Tiongkok memberikan isyarat akan masih melangsungkan perang dagang dengan Amerika Serikat. Presiden Tiongkok Xi Jinping mengemukakan isyarat itu dalam pidatonya memperingati 40 tahun Reformasi di negara tirai bambu itu, di hadapan para pimpinan Partai Komunis Tiongkok di Balai Agung Rakyat Beijing, Selasa kemarin. Dalam pidatonya, Presiden Tiongkok menegaskan bahwa tidak ada pihak lain yang dapat mendikte jalannya pembangunan ekonomi negaranya.
Di Washington dalam suatu kesempatan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump telah memyerukan agar Cina menghentikan praktek dagang yang dinilai tidak adil. Trump juga mendesak Beijing untuk menghentikan praktek pencurian hak intelektual dan melakukan reformasi secara menyeluruh. Karena itu bukan suatu kebetulan dalam pidato peringatan 40 tahun reformasi Cina, Xi Jinping menegaskan bahwa negaranya tidak dapat didikte oleh siapapun.
Pidato yang disampaikan Presiden Tiongkok itu menjadi penanda bahwa negara dengan penduduk terbanyak di dunia ini, akan terus berusaha menjadi penggerak sekaligus sentral ekonomi global menggeser peran Amerika Serikat.
Pernyataan mengenai tidak adanya yang boleh mendikte kebijakan ekonomi negaranya telah menegaskan sikap dan posisi Beijing dalam menghadapi perang dagang dengan Amerika Serikat.
Penegasan sikap baik oleh Donald Trump maupun Xi Jinping hendaknya menjadi peringatan negara lain untuk mengantisipasi keadaan dan perkembangan ekonomi global pada tahun 2020. Sebagaimana banyak diperkirakan para ahli ekonomi, perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat akam menjadi faktor utama perlambatan perkembangan ekonomi dunia pada tahun 2020.
Perekonomian dunia tahun 2020, khususnya di negara-negara berkembang yang menjadikan Tiongkok atau Amerika Serikat sebagai mitra utama akan terpengaruh oleh hubungan ekonomi dua raksasa ekonomi dunia ini.
Empat bulan jelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 hiruk-pikuk pesta demokrasi yang berlangsung sekali dalam 5 tahun itu semakin terasa. Ada beberapa permasalahan yang muncul, mulai dari masalah hak penyandang disabilitas mental dalam Pemilu, penemuan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) rusak dan tercecer, hingga kualitas kotak suara.
Penemuan KTP elektronik tidak valid (rusak) dan tercecer membuat beberapa pihak terutama mereka yang memiliki kepentingan dalam Pemilu 2019 mendatang mengkhawatirkan terjadinya kecurangan. Untuk itu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah mengistruksikan jajarannya untuk menugaskan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk melakukan pemusnahan.
Selain masalah KTP, sekarang muncul kepermukan masalah kualitas kotak suara. Sejumlah politisi di DPR Senayan kembali ribut-ribut soal potensi kecurangan saat pemungutan suara digelar.
Kali ini pemicunya adalah keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan menggunakan kotak suara karton kedap airatau cardboard yang juga populer dengan sebutan kotak suara kardus. Ada sejumlah pihak yang mempersoalkan penggunaan kotak suara berbahan material lunak dibanding aluminium tersebut, karena rawan rusak atau dirusak dengan tujuan kecurangan.
Dalam Pasal 341 UU Pemilu yang merupakan kesepakatan partai politik di Dewan Perwakilan rRkyat (DPR) disebutkan bahwa kotak suara harus transparan dan surat suara di dalamnya bisa dilihat. Sebenarnya atas dasar inilah KPU melakukan pengadaan kembali untuk mengganti kotak suara lama yang terbuat dari aluminium.
Kotak suara berbahan kardus sesungguhnya bukan barang baru. Jenis ini sudah dipergunakan di sejumlah TPS pada Pemilu 2014 dan di tiga pilkada serentak yang sudah digelar, yakni 2015, 2017, dan 2018.
Penggunaan kotak suara kardus pada pemilu yang akan digelar pada 17 April 2019 berangkat dari semangat efisiensi anggaran.Hal ini dilakukan lantaran terjadi penambahan jumlah TPS hampir dua kali lipat pada pemilu mendatang.
Potensi kecurangan pada pemilu, baik saat pemungutan suara, saat distribusi surat suara maupun saat rekapitulasi perolehan suara, memang patut diwaspadai bersama. Namun tidak berarti setiap kebijakan penyelenggara pemilu harus dicurigai. Kecurangan bisa terjadi bukan karena kotak suara terbuat dari bahan apa, melainkan karena lemahnya pengawasan.
