Akbar

Akbar

30
December

 

(voinews.id)- PT Angkasa Pura II sebagai pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Banten, menyatakan bahwa jumlah penumpang pada Jumat (30/12) atau H-2 Tahun Baru 2023 mencapai 112.056 orang. "Hari ini tercatat 112.056 penumpang dengan pergerakan pesawat 948 penerbangan," ucap Senior Manager of Branch Communication dan Legal Bandara Soetta, M Holik Muardi di Tangerang, Jumat. Ia menerangkan, sebanyak 112.056 penumpang yang tiba maupun berangkat di terminal penerbangan ini berasal dari 948 pergerakan pesawat. "Pergerakan pesawat untuk kedatangan sebanyak 472 penerbangan dan 474 keberangkatan," katanya.

Ia juga menyebutkan kedatangan menjelang perayaan akhir tahun baru ini diketahui sebanyak 55.738 penumpang dan keberangkatan 56.318 penumpang. "Sementara untuk kedatangan ada 55.738 penumpang dan keberangkatan sebanyak 56.318 penumpang," tuturnya.

Kendati demikian, lanjut dia, pergerakan penumpang di Terminal 1 tercatat sebanyak 180 penerbangan dengan 20.889 penumpang, kemudian, di Terminal 2 terdapat 347 penerbangan dan pergerakan sebanyak 32.676 penumpang. Selanjutnya, untuk di Terminal 3, tercatat mencapai 58.491 penumpang dan 421 penerbangan baik domestik maupun internasional.

 

antara

30
December

 

(voinews.id)Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berharap emiten yang tercatat di bursa bisa segera mencapai total 1.000, dimana saat ini sudah sebanyak 825. "Jadi yang saat ini ada sekitar 40 perusahaan dalam pipeline itu agar bisa didorong terus untuk melantai di bursa," kata Sri Mulyani dalam acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat. Ia menilai BEI berhasil menutup tahun 2022 dengan sangat baik meski diterpa ujian yang luar biasa, yakni ketidakpastian ekonomi akibat berbagai permasalahan mulai dari COVID-19 hingga geopolitik.

Selain jumlah perusahaan tercatat di bursa, indikator positif lainnya yang telah dicapai BEI adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat mencapai level tertinggi di 7.318 pada tanggal 13 September 2022. Per 30 Desember 2022, IHSG berhasil secara tumbuh 4,06 persen dibanding periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy) menjadi 6.850 atau angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan kawasan di ASEAN. Menkeu melanjutkan, kapitalisasi saham pasar modal Indonesia pun telah mencapai Rp9.500 triliun atau naik 15,2 persen (yoy).

Jumlah investor terutama individual telah mencapai lebih dari 10 juta dan mayoritas berusia di bawah 40 tahun. "Kondisi ini adalah gambaran yang luar biasa, apalagi di dalam konteks tahun 2022 yang penuh ketidakpastian," ungkapnya.

Tahun 2022, kata Sri Mulyani, seharusnya merupakan tahun pemulihan ekonomi namun banyak negara maju justru mengalami pelemahan ekonomi yang sangat kuat. Hal tersebut pun menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat, Eropa, Inggris, Jepang, bahkan Tiongkok, direvisi ke bawah secara signifikan oleh berbagai lembaga dunia pada tahun 2023.

 

antara

30
December

 

(voinews.id)- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Moskow ingin segera memulihkan situasi di Ukraina dan mengakhiri perang secepat mungkin. Melindungi kehidupan tentara dan warga sipil adalah prioritas Moskow, kata Lavrov dalam sebuah wawancara di sebuah program berita Rusia.

“Kami ingin menyelesaikan situasi ini secepat mungkin, untuk mengakhiri perang yang sedang dipersiapkan Barat dan akhirnya dilancarkan melawan kami melalui Ukraina. Prioritas kami adalah nyawa tentara dan nyawa warga sipil yang masih berada di zona pertempuran," kata dia.

Namun, Lavrov mengatakan Moskow tidak memiliki keinginan untuk mengadakan pembicaraan dengan Barat, terutama karena politikus Barat telah menyatakan bahwa keamanan di Eropa harus dibangun melawan Rusia. Terkait pengiriman sistem rudal Patriot AS ke Ukraina, Lavrov mengatakan Moskow diberitahu melalui saluran diplomatik bahwa Washington tidak berniat untuk berperang langsung dengan Rusia. “Kami diberi penjelasan secara detail bahwa tidak ada rencana seperti itu, justru karena Amerika tidak ingin berperang langsung melawan Rusia. Mereka mengatakan akan memakan waktu beberapa bulan untuk mengoperasikan sistem Patriot, di mana prajurit Ukraina dapat menguasai teknologinya,” ujar dia.

Dia mengatakan alasan utama mengapa Washington bersikeras melanjutkan inspeksi di bawah Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis adalah untuk "memahami apa yang menanti mereka jika terjadi konflik langsung dengan Rusia." Lavrov menyebut perubahan serius dalam posisi AS, mengklaim Pentagon mengatakan tidak dapat melarang Kiev untuk melakukan serangan di wilayah yang diakui secara internasional sebagai wilayah Ukraina, termasuk Krimea.

