Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional- ATR/BPN Sofyan Djalil melontarkan wacana penghapusan Izin mendirikan Bangunan-IMD dan Analisis Dampak Lingkungan-Amdal saat peringatan Hari Tata Ruang Nasional. Penghapusan IMB dan Amdal ditempuh pemerintah sebagai bentuk penyederhanaan izin yang diharapkan dapat memudahkan investasi. Wacana tersebut diulangi lagi oleh Wakil Menteri ATR Surya Tjandra di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 19 November 2019.
Surya Tjandra menjelaskan, pemerintah saat ini sedang menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Jika RDTR sudah efektif, IMB dan Amdal tak perlu lagi karena sudah tercakup di dalamnya. Meski begitu, diakui masih perlu ada mitigasi karena tak semua daerah siap dengan RDTR. Kesamaan kualitas RDTR di setiap daerah pun belum bisa dipastikan. Jadi memang masih panjang prosesnya. Pemerintah pun masih meminta masukan dari seluruh pemangku kepentingan.
Wacana yang sama dilontarkan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir yang mengatakan, rencana tersebut berada dalam skema perundangan Omnibus Law . Ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja yang merangkum lebih dari 70 undang-undang. Ditargetkan, draft Omnibus Law telah berada di tangan legislatif sebelum tanggal 12 Desember 2019.
Dalam kurun waktu yang singkat ini, berbagai reaksi masyarakat muncul terhadap rencana penghapusan IMB dan Amdal. Diberitakan setidaknya sudah 7 Lembaga Swadaya Masyarakat di bidang lingkungan hidup dan bantuan hukum yang keberatan dengan rencana pemerintah itu.
Sebaiknya memang pemerintah menunggu dan mendengarkan aspirasi masyarakat sebelum menghapus IMB dan Amdal demi kepentingan investasi. Regulasi seharusnya bukan untuk menghambat pembangunan. Sebaliknya, regulasi harus mendukung dan membuat aktivitas pembangunan bermanfaat dan aman bagi masyarakat. Jika dirasa IMB dan Amdal menghambat investasi, sebaiknya dikaji ulang dan jika perlu direvisi agar tetap mengedepankan kontrol terhadap keamanan masyarakat dan lingkungan hidup.
Regulasi hendaknya dibuat sedemikian rupa hingga menutup ruang untuk praktek suap dan penyalahgunaan wewenang yang memperlambat birokrasi. Karena praktek-praktek ilegal yang memanfaatkan regulasi inilah yang sebenarnya menghambat investasi.
Wacana tentang usulan penambahan masa jabatan presiden kembali menghangat. Wacana ini berkaitan dengan rencana amendemen terbatas UUD 1945. Wacana yang beredar adalah terkait perubahan masa jabatan presiden. Ada pihak yang mengusulkan masa jabatan presdien menjadi hanya satu periode selama delapan tahun dan ada juga yang mengusulkan untuk diperpanjang menjadi 3 periode.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Dengan demikian, presiden dan wakil presiden dapat menjabat paling lama 10 tahun dalam dua periode sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UUD 1945. Usulan terkait perubahan masa jabatan presiden sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, hal ini pun pernah muncul, baik yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan maupun tidak.
Tak urung, wacana kali ini menjadi ramai dan mendapat penolakan dari beberapa pihak terutama partai politik. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mengatakan, masa jabatan presiden selama dua periode serta penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres) secara langsung oleh rakyat sudah tepat dan pas.
Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P), partai mayoritas di parlemen sekaligus pendukung Presiden Joko Widodo, menilai ketentuan masa jabatan presiden saat ini masih ideal dan tidak perlu diubah.
Tokoh senior Partai Golkar, Andi Mattalata menilai wacana 3 periode masa jabatan presiden dapat mengarah pada kekuasaan otoritarian. Menurutnya, pembatasan masa jabatan presiden seperti sekarang merupakan esensi utama reformasi dan amandemen.
Partai oposisi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai wacana itu adalah usulan yang berbahaya. PKS menyebutkan perjuangan untuk membatasi masa jabatan presiden dua periode didapat melalui reformasi yang berdarah-darah. Sementara, Ketua Fraksi Gerindra di MPR Ahmad Riza Patria mengatakan, dua periode masa kepemimpinan adalah periode yang ideal untuk masa jabatan presiden. Dia menilai keputusan itu final karena sudah diatur dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Riza mengatakan masa jabatan presiden dua periode tidak perlu diubah. Sebab sudah sesuai dengan semangat reformasi, yaitu kekuasaan dan kewenangan harus dibatasi.
Masa jabatan presiden sebanyak dua periode masing-masing selama 5 tahun adalah buah dari “reformasi berdarah” di tahun 1998 untuk menurunkan pemerintahan Orde Lama. Presiden Suharto saat itu menempati jabatan sebagai presiden selama 32 tahun. Penetapan masa jabatan 2 periode juga melalui pembahasan yang mendalam. Artinya, sistem yang sekarang sudah disepakati merupakan yang paling ideal. Memperpanjang masa jabatan presiden sebanyak 3 periode, sama saja dengan mengusulkan untuk kembali ke sistem Orde Lama, dimana presiden akan cenderung otoriter.
