Warna Warni edisi kali ini akan mengajak Anda untuk mengetahui nasib suku sakai yang tinggal di pedalaman hutan Riau, Sumatera. Indonesia yang terdiri akan pulau-pulau memang merupakan satu tempat strategis untuk beberapa suku di wilayah pedalaman berkembang dengan baik. Namun masih ada beberapa suku yang masih tertinggal atau terkesan meninggalkan era modernisasi yang terjadi di Indonesia. Nenek moyang Suku Sakai diyakini berasal dari Pagaruyung, sebuah kerajaan Melayu yang pernah ada di Sumatera Barat. Dahulu, Suku Sakai memiliki pola kehidupan yang masih nomaden, berpindah-pindah dari satu kawasan ke kawasan lain. Pola kehidupan yang masih nomaden ini meninggalkan kekayaan budaya yang menarik. Hal tersebut terlihat dari benda peninggalan Suku Sakai yang dahulu digunakan untuk keperluan hidup mereka di pedalaman.
Benda-benda ini terbuat dari bahan baku yang sumbernya seratus persen dari alam, dan memiliki fungsi yang masih sederhana dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kebudayaan Suku Sakai yang bercorak agraris juga ditandai dengan alat-alat yang berfungsi sebagai alat pertanian seperti gegalung galo. Alat yang terbuat dari bambu dan batang pepohonan ini berfungsi sebagai alat penjepit ubi manggalo untuk diambil sari patinya. Suku Sakai juga memproduksi pakaian yang bahannya seratus persen terbuat dari alam. Pakaian orang-orang suku ini dahulu ketika masih hidup dalam sistem nomaden terbuat dari kulit kayu.
Pakaian inilah yang digunakan Suku Sakai untuk bertahan hidup selama berpindah-pindah tempat. Kebanyakan orang Sakai menganut kepercayaan animisme dan meyakini adanya ‘hantu’ atau makhluk gaib. Seiring perkembangan zaman, sebagian suku Sakai mulai memeluk agama lain seperti Islam dan Kristen, hanya saja kebiasaan mereka terhadap hal-hal yang berbau magis kadang masih mereka lakukan. Suku Sakai selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam asri tempat mereka berlindung mulai punah. Kawasan yang tadinya hutan, berkembang menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit, dan sentra ekonomi.
Komposisi masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang baru dan pencari kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia (Jawa, Minang, Batak, dsb). Akibatnya, masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau kerja di bidang lain belum biasa mereka jalani. Ciri khas suku Sakai yang hidup di sungai dan mencari ikan sebagai penghidupan memang terkesan primitive. Keadaan hutan yang sudah mulai terkikis lambat laun memaksa suku sakai pedalaman pindah ke wilayah yang lebih baik. Saat ini sebagian suku sakai tinggal di wilayah perkampungan. Inilah yang membuat suku ini terbagi menjadi dua, sakai pedalaman dan sakai luar. Hal ini pula yang membuat keberadaan suku sakai punah secara perlahan tapi pasti. Suku sakai merupakan salah satu kekayaan budaya yang ada di Indonesia, sudah seharusnya pemerintah pusat mulai memperhatikan dan mempertahankan keberadaan mereka.//
Hari ini akan memperkenalkan Gendang Beleq dari Nusa Tenggara Barat. kebudayaan atau tradisi sebuah bangsa merupakan sebuah jati diri bangsa tersebut. Karena dengan adanya budaya, kita tahu siapa kita sebenarnya dan dari mana kita berasal. Budaya dan tradisi Indonesia sangat banyak karena setiap daerah memiliki budaya yang berbeda dan unik. Seperti Nusa Tenggara Barat yang memiliki Gendang Beleq. Lebih tepatnya Gendang Beleq ini berasal dari Suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
kata Beleq berasal dari bahasa Sasak yang berarti besar, karena itu Gendang Beleq berarti gendang yang besar. Pada awalnya, Gendang Beleq dijadikan penyemangat untuk prajurit yang pergi berperang dan yang pulang berperang.
Suara yang dihasilkan dipercaya membuat para prajurit menjadi lebih berani untuk berkorban membela kerajaan. Kini Gendang Beleq digunakan sebagai pengiring dalam upacara adat seperti, pernikahan, khitanan, potong rambut bayi atau aqiqah, dan upacara adat lainnya.
,gendang ini terbuat dari pohon Meranti yang tumbuh subur di Lombok. Gendang Beleq menghasilkan suara yang besar dan bergema. Suara tersebut dihasilkan oleh batang pohon berdiameter 50 cm dan panjang 1,5 m yang bagian tengahnya dilubangi, kemudian dilapisi dengan kulit kambing, sapi, atau kerbau.
Gendang Beleq adalah alat musik tradisional yang dimainkan secara berkelompok. Oleh karena itu, Gendang Beleq biasa dimainkan bersamaan dengan alat musik lain seperti gong, terumpang, pencek, oncer, dan seruling. Dengan suaranya yang menggelegar, pertunjukan Gendang Beleq menjadi sangat menghibur.
pemain Gendang Beleq disebut “Sekaha”. Sekaha terdiri dari dua orang pemain gendang utama. Para Sekaha tampil dengan menggunakan baju adat tradisional Lombok termasuk “Sapo”, ikat kepala khas Lombok. Meskipun gendang ini berukuran besar, Sekaha tidak kesulitan memainkan Gendang Beleq dengan digantungkan di leher atau bahu.
