itu, perjanjian tersebut juga membuka akses tenaga kerja Indonesia ke negara-negara EFTA, juga menyepakati kerja sama dan pengembangan kapasitas di bidang promosi ekspor, pariwisata, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah-UMKM, Hak Kekayaan Intelektual (HKI), kakao, kelapa sawit, pendidikan vokasional, industri maritim, dan perikanan.

Enggartiasto kembali mengatakan,   keterbukaan Indonesia terebut  sudah diperhitungkan dengan seksama. Perjanjian tersebut tidak akan memberikan kerugian bagi Indonesia. Ia menambahkan, tidak ada satu pun perjanjian yang  ia  lakukan itu merugikan. Enggartiasto yakin persetujuan kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan EFTA akan membawa ekonomi Indonesia lebih kuat. Terlebih dapat berdaya saing, dan menarik bagi investor dari negara-negara maju anggota EFT. Apalagi penandatanganan perjanjian tersebut berlangsung di tengah melemahnya perdagangan dunia.