Bulan depan, Aung san Suu Kyi ditunggu di Mahkamah International untuk dimintai keterangannya terkait penanganan kasus Rohinga. Kasus kemanusiaan ini telah dibiarkan oleh Aung San Suu Kyi sejak lama. Di Myanmar pun Aung San Su Kyi menghadapi gugatan terkait penanganan kasus Rohinga. Beberapa negara Islam sudah menuntut respon tegas Aung San Suu Kyi. Kekerasan etnis muslim Rohinga telah menjadi sorotan internasional sejak lama. Beberapa negara bahkan menerima pengungsian etnis Rohinga.
Sebuah negara berpenduduk mayoritas Islam di Afrika, Gambia menyeret Myanmar ke Mahkamah Internasional, International Court of Justice -ICJ di Den Haag atas tuduhan genosida terhadap etnis Rohingya yang mayoritas muslim. Mahkamah pun memandatkan Myanmar untuk menghadap bulan depan, dengan Naypyidaw mengatakan bahwa pemimpin de facto-nya, peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi akan memimpin langsung delegasi negaranya ke ICJ tersebut.
Suu Kyi akan menyampaikan argumentasi untuk menolak tuduhan bahwa Burma melakukan genosida terhadap Rohingya, hal itu disampaikan oleh pemerintah Myanmar dan partai pengusung pemenang Nobel itu pada Kamis 21 November 2019.
Gambia mengajukan gugatan ke ICJ setelah berhasil memenangkan dukungan dari Organisasi untuk Kerjasama Islam (OKI), mayoritas berpenduduk muslim, termasuk Indonesia.
Selama ini, pemerintahan junta militer Myanmar menyangkal terjadinya penyiksaan dan upaya penghapusan etnis.
Kini ada pintu yang terbuka untuk menelusuri apa yang tengah terjadi di Myanmar.
Saatnya dunia internasional untuk mendesak dan menunggu hasil penyelidikan yang terbuka. Tentunya, apa yang terjadi di Myammar merupakan krisis kemanusiaan yang harus dicegah oleh pemerintah yang berkuasa di setiap Negara berdaulat. Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran berarti bagi semua bangsa di dunia dan tidak akan pernah terjadi.
Pasar Indonesia akan terbuka hingga 65 persen terhadap para negara mitra saat awal implementasi perjanjian perdagangan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP). Demikian ditegaskan Direktur Perundingan ASEAN Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Donna Gultom dalam diskusi bertajuk “RCEP: Berharap Investasi” di Jakarta, Rabu. Donna mengatakan pembukaan pasar itu akan dilakukan bertahap setelah putusan perundingan perjanjian itu rampung pada 2020 mendatang.
Donna Gultom merinci, pasar Indonesia terbuka 65 persen pada saat implementasi, dan akan terus bertambah hingga 20 tahun ke depan sampai 89,5 persen.
Donna Gultom memastikan pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin untuk menempatkan sejumlah barang atau komoditas yang sensitif untuk masuk kategori highly sensitive list atau bahkan masuk daftar exclusion atau dikecualikan dalam perdagangan bebas dengan negara-negara mitra. Beberapa yang jadi daftar sensitif adalah besi dan baja, beras, gula, hingga daging
Ia mencatat ada 8 persen daftar exclusion, karena Indonesia tidak memiliki komitmen untuk membuka pasar ke semua negara, bahkan tidak membuka pasar ke beberapa negara tertentu.
Donna Gultom mengatakan, ketentuan itu diberlakukan agar arus investasi tetap bisa didorong masuk agar ke 15 negara bisa saling memanfaatkan dibukanya pasar antara negara-negara tersebut.
Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional-RCEP dibentuk sebagai wujud respon ASEAN terhadap dinamika ekonomi di kawasan dan global berupa integrasi negara-negara ASEAN dengan perekonomian global.
RCEP memiliki tujuan progresif untuk menghapuskan tarif dan hambatan nontarif serta memfasilitasi dan meningkatkan transparansi antarnegara anggota.
Penyatuan 16 negara, yakni 10 negara ASEAN dengan enam negara mitra yakni Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru dan India, dalam satu skema perjanjian perdagangan bebas akan menjadikan RCEP sebagai blok perdagangan besar yang menguasai sepertiga dunia.
Kendati demikian, India belum menyepakati dan memastikan diri untuk ikut tergabung dalam RCEP meski perundingan seharusnya sudah selesai tahun ini.
Jika India resmi bergabung dalam RCEP, kawasan itu akan menjadi pasar terbesar, karena 29 persen perdagangan dunia berada di kawasan tersebut. Kawasan itu juga akan memiliki potensi pasar yang besar dengan populasi hingga 48 persen dari populasi dunia dan total Produk Domestik Bruto-PDB hingga 32 persen dari PDB dunia. Potensi-potensi itu diharapkan dapat mendorong arus investasi langsung masuk ke kawasan RCEP.