Akbar

Akbar

11
November

 

(voinews.id)- Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat melakukan audiensi dengan Raja Kamboja Norodom Sihamoni menyatakan kesiapan Indonesia untuk meneruskan keketuaan ASEAN tahun depan di tengah situasi dunia dan kawasan yang tidak mudah.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam keterangannya di sela-sela rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (KTT ASEAN) di Phnom Penh, Jumat. Menurut Menlu Retno, Presiden Jokowi pada kesempatan itu juga menyampaikan pandangan Indonesia sebagai ketua ASEAN pada 2023 serta menyampaikan apresiasi atas kepemimpinan Kamboja sebagai ketua ASEAN tahun ini.

Jokowi pun mengharapkan dukungan dari Kamboja dan juga semua negara anggota ASEAN lainnya selama keketuaan Indonesia, ujar Retno.

Dalam pertemuan para pemimpin ASEAN dengan perwakilan ASEAN Inter-Parliament Assembly (AIPA), Presiden Jokowi menyoroti berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh ASEAN, baik internal maupun eksternal. Presiden Jokowi mengatakan selain mencoba membantu penyelesaian krisis di Myanmar, ASEAN juga harus mampu menavigasi peningkatan rivalitas di antara kekuatan besar di kawasan dan mencari cara untuk menghadapi tantangan itu.

“Presiden Jokowi menyerukan pentingnya ASEAN menjadi bagian dari solusi,” ucap Menlu Retno. Untuk itu, Pemerintah Indonesia mendorong penguatan sinergi antara pemerintah dengan parlemen dari negara-negara anggota untuk memperkokoh kesatuan dan sentralitas ASEAN.

Terkait posisi Indonesia sebagai ketua ASEAN pada 2023, Presiden Jokowi menegaskan komitmen Indonesia untuk berkontribusi membangun ASEAN yang lebih kuat agar mampu menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks. "Presiden (Jokowi) juga mengharapkan dukungan parlemen dalam keketuaan Indonesia di ASEAN tahun depan," kata Menlu Retno.

 

antara

10
November

 

(voinews.id)- Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai perlu memanfaatkan potensi sistem penyiaran digital secara maksimal untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut dia, diperlukan peraturan untuk menjalankan sistem penyiaran digital yang harus dipersiapkan dengan baik.

"Proses migrasi sistem siaran televisi analog ke sistem siaran digital diharapkan membuka banyak potensi yang bisa dimanfaatkan untuk semaksimal mungkin kepentingan masyarakat," kata Lestari dalam keterangannya di Jakarta, Rabu. Hal itu dikatakan Lestari dalam keterangan tertulisnya untuk diskusi bertema "Peluang Industri TV Digital dan Tantangan Keamanan Nasional" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.

Lestari menilai potensi yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat harus disampaikan ke publik agar kebijakan penyiaran digital segera memberi dampak positif bagi masyarakat luas. "Saya mendorong para pengelola lembaga penyiaran ikut aktif dalam menyajikan konten-konten yang lebih beragam dan bermanfaat," ujarnya.

Dia berharap siaran televisi digital yang semakin beragam diisi dengan konten sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Menurut dia, para pemangku kepentingan melalui kebijakannya harus mampu berkolaborasi dengan masyarakat secara baik untuk menghasilkan produk siaran yang bermanfaat.

"Langkah itu dalam upaya mewujudkan anak bangsa yang berkarakter dan tangguh menjawab tantangan zaman," katanya. Dalam diskusi tersebut, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Usman Kansong mengungkapkan peluang Industri penyiaran digital bisa menciptakan peluang di tiga sektor, yaitu sektor politik, teknologi, dan ekonomi.

