Tanggal 20 Desember diperingati sebagai hari Kesetiakawanan sosial. Tanggal tersebut dipilih karena pada tanggal tersebut di tahun 1948, seluruh lapisan masyarakat Indonesia bersatu padu mempertahankan kedaulatan negara, mengusir penjajah yang menyerbu dan menduduki ibukota negara Yogyakarta. 10 tahun setelah peristiwa itu, diadakanlah peringatan hari Kesetiakawanan sosial dan sejak itu peringatan dilaksanakan setiap tahun.
Kesetiakawanan sosial merupakan nilai asli bangsa Indonesia. Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia pada hakekatnya telah ada jauh sebelum negara ini berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka. Tidaklah heran, kesetiakawanan sosial menjadi identitas bangsa Indonesia yang senantiasa dipraktekan sepanjang perjalanan bangsa Indonesia. Di masa perjuangan merebut kemerdekaan, kesetiakawanan sosial menjadi alat bangsa ini dalam berjuang, berperang melawan penjajahan.
Dewasa ini, yang dihadapi bangsa Indonesia bukan lagi penjajah, namun yang dihadapi sekarang adalah berbagai permasalahan sosial yang menimpa bangsa Indonesia seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, tsunami, kekeringan, dll), masalah tentang kebinekaan dan masalah-masalah lainnya.
Perjuangan mengatasi berbagai permasalahan sosial tersebut tidaklah mudah. Presiden Soekarno pernah berkata, ”Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi, perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan saudara sendiri. Kutipan kata-kata Soekarno tersebut mengingatkan generasi sekarang bahwa perjuangan berikutnya setelah perjuangan mengusir penjajah adalah perjuangan mengatasi berbagai problematika sosial yang dihadapi bangsa ini.
Namun untuk mengatasi semua persoalan itu Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Diperlukan peran serta masyarakat untuk memecahkannya secara bersama-sama. Tentu dalam perjuangan mengatasi permasalahannya, harus mengedepankan nilai moral kesetiakawanan sosial yaitu kerja sama, gotong-royong, dan tolong-menolong.
Tugas kita bersama adalah bagaimana menjaga roh kesetiakawanan sosial agar tetap tertanam dalam pola pikir, gerak dan kerja nyata bangsa Indonesia di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dan itu bukan tugas yang mudah.
Setelah melalui proses negosiasi yang panjang, akhirnya Indonesia dan empat negara Eropa yang tergabung dalam Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (English: European Free Trade Association-EFTA) menandatangani kerja sama perdagangan bebas di kantor Kementerian Perdagangan Jakarta Minggu (16/12). Perjanjian tersebut melibatkan 4 negara Eropa meliputi Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ketika memberikan keterangan pers mengatakan, perjanjian perdagangan bebas tersebut sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk membuka pasar-pasar baru. Menurut Enggartisto ini menjadi salah satu prioritas utama yang digariskan oleh Presiden karena telah membuka pasar baru dan tidak semata-mata membuka perdagangan, akses pasar, tetapi juga investasi. Perjanjian tersebut mencakup isu-isu perdagangan barang, jasa, investasi, hak kekayaan intelektual, pembangunan berkelanjutan, ketentuan asal dan bea cukai, fesilitasi perdagangan, pengamanan perdagangan, persaingan usaha, legal, serta kerja sama dan pengembangan kapasitas. Ia menegaskan, cakupan perjanjian yang begitu komprehensif menunjukkan bahwa kelima negara memiliki tekad bersama untuk mengangkat hubungan ekonomi ini ke jenjang yang lebih tinggi. Enggartiasto menjelaskan, hampir 99 persen barang asal Indonesia akan diberlakukan nol tarif untuk masuk ke negara Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa-EFTA dan berlaku sebaliknya.
Pada perdagangan barang, Indonesia akan memperoleh peningkatan akses pasar ke EFTA, antara lain untuk produk-produk perikanan, industri, dan pertanian, termasuk kopi dan sawit. Selain itu, perjanjian tersebut juga membuka akses tenaga kerja Indonesia ke negara-negara EFTA, juga menyepakati kerja sama dan pengembangan kapasitas di bidang promosi ekspor, pariwisata, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah-UMKM, Hak Kekayaan Intelektual (HKI), kakao, kelapa sawit, pendidikan vokasional, industri maritim, dan perikanan.
Enggartiasto kembali mengatakan, keterbukaan Indonesia terebut sudah diperhitungkan dengan seksama. Perjanjian tersebut tidak akan memberikan kerugian bagi Indonesia. Ia menambahkan, tidak ada satu pun perjanjian yang ia lakukan itu merugikan. Enggartiasto yakin persetujuan kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan EFTA akan membawa ekonomi Indonesia lebih kuat. Terlebih dapat berdaya saing, dan menarik bagi investor dari negara-negara maju anggota EFT. Apalagi penandatanganan perjanjian tersebut berlangsung di tengah melemahnya perdagangan dunia.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengadakan gelar wicara yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan di Paviliun Indonesia pada Pertemuan ke 24 Negara Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB di Katowice, Polandia.