Berjumpa lagi dalam Pesona Indonesia. Hari ini kami akan mengajak anda ke Jawa Timur, Khususnya kota Surabaya untuk mencoba kuliner Kupang Lontong, makanan khas Jawa Timur. Kota Surabaya selain terkenal sebagai kota pahlawan juga terkenal dengan wisata kulinernya yang legendaris seperti Kupang lontong. Kupang Lontong adalah kuliner tradisional yang sukar ditemukan di daerah lain selain Jawa Timur, dan itupun hanya ada di beberapa kota saja. Ini karena Kupang merupakan sejenis kerang sungai atau tiram yang hidup berkoloni di lumpur berair asin. Ukurannya kecil sekali. Nama latin dari Kupang atau kerang putih ini adalah Cobula Faba.
rasa kupang lontong ini sangat gurih dan nikmat. Tapi walaupun demikan, memang jarang sekali kupang lontong tertulis di dalam menu di restoran. Ini karena biasanya Kupang lontong ini hanya dijual di warung atau kaki lima saja.Penyajian Kupang lontong biasanya ditambahkan lentho, yaitu singkong parut yang dicampur kacang tolo, kelapa parut dan bumbu berupa bawang putih, ditambah pula ketumbar, garam serta gula. Kadang pada waktu penyajiannya kupang lontong juga dipadukan dengan sate kerang.kupang lontong yang merupakan makanan khas Surabaya ini banyak ditemui di Pantai Kenjeran. Sajian Kupang Lontong ini cukup sederhana. Kupang Lontong yang telah direbus, disajikan dengan petis yang dihaluskan dengan bawang putih. Campuran tersebut kemudian diencerkan dengan menambahkan sedikit kuah rebusan kupang . Kemudian ditambah dengan sate kerang serta sambal petis dan juga taburan bawang goreng.
walaupun banyak orang merasa khawatir alergi karena makan kupang lontong, tetapi masih banyak juga yang tidak melewatkan untuk makan kuliner khas Jawa Timur itu khususnya apabila berkunjung ke Surabaya. Karena mereka percaya bahwa untuk penawar alergi tersebut tersedia air kelapa muda sebagai obatnya. Air kelapa muda bukan saja sebagai pelepas dahaga , tetapi juga berfungsi sebagai penawar racun yang terdapat di dalam kupang.Harga kupang lontong tergolong murah, karena satu piring kupang lontong dihargai Rp. 5000 sampai dengan Rp. 10.000. Jika ditambah sate kerang, per tusuknya hanya Rp. 500 sampai Rp. 1000. Sedangkan untuk es kelapa yang dihidangkan bersama tempurung buah kelapanya dihargai Rp. 10.000, tetapi bila anda hanya ingin segelas air kelapa muda saja, anda cukup membayar Rp. 3000 saja.
Edisi kali ini mengetengahkan topik mengenai Headset Untuk Mengurangi Nyeri Rahang.Headset biasanya digunakan untuk mendengarkan suara atau musik. Alat ini juga digunakan untuk aktifitas lain seperti sebagai salah satu alat bantu dengar di laboratorium bahasa.Namun kali ini, sejumlah mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta membuat sebuah headset sebagai alat bantu kesehatan. Amri Siddiq Pangestu dari Fakultas Teknik, Eltrin Khotimah Maharti dan Nurzahra Sekar Ningrum dari Fakultas Kedokteran Gigi. Perangkat ini dikembangkan untuk membantu memberikan relaksasi pada otot sekitar rahang pasien yang melakukan perawatan gigi. Headset ini dapat mengurangi rasa nyeri di rahang. Perawatan gigi memang kerap memunculkan rasa tidak nyaman seperti pegal dan kaku di area rahang akibat membuka mulut lebar. Bahkan, dalam beberapa kasus, pasien masih merasa pegal dalam jangka waktu lama. Hal ini berpotensi memunculkan gangguan sistem pengunyahan atau Temporo Mandibular Disorder (TMD). Namun, masalah itu kini dapat teratasi dengan Gusta atau Gadjah Mada Ultrasound Therapy.Menurut Amri, Gusta merupakan inovasi alat kesehatan yang mampu memancarkan gelombang ultrasonik berfrekuensi tepat, sehingga bisa memberikan rasa nyaman dan merelaksasi otot sekitar rahang. Dia menekankan, gelombang ultrasonik sebenarnya telah lama digunakan di dunia medis. Gelombang ini diketahui mampu menyembuhkan rasa sakit dan kaku pada otot, dengan menghasilkan efek mekanis dan termal. Dari situ, efek-efek yang ada mampu meningkatkan temperatur jaringan di sekitarnya, serta melancarkan aliran darah.
Alat ini tersusun dari tujuh komponen utama yaitu mikrokontroler, generator gelombang ultrasonik, pengatur input-output, dan headphone. Selain itu, terdapat sensor suhu, LCD dan tranduscer ultrasound. Menurut Amri, cara kerja alat ini adalah mengubah sinyal listrik yang ada menjadi gelombang ultrasonik yang dapat diatur pada perangkat ini. Amri menjelaskan, pasien memakai headset menyesuaikan dengan sendi rahang, setelah itu tombol power dihidupkan untuk menyalakan alat. Frekuensi dapat diatur sesuai kenyamanan pasien.
Sementara itu Nurzahra menambahkan, sebelum mengeluarkan frekuensi, alat ini akan diberikan gel untuk meminimalisir kontak kulit yang membuat tidak nyaman dan memaksimalkan efek pancaran gelombang ultrasonik. Penggunaan Gusta tidak hanya memberikan rasa nyaman bagi pasien, namun alat ini dinilai dapat pula memudahkan dokter saat melakukan perawatan gigi dan mulut, karena dilengkapi LCD yang menampilkan suhu dan frekuensi Gusta. Jika diproduksi secara massal, alat ini diperkirakan dijual seharga 2,5 juta rupiah. Penemuan ini lahir dari Progam Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) UGM 2018.