Dia menjelaskan di sektor politik, migrasi dari siaran analog ke digital merupakan bentuk demokratisasi dalam industri penyiaran karena akan terjadi keberagaman kepemilikan lembaga penyiaran dan konten. "Dengan siaran digital akan lebih banyak pilihan bagi masyarakat untuk menikmati siaran. Apalagi dengan siaran digital dimungkinkan adanya interaksi antara penonton dan penyedia siaran untuk memberi pendapat tentang konten siaran," ujarnya.

Usman mengatakan peluang di sektor ekonomi dengan potensi lebih banyak konten bisa disiarkan akan membuka lapangan kerja di berbagai bidang yang diperkirakan sekitar 200 ribu lapangan kerja. Dari sisi teknologi, menurut dia, digitalisasi akan menghadirkan teknologi yang lebih baik, namun memiliki tantangan, antara lain, keamanan terkait konten. Dia berharap revisi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2022 tentang Penyiaran segera selesai agar bisa menjawab tantangan yang muncul dari proses migrasi ke siaran digital (ASO).

 

10
November

 

(voinews.id)- Forum Asia untuk Hak Asasi Manusia dan Pembangunan (Forum-Asia) mengatakan para pemimpin ASEAN harus mengembangkan rencana aksi konkret dalam menyelesaikan krisis Myanmar. “Kami mendesak masyarakat internasional untuk meningkatkan sanksi ekonomi dan diplomatik yang lebih ketat terhadap militer Myanmar, termasuk memberlakukan larangan penjualan bahan bakar penerbangan kepada junta untuk mengurangi kemampuannya melakukan serangan udara terhadap warga sipil,” kata FORUM-ASIA dalam keterangannya yang diterima di Phnom Penh, Kamboja, Kamis. Embargo senjata yang komprehensif dengan mekanisme penegakan yang efektif sangat dibutuhkan untuk memutus akses junta ke senjata yang digunakannya tanpa pandang bulu, kata kelompok tersebut.

“Krisis hak asasi manusia dan kemanusiaan di Myanmar merupakan ancaman bagi stabilitas regional; itu bukan hanya "urusan internal". ASEAN harus menahan diri dari melegitimasi junta militer, berhenti memberikan kursi kepada mereka di KTT dan pertemuannya. Melainkan harus terlibat dengan Pemerintah Persatuan Nasional dan mendukung kelompok masyarakat sipil,” kata Forum-Asia. Junta militer Myanmar baru-baru ini ditunjuk sebagai ketua Konferensi Kepala Udara ASEAN (ASEAN Air Chiefs Conference/AACC).

Jenderal Tun Aung memimpin delegasi junta di mana mereka menjadi Ketua AACC untuk tahun mendatang, menurut temuan Justice For Myanmar. ASEAN harus mengambil tindakan nyata untuk mengecualikan semua perwakilan politik dan non-politik junta militer Myanmar menghadiri KTT, pertemuan, dan kegiatan ASEAN. Ketua Dewan Penasehat “Progressive Voice,” Khin Ohmar mengatakan dengan mengizinkan junta militer Myanmar untuk memimpin Konferensi Kepala Udara ASEAN, berarti ASEAN melanggar Konsensus Lima Poin untuk menghentikan kekerasan yang sedang berlangsung.

“Progressive Voice,” suatu organisasi riset dan advokasi yang memiliki jaringan masyarakat madani di Myanmar dan seluruh kawasan ASEAN.

Khin Omar mengatakan Jenderal Tun Aung adalah individu yang terkena sanksi, dan kejahatan yang dilakukan oleh militer di bawah komandonya sudah dikenal luas. Alih-alih meminta pertanggungjawaban Jenderal Tun Aung atas kejahatan perang, ASEAN malah dianggap menggelar “karpet” baginya untuk bertanggung jawab atas badan regional yang bertujuan untuk kemitraan yang lebih besar antara angkatan udara.

