Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati memastikan realisasi pendapatan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-APBN 2018 telah mencapai 1.942,3 triliun rupiah, menembus 102,5 persen dari target 1.894,7 triliun rupiah. Sri Mulyani dalam jumpa pers perkembangan APBN 2018 di Jakarta, Rabu (2/1) menjelaskan, realisasi ini berasal dari penerimaan pajak, kepabeanan dan cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Capaian realisasi pajak merupakan kombinasi dari membaiknya kinerja perekonomian serta meningkatnya kemampuan pungutan pajak sebagai hasil perbaikan basis pajak, kepatuhan wajib pajak, dan intensifikasi pajak. Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan, peningkatan konsumsi dan impor, menggambarkan adanya perbaikan ekonomi rumah tangga, korporasi, serta seluruh kegiatan masyarakat dibandingkan tahun 2017.
Rasio pajak tercatat mencapai 11,5 persen atau meningkat 0,8 persen dibandingkan 2017 karena membaiknya kinerja reformasi perpajakan. Realisasi penerimaan negara yang tumbuh 6,7 persen dibanding tahun 2017, didukung oleh membaiknya aktivitas perdagangan internasional, penertiban cukai berisiko tinggi, dan reformasi institusi bea dan cukai. Sementara itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ikut mencatatkan pertumbuhan tinggi sejak 2009 atau sebesar 30,8 persen, karena pengaruh meningkatnya harga minyak dan batu bara.
Anggota Komisi 11 DPR Mukhamad Misbakhun di jakarta, Rabu, memberikan apresiasi atas realisasi penerimaan negara yang telah melampaui target dalam APBN 2018. Menurut Misbakhun penerimaan negara yang melebihi target tersebut adalah hasil dari upaya pemerintah dalam membangun kemandirian dan kedaulatan ekonomi. Menurutnya, upaya yang dilakukan termasuk menuntaskan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty, melakukan reformasi dalam bidang pajak dan merevisi UU PNBP.
Misbakhun menilai program tax amnesty telah berjalan sukses karena terdapat perbaikan basis data perpajakan serta deklarasi harta mencapai 4.855 triliun rupiah dengan repatriasi dari luar negeri sebesar 147 triliun rupiah. Misbakhun juga mendorong pemerintah melakukan reformasi pajak berkelanjutan melalui perubahan tarif yang lebih kompetitif di kawasan regional agar Indonesia makin menarik bagi masuknya aliran modal. Ia berharap reformasi pajak tersebut dilakukan dengan mendukung pemberdayaan ekonomi digital.
Indonesia dan Ekuador berhasil realisasikan Forum Kerja sama Perdagangan atau Working Group on Trade and investment (WGTI) yang pertama di Quito, Ekuador belum lama ini. Nota Kesepahaman tentang pembentukan forum tersebut telah ditanda tangani pada 2012 lalu. Penerangan Sosial dan Budaya Kedutaan Besar RI Quito dalam keterangan yang dikutip Antara, Kamis menyebutkan kedua negara telah melakukan pembahasan mengenai berbagai isu perdagangan dan investasi antara kedua negara, diantaranya akses pasar, fasilitas perdagangan, prosedur kepabean, serta pengenalan sektor investasi prioritas kedua negara. Forum juga membahas mengenai hambatan-hambatan perdagangan yang selama ini dialami oleh kedua belah pihak, baik berupa tarif maupun non-tarif.
Pihak Indonesia telah menyampaikan keluhan baik importer maupun eksporter terkait tarif Ekuador yang masih sangat tinggi. Indonesia mengusulkan agar kedua negara dapat menganalisa kemungkinan dibentuknya perjanjian kerja sama perdagangan di masa depan. Kedua pihak sepakat untuk melakukan kajian lebih lanjut terkait kemungkinan dibentuknya perjanjian dagang tersebut. Menurut Direktur Perundingan bilateral, Kementerian Perdagangan Made Marthini, pertemuan tersebut merupakan suatu hal yang bersejarah bagi hubungan bilateral kedua negara. Sejak dibentuknya hubungan diplomatik di tahun 1980, baru pertama kali kedua negara melakukan forum kerja sama untuk isu-isu perdagangan dan investasi.
Menurut Made Marthini Ekuador merupakan mitra dagang terbesar Indonesia ke-5 di kawasan Amerika Selatan, yang berpotensi besar untuk menjadi pintu masuk bagi produk Indonesia ke pasar Amerika Selatan. Duta Baesar RI di Quito Diennaryati Tjokrosuprihatono menilai pertemuan tersebut sangat penting untuk membuka hambatan yang membatasi perdagangan, mengingat potensi Ekuador sebagai salah satu pasar non-tradisional bagi Indonesia di Amerika Selatan. Hal itu ditunjukkan dengan pemberian Primaduta Award kepada salah satu perusahaan Ekuador pada tahun 2018. Pada kunjungannya tanggal 19 Desember lalu Delegasi Indonesia juga melakukan diskusi dengan Asosiasi Kelapa Sawit Ekuador, Palmicultor terkait isu-isu yang dapat dikerjasamakan antara Indonesia dan Ekuador. Delegasi juga berkesempatan untuk melakukan kunjungan ke pabrik kakao dan ladang bunga mawar. Kedua produk ini merupakan komoditi impor utama Indonesia dari Ekuador.
