Jumat 15 Juni 2018, sebagian besar Muslim di seluruh dunia merayakan Idul Fitri. Hari Raya ini merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah puasa yang dilaksanan selama satu bulan sebelumnya. Maka tidaklah heran apabila Idul Fitri dikatakan sebagai hari kemenangan setelah satu bulan penuh umat Islam di seluruh dunia termasuk di Indonesia , berpuasa serta menahan diri dari lapar dan haus serta hawa nafsu di bulan Ramadan. Hari kemenangan tersebut disambut dengan keceriaan. Di mesjid-mesjid, baik di kota maupun di desa, tak henti-hentinya terdengar kumandang suara takbir, memuji kebesaran Allah.
Bagi umat Islam, Idul Fitri bisa berarti kembali kepada keadaan suci, atau bebas dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam keadaan suci atau fitrah. Di hari Idul Fitri, di Indonesia khususnya, umat Islam dianjurkan untuk saling bermaafan atas segala kesalahan yang pernah dilakukan, baik yang disengaja maupun tidak.
Setelah Idul Fitri, umat Islam diharapkan tetap menjalankan semua kebaikan yang dilakukan selama bulan suci Ramadan. Yaitu, menahan diri dari hawa nafsu serta melakukan hal-hal yang baik . Sesungguhnya, inti dari berpuasa di bulan Ramadan adalah peningkatan kualitas diri menjadi manusia yang lebih baik.
Dunia baru saja menyaksikan sebuah pertemuan antara pemimpin AS dan Korea Utara, tiga hari yang lalu ( 12 Juni 2018 ) di Singapura yang akan menjadi catatan sejarah. Padahal beberapa bulan sebelumnya, Presiden AS, Donald Trump, dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-Un masih perang kata-kata. Salah satu kesepakatan dari pertemuan itu adalah, denuklirisasi Korea Utara.
Satu negara langsung mengingatkan Korea Utara agar tidak serta merta percaya pada apa yang disodorkan Amerika Serikat. Juru bicara Pemerintah Iran, Mohammad Bagher Noubakht, mengeluarkan peringatan tersebut hari Selasa (12 Juni). Menurutnya, Trump bisa saja secara sepihak membatalkan hasil kesepakatan itu. Hal ini didasarkan pada pengalaman kesepakatan nuklir AS dan beberapa sekutu Eropa dengan Iran beberapa waktu yang lalu. Rencana Aksi Menyeluruh Gabungan, JCPoA (Joint Comprehensive Plan of Action), yaitu persetujuan tentang program nuklir Iran yang disepakati di Viena 14 July 2015 oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Tiongkok, Perancis, Russia, Inggris , Amerika Serikat) ditambah Jerman dan Uni Eropa, ditinggalkan begitu saja oleh AS. Trump menyatakan pada tanggal 8 Mei 2018, Amerika akan mundur dari kesepakatan tersebut. Padahal badan tenaga atom internasional IAEA (International Atomic Energy Agency) telah melakukan pemeriksaan menyeluruh dan menyatakan Iran melaksanakan apa yang menjadi komitment dalam JCPOA.
Keluarnya AS dari kesepakatan itu, hanya berlangsung sekitar satu bulan sebelum Donald Trump bertemu dengan Kim Jong-Un. Tak heran bila Iran berang dengan keputusan Amerika Serikat itu.
Sekutu Amerika Serikat di Eropa, dimotori oleh Jerman dan Perancis, masih berupaya membujuk Amerika Serikat untuk tetap dalam kesepakatan itu. Namun agaknya AS akan tetap pada keputusannya. Eropa kemudian sepakat untuk tetap mempertahankan JCPoA tanpa AS. Donald Trump tampaknya kecewa bukan hanya pada substansi JCPoA, tapi juga pada sikap Iran. Pada satu kesempatan di bulan Oktober 2017, Donald Trump pernah mengajak bertemu presiden Iran, Hasan Rouhani, saat hadir dalam Sidang Umum PBB. Sayangnya, Iran kurang berkenan dengan pertemuan itu. Apakah Donald Trump kesal atas penolakan ini dan menarik diri dari kesepakatan itu?
Terlepas dari masalah Iran, saat ini dunia menantikan terwujudnya sebuah perdamaian di Semenanjung Korea. Di sisi lain, Indonesia yang akan duduk sebagai anggota tidak tetap di Dewan Keamanan PBB 2019-2020 dapat mengusulkan penyelesaian persoalan nuklir Iran. Indonesia, juga masyarakat internasional, tentunya berharap AS dan Iran dapat duduk semeja menyelesaikan persoalan nuklir Iran.
Perkembangan industri perkeretaapian di Indonesia telah dimulai pada 1867. Berarti, usianya sudah 150 tahun. Di usia tersebut, industri kereta api Indonesia semakin berkembang maju. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, Indonesia saat ini termasuk salah satu pemain industri manufaktur sarana kereta api terbesar di Asia Tenggara. Buktinya, produk industri kereta api dalam negeri telah mampu memenuhi pesanan pasar domestik, bahkan luar negeri, khususnya ke negara berkembang dan kawasan regional.
