VOInews.id- Rusia meminta pihak-pihak yang bertikai di wilayah Nagorno-Karabakh agar menghentikan pertumpahan darah dan permusuhan, serta kembali menerapkan perjanjian gencatan senjata, kata Kementerian Luar Negeri Rusia pada Rabu pagi.
“Sehubungan dengan meningkat tajamnya konfrontasi bersenjata di Nagorno-Karabakh, kami mendesak pihak-pihak bertikai agar segera menghentikan pertumpahan darah, menghentikan permusuhan dan menghindarkan korban sipil," kata kementerian itu dalam pernyataan yang diposting dalam akun Telegram mereka. Pada Selasa, Azerbaijan mengerahkan pasukan yang didukung serangan artileri ke Nagorno-Karabakh yang dikuasai Armenia. Tindakan Azerbaijan itu menjerumuskan kembali wilayah yang memisahkan diri itu ke dalam kekerasan, sehingga memperbesar ancaman terjadinya lagi perang antara Azerbaijan dan tetangganya, Armenia.
Sumber: Reuters
VOInews.id- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menyerukan rencana penyelamatan global untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Di setengah jalan implementasi SDG, hanya 15 persen dari target yang berjalan sesuai rencana dan banyak yang mengalami kemunduran, jelas Guterres dalam pembukaan KTT yang menambahkan alih-alih tidak meninggalkan siapa pun, dunia berisiko meninggalkan SDG. Oleh karena itu, SDG memerlukan rencana penyelamatan global, ujarnya.
Guterres menyerukan aksi untuk mengurangi kelaparan, transisi yang lebih cepat ke energi terbarukan, penyebaran manfaat dan peluang digitalisasi yang lebih luas, pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak dan kaum muda, pekerjaan yang layak dan perlindungan sosial, serta aksi iklim. "Jadi, SDG bukan sekadar sebuah daftar tujuan. SDG membawa harapan, impian, hak, dan ekspektasi masyarakat di mana pun.
Dan SDG memberikan jalur yang paling pasti untuk memenuhi kewajiban kita berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang kini memperingati tahun ke-75," kata Guterres. Delapan tahun lalu, sejumlah negara anggota PBB mengadopsi SDG yang bukan merupakan janji yang dibuat satu sama lain sebagai diplomat melainkan sebuah janji kepada masyarakat.
Hal itu untuk masyarakat yang terimpit di bawah roda kemiskinan, masyarakat yang kelaparan di dunia yang berkelimpahan, anak-anak yang tidak mendapat akses di ruang kelas, keluarga-keluarga yang melarikan diri dari konflik, orang tua yang tak berdaya menyaksikan anak-anak mereka meninggal karena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah.
Selain itu, tambah Guterres, juga untuk orang-orang yang kehilangan harapan karena tidak dapat memperoleh pekerjaan atau jaring pengaman, seluruh masyarakat benar-benar berada di ambang kehancuran karena perubahan iklim.
Antara
VOInews.id- Juru bicara Istana Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov, Senin, mengatakan bahwa Dewan Keamanan PBB memerlukan transformasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensinya. Proses reformasi tersebut memerlukan persetujuan semua anggota dan Rusia akan memperluas badan tersebut dengan negara-negara baru yang telah memperoleh pengaruh internasional, kata Peskov kepada wartawan dalam konferensi pers di Moskow.
"Pembicaraan ini harus dimulai, kami telah membicarakan hal ini berulang kali," katanya, menambahkan bahwa reformasi memerlukan "negosiasi yang sangat rumit dan panjang." Saat ini, Dewan Keamanan PBB memiliki lima anggota permanen -- Inggris, China, Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat, yang setiap negara memiliki hak veto. Sedangkan sepuluh negara anggota dipilih untuk masa jabatan dua tahun dan berstatus anggota tidak tetap.
Mengomentari pernyataan Kanselir Jerman Olaf Scholz tentang perlunya penarikan pasukan Rusia dari Ukraina, Peskov mengatakan bahwa hal tersebut menunjukkan Berlin tidak memahami situasinya. "Ini adalah refleksi Scholz. Kecil kemungkinan refleksi ini menunjukkan bahwa pihak Jerman memahami kenyataan, memahami keadaan yang sebenarnya terjadi," katanya.
Rusia meluncurkan "operasi militer khusus" di Ukraina pada Februari tahun lalu untuk "denazifikasi" dan "demiliterisasi" Ukraina, dan melindungi penduduk berbahasa Rusia di negara tetangga tersebut. Namun Barat menyebutnya sebagai "perang agresi."
Sumber: Anadolu
VOInews.id- Satu dari 10 orang di Jepang saat ini berusia 80 tahun atau lebih, sementara rasio warga lanjut usia (lansia) dibanding total populasi naik ke rekor tertinggi, tunjuk data kementerian pada Minggu (17/9). Warga lansia di Jepang, yang mencakup warga berusia 65 tahun ke atas, mencatat persentase tertinggi dalam sejarah, yakni 29,1 persen dari total populasi, menurut statistik demografi yang diumumkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang sehari sebelum libur Hari Penghormatan Warga Lanjut Usia di negara itu.
Hal tersebut menjadikan Jepang sebagai negara dengan persentase warga lansia tertinggi di antara 200 negara dan kawasan di seluruh dunia. Namun, jumlah warga lansia menunjukkan penurunan pertama sejak pencatatan dimulai pada 1950, turun sekitar 10.000 dibandingkan tahun lalu, menjadi 36,2 juta orang hingga Jumat (15/9), papar data tersebut.
Jumlah warga berusia 75 tahun ke atas telah melampaui 20 juta untuk pertama kalinya. Jumlah warga yang berusia 80 tahun ke atas bertambah 270.000 orang dibandingkan tahun lalu menjadi 12,5 juta orang, atau lebih dari 10 persen populasi Jepang. Di sisi lain, populasi lansia yang masih bekerja terus bertambah, meningkat selama 19 tahun beruntun per 2022 menjadi total 9,12 juta. Tingkat penyerapan tenaga kerja di kalangan warga lansia juga meningkat menjadi 25,2 persen.
Dengan hampir satu dari setiap tujuh orang yang bekerja di negara tersebut dianggap sebagai warga lansia, rasio warga lansia yang bekerja di Jepang adalah yang tertinggi di antara perekonomian-perekonomian besar lainnya. Di saat negara itu menghadapi penurunan angka kelahiran dan krisis tenaga kerja di tengah populasi yang semakin menua, kementerian tersebut mengatakan bahwa rasio ini diperkirakan akan terus meningkat.
Antara