Daniel

Daniel

11
March


Kekayaan sumber daya laut Indonesia, terutama sumber daya perikanan yang luar biasa dan belum dieksplorasi secara maksimal,  sangat menggiurkan bagi nelayan penangkap ikan negara lain. Karena itu tidak jarang mereka masuk ke wilayah perairan laut  Indonesia untuk menangkap ikan secara ilegal. Pada Jumat (8/3) minggu lalu, kapal Pengawas Perikanan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali menangkap 1 kapal asing yang sedang mencuri hasil laut di wilayah Indonesia. Kapal berbendera Vietnam tersebut ditangkap di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Natuna Utara karena melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah dari pemerintah Indonesia. Selain itu, kapal tersebut memakai alat tangkap yang dilarang di Indonesia, yaitu jenis trawl. Sebelumnya, kapal patroli TNI AL, KRI TOM-357 menggiring 4 kapal ikan berbendera Vietnam yang diduga mencuri ikan di perairan Natuna, namun dihalangi  oleh dua kapal Vietnamese Fisheries Resources Surveillance   yang merupakan kapal Kementerian Pertanian dan Pengembangan Daerah Tertinggal, Vietnam. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Untuk itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melalui Kementerian Luar Negeri melayangkan protes ke pemerintah Vietnam. Vietnam dikenal sebagai negara yang paling banyak melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia. Mereka tidak jera walaupun pemerintah Indonesia sudah melakukan tindakan tegas. Hal ini terbukti dari 488 kapal asing yang ditenggelamkan sejak 2014, 276 diantaranya adalah kapal berbendera Vietnam. Tentu bukan hanya Vietnam, ada banyak kapal berbendera negara lain seperti Thailand, Philipina, Malaysia dan juga China yang ditangkap.

Untuk melindungi kekayaan alam laut Indonesia, serta mencegah hal sama terulang, tentu perlu menggiatkan patroli, termasuk patroli terpadu antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan TNI Angkatan Laut atau Polisi Perairan.

12
March


Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi dan Komisioner Jenderal Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UnitedNations Reliefe Works Agency: UNRWA) Pierre Krähenbühl menandatangani perjanjian kontribusi kemanusiaan Indonesia bagi  pengungsi Palestina eks-Gazans di Jerash Camp, Yordania, Selasa (5/3). Laman kemenlu.go.id menyatakan kontribusi kemanusiaan Indonesia sebesar 1 juta dolar Amerika Serikat akan diberikan untuk membantu kebutuhan makanan dan kesehatan bagi para pengungsi.

Dalam pertemuan dengan Komisioner Jenderal UNWRA, Menteri Luar Negeri  Retno Marsudi menyampaikan bahwa kontribusi Indonesia tersebut menunjukkan kebersamaan dan komitmen Indonesia untuk terus membantu rakyat Palestina. Menteri Luar Negeri  menegaskan kembali bahwa isu Palestina ada di jantung politik luar negeri Indonesia, dan menjadi perhatian dan keprihatinan rakyat Indonesia. Retno Marsudi juga  menyampaikan apresiasi atas partisipasi UNRWA dalam kegiatan "Solidarity Week for Palestine", yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia di Bandung dan Jakarta Oktober 2018 lalu. Kegiatan itu juga dihadiri oleh Menlu Palestina Riyad Malki. 

Dalam acara tersebut, pihak UNRWA telah melakukan pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan di Indonesia terkait penggalangan dana kemanusiaan bagi pengungsi Palestina. Pada awal 2018, UNRWA menyampaikan mengenai krisis pendanaan sebesar lebih dari 446 juta dolar Amerika . Tahun ini, kekurangan pendanaan UNWRA untuk kegiatan programnya mencapai sekitar 211 juta dolar Amerika. Indonesia akan terus memberikan dukungan kepada masyarakat Palestina baik dalam bentuk bantuan keuangan maupun program peningkatan kapasitas.

Sebelumnya,Menteri Retno  dalam pertemuan dengan DutaBesar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour di New York, AS ( 21/ 1)  menegaskan komitmen Indonesia  untuk terus berkontribusi pada UNRWA. Dikatakannya, kontribusi Indonesia terhadap UNRWA perlu ditingkatkan, mengingat Amerika Serikat yang memasok 30 persen dari total anggaran  pengeluaran lembaga tersebut, telah memutuskan menghentikan bantuan dana bagi UNRWA sejak September 2018.

Menteri Retno Marsudi juga menjelaskan bahwa masalah yang ssama akan dihadapi tahun 2019 yaitu kekurangan dana yang dibutuhkan UNRWA untuk mengelola pengungsi yang jumlahya lebih dari 5 juta orang. Menurutnya Indonesia siap memberikan kontribusi yang paling tidak jumlahya sama seperti yang dberikan tahun lalu. Dikatakannya, kontribusi Indonesia untuk UNRWA akan terus ditingkatkan  menjadi 2 juta dolar AS atau sekitar 29 Miliyar Rupiah untuk UNRWA.