Untuk meredam hiruk-pikuk ini, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus benar-benar memastikan proses pencoblosan di TPS, distribusi suarat suara hingga rekapitulasi aman dari kecurangan. Pemilu serentak yang menjadi ujian baru bagi kematangan bangsaIndonesia dalam berdemokrasi ini harus bisa dijamin berjalan jujur dan adil.
Kepolisian Republik Indonesia – POLRI melakukan Upacara Tradisi Pembaretan Formed Police Unit dan Individual Police Officer di Pusat Pelatihan Multifungsi Polri, di Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (16/12). Upacara ini dilakukan terhadap pasukan Garuda Bhayangkara dalam misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Pol Maltha mengatakan tahun ini jumlah personel yang dikirim lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan ini atas permintaan PBB, karena Indonesia termasuk kontingen yang paling siap dalam misi perdamaian.
Menurut Maltha, total ada 381 personel yang dikirim, 40 diantaranya merupakan anggota Polisi wanita (Polwan). Pasukan ini tergabung dalam Formed Police Unit dikirim ke Sudan untuk United Nations African Mission In Darfur (UNAMID), ke Afrika Tengah untuk Multidimensional Integrated Stabilization Mission in the Central African Republic (MINUSCA). Sisanya dikirim sebagai Police Advisor atau penasehat polisi ke Sudah Selatan, Haiti dan Kongo.
Para petugas Formed Police Unit-FPU dan Police Advisor Indonesia ini akan bertugas selama satu tahun. Misi khusus yang harus dijalankan adalah pengamanan terhadap objek-objek vital milik PBB serta pelaksanaan tugas Police Advisor. Antara lain, melindungi para pengungsi, dan mengamankan proses distribusi bantuan kemanusiaan.
Bergabung dalam Pasukan Perdamaian PBB adalah salah satu wujud komitmen Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Ini sesuai yang terituang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar RI 1945. Keikut sertaan Indonesia dalam misi perdamaian PBB telah berlangsung sejak tahun 1957.
Pengiriman ini juga salah satu wujud dari pemenuhan janji Indonesia berkontribusi menciptakan perdamaian di negara-negara yang masih terlibat konfllik. Secara khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam sesi debat umum pada Sidang Majelis Umum PBB ke-73 di New York, September lalu, menyampaikan bahwa Indonesia akan berkontribusi 4.000 pasukan perdamaian hingga 2019, dengan meningkatkan proporsi pasukan perempuan.
Tentu ada alasan khusus mengapa Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan proporsi perempuan dalam pasukan perdamaian. Pastinya bukan semata karena saat ini jumlahnya masih sangat sedikit atau hanya 3 persen dari total pasukan. Atau hanya untuk memenuhi Resolusi DK PBB No. 1325 tahun 2000 yang mengedepankan pentingnya peran perempuan pada negosiasi perdamaian dan rekonstruksi pascakonflik. Khususnya untuk melindungi kaum perempuan dan anak perempuan dari kekerasan seksual saat situasi konflik bersenjata.
Peran pasukan perdamaian perempuan sangat signifikan, terutama dalam misi rekonstruksi pascakonflik. Perempuan lebih mudah diterima dan dipercaya dalam membantu masyarakat perempuan dan anak-anak. Pasukan perdamaian perempuan Indonesia juga bisa menjadi contoh bagaimana kesetaraan gender terlaksana di Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbesar.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi -BPPT menyampaikan peran teknologi dalam menjaga perubahan iklim dalam forum internasional The 24th session of the Conference of the Parties The United Nations Framework Convention on Climate Change di Katowice, Polandia. Dalam forum tersebut, Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam BPPT, Hammam Riza, dalam rilis yang diterima Republikaonline, Kamis (13/12) menjelaskan, pihaknya di bidang teknologi pengembangan sumber daya alam memberi perhatian khusus pada dua hal. Yakni, tujuan pembangunan berkelanjutan perubahan iklim dan tujuan pembangunan berkelanjutan kelautan untuk menjadi pilar pertumbuhan ekonomi maritim Indonesia.
Ia menyampaikan, untuk kelautan, di antaranya, untuk pusat data kelautan seperti untuk monitoring cuaca, perikanan, dan ocean hazard yang menyebabkan bencana kelautan. Sementara dalam mengantisipasi perubahan iklim, BPPT gencar melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca sepanjang 2018. Terutama, dalam menghadapi kebakaran lahan dan hutan. rep.