Para pemimpin ASEAN harus mengambil tindakan tegas di KTT untuk mengecualikan semua perwakilan junta politik dan non-politik dari pertemuan dan kegiatannya. Ini harus mencakup Komisi ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (ACWC) dan Komisi Antar Pemerintah ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (AICHR). Dalam serangan terbarunya, militer Myanmar melakukan serangan udara yang menargetkan orang-orang Kachin yang berkumpul di sebuah festival musik pada 23 Oktober.

Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 80 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya. Pada September, militer juga melancarkan serangan udara di sebuah sekolah di silayah Sagaing, menewaskan sedikitnya 11 anak. Lebih dari 2.400 orang telah dibunuh oleh junta sejak percobaan kudeta pada Februari 2021 dan jumlah ini terus meningkat.

Junta juga terus memimpin the ASEAN Defence Ministers’ Meeting Plus Experts’ Working Group (ADMM-Plus EWG) on Counter Terrorism bersama dengan Rusia. Pada Juli, 448 organisasi masyarakat sipil mengirim surat terbuka yang mendesak anggota ADMM-Plus EWG tentang Kontra Terorisme untuk memboikot pertemuan tersebut.

Australia, Selandia Baru, AS, Jepang, dan Korea Selatan tidak hadir. Meskipun mitra dialog ASEAN menjauhkan diri dari pertemuan tersebut, AS secara khusus mendesak mitra untuk menggunakan mekanisme kerja sama pertahanan dan 'tidak menyampaikan propaganda', ASEAN telah mengizinkan junta untuk mengendalikan situs web kelompok tersebut dan menggunakannya sebagai platform untuk menyebarkan disinformasi dan propaganda, demikian menurut Justice For Myanmar.

 

antara

10
November

 

(voinews.id)-Presiden Joko Widodo mengawali agenda kerja di Phnom Penh, Kamboja, dengan mengunjungi Istana Kerajaan Kamboja untuk melakukan audiensi secara tertutup dengan Raja Kamboja, Yang Mulia Norodom Sihamoni. Berdasarkan keterangan tertulis dari Biro Pers, Media dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden, setelah bertemu dengan Norodom Sihamoni, Presiden Jokowi akan menuju Sokha Phnom Penh Hotel untuk menghadiri pertemuan para pemimpin ASEAN dengan perwakilan ASEAN Inter-Parliament Assembly (AIPA). Di lokasi tersebut, Presiden Jokowi juga akan melakukan pertemuan dengan Presiden Asian Development Bank (ADB).

Selanjutnya, Presiden Jokowi akan mengikuti pertemuan dengan para pemimpin ASEAN dan perwakilan pemuda ASEAN. Agenda dilanjutkan dengan pertemuan para pemimpin ASEAN dengan perwakilan dari ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC). Pada petang harinya, Presiden Jokowi diagendakan untuk mengikuti Pertemuan Tingkat Tinggi Para Pemimpin Indonesia, Malaysia, dan Thailand dalam KTT Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle (IMT-GT). Selepas itu, Presiden Jokowi menuju Hotel Sofitel untuk kemudian melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, dalam keterangannya di Phnom Penh, mengatakan bahwa rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-40 dan ke-41 serta KTT terkait lainnya akan dilakukan pada 10-13 November 2022.

"Total pertemuan dan kegiatan yang akan dihadiri oleh Presiden lebih dari 20, ditambah empat pertemuan bilateral, yaitu dengan Perdana Menteri Singapura, Presiden Dewan Eropa, Sekjen PBB, dan Presiden Asian Development Bank," kata Menlu Retno. Menurut Menlu, KTT ASEAN ke-40 dan ke-41 akan dilakukan dalam bentuk plenary dan retreat. Pada sesi pleno, KTT akan membahas mengenai penguatan kapasitas institusi dan efektivitas ASEAN. "Sementara untuk retreat, terdapat dua isu besar yang akan dibahas, yaitu hubungan ASEAN dengan pihak luar tentunya termasuk tantangan eksternal yang dihadapi oleh ASEAN dan masalah Myanmar," ungkap Menlu.

 

antara