(voinews.id)- Perusahaan sirup obat batuk di India, obat yang terkait kematian 19 anak di Uzbekistan, mengatakan pada Jumat bahwa mereka telah menghentikan produksi semua jenis obat setelah inspeksi dilakukan regulator obat India. Media India melaporkan bahwa inspeksi tersebut telah menemukan adanya penyimpangan aturan manufaktur di salah satu unit perusahaan farmasi Marion Biotech. Baik pihak Marion Biotech maupun kementerian kesehatan India belum memberikan jawaban atas pertanyaan Reuters atas laporan media setempat atau pun hasil penemuan tim inspeksi tersebut.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Uzbekistan mengatakan sedikitnya 18 anak meninggal di Kota Samarkand setelah mengonsumsi sirup Dok-1 Max buatan Marion Biotech. Media Uzbekistan pada Kamis (29/12) melaporkan korban ke-19, setelah seorang anak berusia satu tahun meninggal.
Kementerian Uzbekistan mengatakan sirup itu mengandung zat beracun, etilena glikol, dan diberikan dalam dosis yang lebih tinggi dari dosis standar untuk anak-anak, baik oleh orang tua mereka --yang mengira itu sebagai obat anti selesma-- atau atas saran apoteker. Regulator obat-obatan India dan otoritas wilayah telah memeriksa fasilitas Marion Biotech di Noida, dekat Delhi, kata kementerian kesehatan India pada Kamis, saat Uzbekistan mengambil tindakan hukum terhadap perwakilan lokal perusahaan tersebut.
Media siaran NDTV melaporkan pada Jumat bahwa pihak berwenang India telah memerintahkan penghentian total produksi semua obat di fasilitas perusahaan di Noida setelah menemukan penyimpangan dari aturan manufaktur. Hasan Harris, kepala bagian hukum Marion Biotech, mengatakan kepada mitra Reuters, ANI, "Kami menunggu laporan, pabrik diperiksa.
Kami telah menghentikan produksi semua obat." Uzbekistan menarik peredaran tablet dan sirup Dok-1 Max dari semua apotek sementara media lokal melaporkan bahwa negara tersebut juga telah menangguhkan penjualan sirup anti selesma Marion Biotech lainnya bernama Ambronol.
India dikenal sebagai 'apotek dunia', dan telah menggandakan ekspor farmasi selama dekade terakhir, menyentuh 24,5 miliar dolar AS (sekitar Rp384,55 triliun) pada tahun fiskal terakhir. Kasus Uzbekistan menyusul kematian sedikitnya 70 anak di Gambia yang dikaitkan dengan sirup batuk dan pilek yang diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Ltd, yang berbasis di New Delhi. Namun, baik pemerintah India maupun perusahaan tersebut membantah melakukan kesalahan.
Sumber: Reuters
(voinews.id)- Korea Selatan pada Jumat mengatakan akan mewajibkan tes COVID-19 bagi pelaku perjalanan dari China, mengikuti jejak negara lain seperti Amerika Serikat dan Jepang. Langkah itu diambil sebagai aturan baru perbatasan, menyusul keputusan Beijing yang mencabut kebijakan ketat anti-COVID di China.
Korsel juga akan membatasi penerbitan visa singkat bagi warga negara China hingga akhir Januari. Penerbangan dari China, yang frekuensinya tengah meningkat, juga akan dibatasi, kata Perdana Menteri Han Duck-soo.
Bandara Internasional Incheon akan dijadikan sebagai satu-satunya pintu masuk penerbangan dari negara itu. Mulai 5 Januari, para pelaku perjalanan dari China akan diharuskan menunjukkan hasil negatif tes PCR yang dilakukan tidak lebih dari 48 jam atau tes antigen dalam 24 jam sebelum keberangkatan.
Mereka juga harus menjalani tes PCR lagi setibanya di Korsel mulai 2 Januari, kata sejumlah pejabat.
Menurut Han, Korsel harus segera bersiap menghadapi dampak apa pun di dalam negeri menyusul pelonggaran aturan karantina China. "Kami akan bersiap untuk mengambil tindakan lebih ketat jika situasinya memburuk, jika kami melihat adanya peningkatan infeksi secara cepat dari kedatangan atau kemunculan varian-varian baru," kata dia.
China bulan ini mulai mencabut kebijakan anti-COVID terketat di dunia, yang diberlakukan lewat penguncian wilayah (lockdown) dan tes COVID massal di seluruh negeri. Perubahan kebijakan mendadak oleh China itu telah mendorong negara-negara lain untuk menerapkan atau mempertimbangkan pembatasan bagi pelaku perjalanan dari China di tengah lonjakan kasus COVID-19 di sana.
Sumber: Reuters
(voinews.id)- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan para mitra kemanusiaannya berkomitmen tetap memberikan bantuan kepada rakyat Afghanistan terlepas dari keputusan pemerintah yang dikelola Taliban melarang kaum perempuan bekerja di organisasi kemanusiaan nonpemerintah, demikian disampaikan seorang utusan PBB untuk Afghanistan di markas besar PBB, Kamis (29/12).
"Kebutuhan kemanusiaan rakyat (Afghanistan) sangatlah besar, dan penting bagi kami untuk terus bertahan dan memberikan bantuan," kata Ramiz Alakbarov, koordinator penduduk dan kemanusiaan PBB untuk Afghanistan, dalam konferensi pers.
Alakbarov menekankan bahwa memastikan hak-hak wanita dan anak perempuan di Afghanistan "benar-benar dijaga dan dilindungi" juga tak kalah penting, seraya menambahkan bahwa mereka merupakan elemen "penting" dan "tak terbantahkan" dari aksi kemanusiaan. "Kami tidak percaya bahwa aksi kemanusiaan yang komprehensif dapat dilakukan tanpa partisipasi perempuan," ujarnya. Sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi situasi tersebut, koordinator bantuan darurat PBB Martin Griffiths akan melakukan kunjungan ke Afghanistan dalam beberapa pekan mendatang, kata Alakbarov. S
antara
(voinews.id)- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi mencabut kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Jumat. “Lewat pertimbangan-pertimbangan yang berdasarkan angka-angka yang ada, maka pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022,” kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat. Presiden Jokowi mengatakan dengan demikian maka tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat.
“Namun demikian saya minta seluruh masyarakat dan komponen bangsa untuk tetap berhati-hati dan waspada,” kata dia.
Presiden menjelaskan Indonesia menjadi negara yang berhasil mengendalikan pandemi COVID-19 dengan baik dan sekaligus bisa menjaga stabilitas ekonomi. Hal itu karena kebijakan gas dan rem yang menyeimbangkan penanganan kesehatan dan perekonomian.
“Kalau kita lihat dalam beberapa bulan terakhir pandemi COVID-19 semakin terkendali,” kata dia. Menurut Jokowi, hingga 27 Desember 2022 di Indonesia hanya terjadi 1,7 kasus per satu juta penduduk, dan positivity rate mingguan hanya sebesar 3,35 persen. Selain itu, tingkat keterisian di rumah sakit atau "bed occupancy ratio" (BOR) sebesar 4,79 persen, dan angka kematian sebesar 2,39 persen.
“Ini semuanya berada di bawah standar WHO”, kata Presiden Jokowi. Sebelum PPKM dicabut, kata Presiden Jokowi, seluruh kabupaten dan kota di Indonesia berstatus PPKM level 1 yang menandakan pembatasan kerumunan dan pergerakan orang di tingkat rendah. Jokowi mengatakan pemerintah sudah mengkaji penentuan status PPKM selama 10 bulan.
antara