11
March

Presiden Joko Widodo meresmikan jalan tol Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 140,9 kilometer pada Jumat lalu. Jalan tol tersebut merupakan yang terpanjang di Indonesia. Presiden juga sekaligus meresmikan Terminal dan Dermaga Eksekutif Merak dan Bakauheni. Presiden Joko Widodo dalam sambutannya  mengatakan, ini merupakan jalan tol terpanjang pertama yang ia resmikan. Jalan tol ini ditargetkan akan tersambung hingga Provinsi Aceh pada tahun 2024 mendatang. Jalan Tol Bakauheni di Lampung Selatan hingga Terbanggi Besar di Lampung Tengah merupakan satu dari 24 ruas Jalan Tol Trans Sumatera yang akan menyambung wilayah Lampung dengan Aceh. Panjang Jalan Tol Trans Sumatera diperkirakan mencapai 2.765 km dengan total biaya investasi 476 triliun rupiah. Presiden Joko Widodo berharap pembangunan jalan tol ini meningkatkan perekonomian dan memperlancar arus distribusi barang dan jasa dari dan ke Lampung. Selain itu juga diharapkan memicu masuknya investasi yang akan mendorong ekonomi daerah. Presiden juga mengatakan pembangunan tol di Lampung bisa cepat selesai berkat dukungan pemerintah daerah. Oleh karena itu ia  mengapresiasi Pemerintah Provinsi Lampung yang membantu proses pembebasan lahan. Ia juga berharap sejumlah ruas tol lain Trans- Sumatra yang sedang dibangun bisa segera beroperasi.

Hal yang sama juga dikatakan Gubernur Lampung M Ridho Ficardo. Menurut Ridho, terbukannya konektivitas melalui Tol Trans- Sumatra akan membuka pertumbuhan ekonomi baru di wilayah Sumatra. Ia mengatakan, ruas tol Bakauheni–Terbanggi Besar akan difungsikan sebagai sistem logistik nasional dalam  pendistribusian barang dan mempercepat pertumbuhan ekonomi Sumatra.

Sementara itu Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menilai Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera sangat strategis karena merupakan bagian dari Asian Highway Network. Menurut Arif tersambungnya Jalan Tol Trans Sumatera dengan Asian Highway Network akan meningkatkan konektivitas antarnegara di Asia. Apalagi, negara-negara di Asia Tenggara memiliki visi Asean Connectivity pada 2025 untuk menghubungkan dan mengintegrasikan secara komprehensif negara-negara di kawasan tersebut. Dengan demikian ia berharap ekspor ke Asia menjadi lebih lancar, sehingga Jalan Tol Trans Sumatera mampu menjadi perangsang pertumbuhan ekonomi nasional.

09
March


Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan pemerintah daerah dari tujuh provinsi menyetujui rencana untuk meningkatkan pengelolaan Ekosistem Laut besar Indonesia (Indonesian Seas Large Marine Ecosystem/ISLME) dengan dukungan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). Tujuh provinsi tersebut adalah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,  dan Kalimantan Timur.

Dalam rilisnya Rabu lalu,FAO menyebutkan bahwa Ekosistem Laut besar (Large Marine Ecosystem) didefinisikan sebagai daerah pesisir yang memiliki produktivitas lebih tinggi daripada di daerah laut terbuka. Secara global, terdapat 66 ekosistem laut besar. Ekosistem laut besar Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dengan 500 spesies terumbu karang, 2.500 spesies ikan laut, 47 spesies dari bakau dan 13 spesies lamun.

Sementara itu ditetapkan pula lima area prioritas Ekosistem Laut besar Indonesia yaitu di pantai utara Jawa, Kalimantan Timur, Flores Timur, Lombok dan daerah perbatasan Batugede-Atapupu. Perencanaan terhadap kelima daerah tersebut diselesaikan dalam pertemuan di Bogor antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan FAO yang berakhir Rabu lalu. Program ini merupakan bagian dari proyek regional yang dilaksanakan oleh Indonesia dan Timor-Leste, meliputi 213 juta hektare perairan territorial, termasuk dalam Ekosistem Laut besar Indonesia.

Kepala Perwakilan FAO di Indonesia Stephen Rudgard mengatakan, proyek ini akan membantu Indonesia dan Timor-Leste untuk berkolaborasi dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut. Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kontribusi perikanan dalam meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi malnutrisi di kawasan ini.

Menurut laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan sekitar 185 juta orang yang tinggal di daerah itu sangat bergantung pada industri pesisir dan kelautan, termasuk perikanan, akuakultur, produksi minyak dan gas, transportasi, dan pariwisata. Namun wilayah Ekosistem Laut besar Indonesia kini menghadapi berbagai ancaman.

Kementerian Kelautan dan Perikanan memperkirakan kerugian dari penangkapan ikan illegal di perairan Indonesia berjumlah sampai 20 miliar dolar Amerika Serikat per tahun. Degradasi dan hilangnya ekosistem pesisir dan laut seperti hutan bakau, rumput laut dan terumbu karang di Ekosistem Laut besar Indonesia juga secara signifikan terus terjadi. Padahal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sangat bergantung pada industri pesisir dan kelautan, yang menyumbang 25 persen dari Produk Domestik Bruto negara dan menyerap lebih dari 15 persen tenaga kerja.

Kegiatan di lima lokasi prioritas akan mencakup demonstrasi implementasi pengelolaan dengan pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan dan budi daya, perencanaan tata ruang laut, dan kawasan lindung laut untuk rajungan, lobster, kepiting bakau dan perikanan perairan dalam.