Pemilihan umum baru saja dilaksanakan di Bangladesh. Hasilnya mencengangkan. Partai Liga Awami pimpinan Perdana Menteri Sheikh Hasina memenangkan 98% kursi parlemen. Pencapaian ini membuat Sheikh Hasina menduduki jabatannya untuk kali keempat. Namun, pihak oposisi menganggap pemerintahan yang berkuasa menggunakan segala cara untuk menang di dalam pemilihan umum. Bahkan, beberapa pihak menganggap pemerintahannya cenderung otoritarian.
Pemilihan kali ini diwarnai dengan adanya penahanan terhadap wartawan dari surat kabar setempat. Wartawan ini mengungkap adanya potensi kecurangan setelah melihat salah satu daerah pemilihan terdapat kelebihan suara lebih dari 20 ribu dibandingkan dengan Daftar Pemilih Terdaftar di kawasan itu. Pihak Kepolisian kemudian menangkap wartawan tersebut dengan tuduhan pelanggaran Undang-undang Keamanan Digital. Namun, UU itu dianggap controversial.
Memang di bawah pemerintahan saat ini, sejak empat tahun terakhir laju pertumbuhan Bangladesh boleh dikatakan baik. Pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi negeri dengan penduduk 167 juta jiwa ini mencapai 6,3 persen. Pada tahun 2017 meningkat hingga 7,4%. Peningkatan ini dikontribusi dari perdagangan dengan mitra utama Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Namun suara di dalam negeri menginginkan, laju pertumbuhan ekonomi positif juga disertai demokrasi positif. Saat ini, harapan itu masih harus diwujudkan. Tuduhan dari pihak oposisi adalah pemerintah menghalangi pemilih yang bersimpati kepada oposisi, disertai penangkapan aktivis pro-oposisi. Amerika Serikat yang menjadi investor terbesar di negeri itu bersikap mendua. Pada satu sisi, ada keprihatinan atas kekerasan dan intimidasi jelang pemilu. Pada sisi lain, AS memberi apresiasi para pemilih di Bangladesh.
Pada tgl. 10 Januari, pemerintahan baru Bangladesh akan diambil sumpah dan mulai memimpin negara itu. Yang kita harapkan adalah Bangladesh perlu belajar dari negara lain yang mendorong peningkatan ekonomi tanpa menunggalkan prinsip-prinsip fundamental demokrasi. Negara-negara dengan kultur konfusian berhasil melakukannya. Tetapi tidak dengan kultur yang berbeda. Kita nantikan saja apakah ada perubahan dalam pengembangan demokrasi di Bangladesh oleh pemerintah periode ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menjalankan program perhutanan sosial dengan menerapkan kebijakan afirmatif yakni meningkatkan rasa keadilan bagi masyarakat, termasuk masyarakat adat. Melalui kebijakan ini diharapkan realisasi izin hutan sosial dapat selesai pada lima sampai delapan tahun lagi. Sehingga proporsi masyarakat terhadap hutan dapat meningkat, meski korporasi tetap mendominasi. Perhutanan Sosial sendiri merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya, menjaga keseimbangan lingkungan dan memelihara dinamika sosial budaya.
Pemerintah untuk periode 2015-2019 mengalokasikan 12,7 juta hektare untuk Perhutanan Sosial, melalui skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan adat, hutan tanaman rakyat dan kemitraan kehutanan. Program perhutanan sosial memang dibuat agar tercipta keharmonisan antara peningkatan kesejahteraan rakyat dan pelestarian hutan. Menurut menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar perhutanan sosial akan menjadi program yang akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan pada tahun 2019. Untuk program ini peruntukan dan pencadangannya sudah disiapkan sekitar 13 juta hektar.
Setelah pencadangan hutan sosial mencapai target, langkah selanjutnya adalah meningkatkan penerbitan izin hutan sosial. Sepanjang tahun 2018 rata-rata pemberian izin perhutanan sosial sebesar 105 ribu izin perhutanan per bulan. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 44 ribu izin per bulan.Peningkatan ini terjadi seiring dengan perbaikan tata kelola berupa debirokratisasi dan deregulasi yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan .
Proses pendistribusian izin hutan sosial menjadi tantangan yang cukup besar karena harus melibatkan banyak pihak baik pemerintah daerah, aktifis maupun akademisi untuk terus mendampingi masyarakat dalam memahami kelola usaha hutan sosial. Pendampingan juga dibutuhkan agar tanaman yang ada di hutan sosial dapat menghasilkan nilai ekonomi dan ekologi secara maksimal. Pendamping program hutan sosial Tosca Santoso mengungkapkan jika diimplementasikan dengan benar maka hutan sosial tidak hanya dapat meningkatkan ekonomi daerah, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan, mencegah bencana alam serta membantu pengendalian perubahan iklim .
Dengan ditingkatkannya pemetaan, pengelolaan dan penerbitan izin hutan sosial diharapkan kelestarian hutan tetap terjaga. Sejalan dengan itu diharapkan agar kesejahteraan masyarakat sekitar hutan semakin membaik.