Menurut Lavrov, menteri luar negeri AS saat itu John Kerry mengatakan kepadanya pada tahun 2014 bahwa Washington tidak meragukan pilihan penduduk Krimea untuk bergabung dengan Rusia. Dia juga mempertanyakan logika Presiden AS Joe Biden, yang berbicara mengenai perlunya menghindari perang langsung dengan Rusia dan kekalahan Rusia di Ukraina. Menurut Lavrov, militer AS sangat terlibat dalam konflik di Ukraina dan tidak ada saluran komunikasi antara militer Rusia dan Amerika untuk pencegahan insiden.

Lavrov menyesali tidak adanya inisiatif perdamaian yang serius karena Barat tidak mengizinkan Ukraina melakukannya karena Rusia belum cukup "kehabisan tenaga" dalam konflik tersebut. Dia menyinggung pernyataan yang disebutnya "munafik" mengenai kesiapan Kiev untuk memulai pembicaraan damai, tetapi Moskow enggan terlibat. Menurut dia, justru Kiev yang mengatakan tidak akan pernah duduk di meja perundingan sampai penduduk asli Ukraina-Krimea dibebaskan.

Lavrov pun menegaskan bahwa tahun depan Rusia akan tetap mempertahankan tujuannya demi kepentingan rakyat dan negara. "Saya yakin bahwa melalui ketekunan, kesabaran, dan tekad kami, kami akan mempertahankan tujuan mulia yang sangat penting bagi rakyat dan negara kami, secara konsisten selalu siap untuk dialog dan kesepakatan yang setara yang akan memastikan keamanan yang benar-benar setara dan tak terpisahkan di Eropa," tutur dia.

 

Sumber: Anadolu

30
December

 

(voinews.id)- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Moskow ingin segera memulihkan situasi di Ukraina dan mengakhiri perang secepat mungkin. Melindungi kehidupan tentara dan warga sipil adalah prioritas Moskow, kata Lavrov dalam sebuah wawancara di sebuah program berita Rusia.

“Kami ingin menyelesaikan situasi ini secepat mungkin, untuk mengakhiri perang yang sedang dipersiapkan Barat dan akhirnya dilancarkan melawan kami melalui Ukraina. Prioritas kami adalah nyawa tentara dan nyawa warga sipil yang masih berada di zona pertempuran," kata dia.

Namun, Lavrov mengatakan Moskow tidak memiliki keinginan untuk mengadakan pembicaraan dengan Barat, terutama karena politikus Barat telah menyatakan bahwa keamanan di Eropa harus dibangun melawan Rusia. Terkait pengiriman sistem rudal Patriot AS ke Ukraina, Lavrov mengatakan Moskow diberitahu melalui saluran diplomatik bahwa Washington tidak berniat untuk berperang langsung dengan Rusia. “Kami diberi penjelasan secara detail bahwa tidak ada rencana seperti itu, justru karena Amerika tidak ingin berperang langsung melawan Rusia. Mereka mengatakan akan memakan waktu beberapa bulan untuk mengoperasikan sistem Patriot, di mana prajurit Ukraina dapat menguasai teknologinya,” ujar dia.

Dia mengatakan alasan utama mengapa Washington bersikeras melanjutkan inspeksi di bawah Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis adalah untuk "memahami apa yang menanti mereka jika terjadi konflik langsung dengan Rusia." Lavrov menyebut perubahan serius dalam posisi AS, mengklaim Pentagon mengatakan tidak dapat melarang Kiev untuk melakukan serangan di wilayah yang diakui secara internasional sebagai wilayah Ukraina, termasuk Krimea.

Menurut Lavrov, menteri luar negeri AS saat itu John Kerry mengatakan kepadanya pada tahun 2014 bahwa Washington tidak meragukan pilihan penduduk Krimea untuk bergabung dengan Rusia. Dia juga mempertanyakan logika Presiden AS Joe Biden, yang berbicara mengenai perlunya menghindari perang langsung dengan Rusia dan kekalahan Rusia di Ukraina. Menurut Lavrov, militer AS sangat terlibat dalam konflik di Ukraina dan tidak ada saluran komunikasi antara militer Rusia dan Amerika untuk pencegahan insiden.

Lavrov menyesali tidak adanya inisiatif perdamaian yang serius karena Barat tidak mengizinkan Ukraina melakukannya karena Rusia belum cukup "kehabisan tenaga" dalam konflik tersebut. Dia menyinggung pernyataan yang disebutnya "munafik" mengenai kesiapan Kiev untuk memulai pembicaraan damai, tetapi Moskow enggan terlibat. Menurut dia, justru Kiev yang mengatakan tidak akan pernah duduk di meja perundingan sampai penduduk asli Ukraina-Krimea dibebaskan.

Lavrov pun menegaskan bahwa tahun depan Rusia akan tetap mempertahankan tujuannya demi kepentingan rakyat dan negara. "Saya yakin bahwa melalui ketekunan, kesabaran, dan tekad kami, kami akan mempertahankan tujuan mulia yang sangat penting bagi rakyat dan negara kami, secara konsisten selalu siap untuk dialog dan kesepakatan yang setara yang akan memastikan keamanan yang benar-benar setara dan tak terpisahkan di Eropa," tutur dia.

 

Sumber: Anadolu