Industri perkeretaapian Indonesia memiliki potensi dan prospek bisnis yang besar. Oleh karena itu, kereta api menjadi industri prioritas dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035. Sejak perpres tersebut diberlakukan, pemerintah dan seluruh pemangku industri kereta api di Indonesia telah melakukan langkah konkret untuk mendukung pertumbuhan dan pengembangan industri perkeretaapian nasional. Langkah ini ditandai dengan terbentuknya Asosiasi Industri Manufaktur dan Penunjang Perkeretaapian Indonesia (Indonesia Railway Component Manufacture Association). Selain itu, dibentuk pula Perkumpulan Industri Kecil Kereta Api yang anggotanya terdiri atas berbagai industri di bidang metal, karet, plastik serta lembaga riset. Ada juga konsultan yang berjumlah sekitar 50 industri komponen perkeretaapian dan di dalamnya termasuk PT Inka (Persero) sebagai integrator.
Pembentukan asosiasi tersebut sangat bagus dalam rangka mensinergikan kemampuan industri kereta api di dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk asing. Ini juga merupakan satu langkah penting bagi kemandirian industri kereta api nasional.
Sekitar 90 persen bahan baku yang digunakan oleh industri kereta api berasal dari dalam negeri. Industri penunjang dan komponen dalam negeri saat ini sudah mampu memproduksi sekitar 70 persen dari total kebutuhan komponen kereta api nasional, termasuk rangka kereta api.
Bila industri perkeretaapian Indonesia berkembang menjadi mandiri maka akan mampu menjadi mesin pendorong ekonomi sekaligus kebangkitan teknologi nasional di masa depan.
Penguasaan teknologi bakal memastikan kemandirian industri kereta api Indonesia ke depan. Untuk itu, pengembangan industri kereta api beserta industri penunjangnya harus diperkuat dengan penguasaan teknologi dan aktivitas riset yang berkelanjutan serta bervisi jangka panjang.
Setelah perhatian masyarakat internasional tertuju pada pertemuan Donald Trump dengan Kim Jong Un di Singapura Selasa (12/6), kini dunia menunggu tindak lanjut kesepakatan kedua pemimpin. Walau sebelumnya ditandai dengan kontroversi dan perang kata-kata, KTT Korea Utara dengan Amerika Serikat akhirnya berlangsung juga di Singapura. Baik Trump maupun Kim Jong-un, menyatakan bahwa pertemuan telah menghasilkan kesepakatan menggembirakan. Donald Trump, seusai pertemuan dengan KimJong Un yang hanya didampingi penerjemah, menyatakan bahwa semua pembicaraan berlangsung jauh lebih baik dari yang diperkirakan banyak orang. Sementara itu Kim Jong-un mengatakan, kedua negara memutuskan untuk meninggalkan masa lalu di belakang. Kim Jong Un bahkan menegaskan bahwa dunia akan menyaksikan sebuah perubahan besar. Pertemuan selama 38 menit itu tidak dihadiri anggota delegasi kedua Negara yang menunggu di ruangan lain. Sebelum pertemuan dimulai, Donald Trump sudah menyatakan bahwa ia merasa terhormat, dan berjanji pasca pembicaraan, Amerika Serikat dan Korea Utara akan menjalin hubungan yang sangat luar biasa. Suatu yang mengejutkan mengingat pernyataan-pernyataan keras yang sering dilontarkan sebelumnya.
Pertemuan bersejarah yang pertama kali terjadi itu, sempat diragukan dunia akan realisasinya. Baik Gedung Putih maupun Pyong Yang sering melakukan perang kata kata, yang membuat banyak pihak ragu bahwa pertemuan kedua pemimpin itu akan terjadi.
Sampai saat berakhirnya pembicaraan dan ditandanganinya kesepakatan, tidak ada komunike yang menjelaskan secara resmi detil kesepakatan. Namun, merujuk pada awal yang melatar belakangi KTT ini, isu denuklirisasi Korea Utara tentu menjadi bahasan utama. Sebagai kompensasinya, Amerika Serikat sangat mungkin akan memberikan kebijakan khusus bagi Korea Utara dalam hubungan antara keduanya.
Selain itu, terbuka kemungkinan akan adanya langkah lanjut pembicaraan antara Korea Utara dan Korea Selatan, yang bisa diprediksi menjadi cikal bakal bagi diakhirinya kebekuan hubungan diplomatic. Kedua Korea diharapkan segera menyelesaikan konflik dan mengarah pada perjanjian damai secara menyeluruh. Jika itu yang terwujud maka akan terjadi perubahan geopolitik, khususnya di kawasan Asia Timur.