Talkshow yang bertema “Indonesian Concrete Action On Reducing Plastic Waste” pada Rabu (12/12) menghadirkan narasumber antara lain Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dirjen Pengelolaan Sampah dan B3 Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati dalam rilis yang diterima Republika, Kamis (13/12) mengatakan, gelar wicara (talkshow) tersebut bertujuan untuk mempromosikan kontribusi Indonesia dalam mengurangi sampah plastik. Khususnya, dalam memerangi sampah plastik di laut dari kegiatan berbasis lahan serta memitigasi perubahan iklim.
Berdasarkan data, timbulan (volume) sampah di Indonesia didominasi oleh sampah organik sebesar 57 persen diikuti oleh sampah plastik 16 persen, kertas dan sampah karton 10 persen, dan lainnya 17 persen.
Dalam satu dekade, Rosa menuturkan, komposisi sampah plastik meningkat lima persen dan timbunan sampah plastik meningkat pesat dalam lima tahun terakhir. Untuk itu, Indonesia berkomitmen untuk menetapkan target untuk pengurangan sebesar 30 persen dan penanganan sampah dengan benar sebesar 70 persen dari total timbulan sampah pada tahun 2025.
Untuk mengurangi sampah plastik, Rosa mengatakan, Indonesia telah mengambil beberapa tindakan nyata. Misalnya, menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang Roadmap (peta jalan) Pengurangan Sampah oleh produsen. Tujuannya untuk menerapkan tanggung jawab produsen untuk mengurangi limbah yang berasal dari produk dan atau kemasan mereka. dalam roadmap yang terukur, dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat diverifikasi.
Rosa mengatakan, Kota Banjarmasin adalah pelopor dalam melarang penggunaan kantong plastik di ritel modern yang dimulai 1 Juni 2016. Upaya ini berhasil mengurangi sampah kantong plastik yang dihasilkan oleh 52 juta lembar per bulan dan dalam proses yang diikuti oleh beberapa kota.
Upaya selanjutnya, menginisiasi dan mendukung pembangunan Bank Sampah. Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 5.000 bank sampah yang melibatkan masyarakat untuk mengurangi sampah dari sumbernya. Di Indonesia Bank sampah mengambil peran penting dalam pengurangan sampah plastik dan juga sebagai titik pengumpulan utama untuk menerapkan tanggung jawab produsen dalam mengurangi sampah hasil produksinya untuk mencapai Circular Economy (ekonomi lingkaran) serta memberikan perkembangan terkini tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia.
Negara penghasil sekaligus konsumen teh terbesar di Asia, Indonesia, Tiongkok, dan India, sepakat menjalin kerja sama pengembangan komoditas tersebut. Salah satu wujud dari kerjasama itu antara lain kampanye bersama peningkatan konsumsi teh hijau dan teh hitam berkualitas tinggi di pasar global, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Timur Tengah.
Kerjasama tersebut tertuang dalam nota kesepahaman yang dilakukan Indonesian Tea Marketing Assocation, China Trade Marketing Association,dan perwakilan The Indian Tea Association di Jakarta, Senin (17 Desember). Penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan bagian dari kegiatan Asian Tea Conference yang diselenggarakan oleh Business Watch Indonesia.
Di dalam perjanjian itu disebutkan, bentuk kerja sama yang akan diterapkan adalah pengembangan kerangka kerja yang dapat diterima bersama untuk keberlanjutan teh di Asia berdasarkan tujuan pembangunan berkelanjutan, pelestarian ekosistem, dan keamanan produk. Selain itu, seluruh pihak akan memperkuat kemitraan dengan membangun platform bersama. Tujuannya adalahsebagai wadah konsultasi bagi pemangku kepentingan, termasuk pemerintah. Dengan demikian akan terciptakeselarasan pemahaman terkait dengan kondisi struktural pasar internasional serta tren jangka panjang dalam produksi dan konsumsi. Chairperson Indonesian Tea Marketing Association, Cathalia Randing, usai penandatanganan nota kesepahamanmengatakan, hal ini untuk menyeimbangkan penawaran - permintaan, menghasilkan harga yang adil, baik untuk konsumen maupun untuk produsen.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI, Tjahja Widayanti, mengungkapkan, produk teh lokal saat ini sudah mampu bersaing dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Hal itu terlihat dari ekspor teh yang secara volume terus meningkat. Ia mengatakan, Kementerian Perdagangan terus berupaya meningkatkan kualitas produk-produk Indonesia, termasuk teh. Pihaknya terus berupaya membuka akses pasar yang lebih luas terutama untuk pasar global.