Badan Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi Palestina atau United Nations Refugee Work and Relief Agency for Palestinian Refugees (UNRWA) saat ini tengah mengalami defisit karena sebagian besar bantuan dihentikan oleh Amerika Serikat (AS). Merespon hal tersebut, sejumlah negara termasuk Indonesia di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke 73 di New York, AS melakukan pertemuan khusus membahas solusi untuk keberlangsungan UNRWA. Dalam keterangan pers yang diterima oleh Voice of Indonesia pada Jumat (28/9), Menteri Luar Negeri Republik Indonesia menyatakan komitmen Indonesia mendukung UNRWA dan akan meningkatkan kontribusi atau bantuannya yang selama ini lebih banyak diberikan secara langsung kepada Palestina. Menurut Retno Marsudi, masalah UNRWA tidak hanya berkaitan dengan masalah pengungsi saja, karena berkaitan juga dengan pemenuhan hak dasar bagi masyarakat Palestina secara keseluruhan.
“Jadi sebelumnya bantuan kita kepada Palestina banyak disampaikan secara langsung, kepada Palestina, Otoritas Palestina, dan kepada Gaza. Sehingga untuk UNRWA kita membantu tapi jumlahnya tidak begitu banyak. Nah sekarang dia sedang mengalami emergency. Oleh karena itu saya sampaikan, kalau dilihat dari start dari awalnya Indonesia akan memberikan kontribusi ini sudah akan berkali–kali lipat. Dan ini menunjukkan komitmen Indonesia yang sangat tinggi untuk mendukung UNRWA. Karena kita tahu ini bukan hanya mengenai masalah pengungsi. Ini adalah mengenai masalah bagaimana kita menghormati basic rights, pendidikan, kesehatan.”
Lebih lanjut, Retno Marsudi mengatakan pada pertemuan tingkat menteri Gerakan Non Blok (GNB) yang dilakukan di sela–sela Sidang Majelis Umum PBB ke 73 Indonesia juga ikut membantu menggalang dana untuk UNRWA. Ia terus mendorong agar negara GNB dapat menjadi sumber terbesar dukungan kepada rakyat Palestina. Mengingat salah satu visi dan tujuan utama GNB adalah untuk mewujudkan perdamaian dunia. Retno Marsudi turut menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk UNRWA saat bertemu dengan Komisioner Jenderal UNRWA, Pierre Krähenbühl. Komitmen tersebut, tercermin dari penambahan sumbangan sukarela Indonesia dan membantu memobilisasi sumber dana dari masyarakat sipil untuk UNRWA. (VOI/Rezha)
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Republik Indonesia (RI)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro dalam US-Indonesia Investment Summit di Jakarta baru-baru ini mengatakan, selama ini investasi AS lebih cenderung dominan di sektor pertambangan dan berada di Papua. Hal ini terjadi hingga akhir tahun 2017. Namun demikian, tren tersebut berubah di semester I 2018. Sektor yang diminati oleh AS terpantau bergeser menjadi hotel dan restoran atau pariwisata dan tepatnya di DKI Jakarta. Pada kuartal II-2018, investasi AS di Indonesia tercatat sebesar 273,9 miliar Dollar AS atau berada di urutan ketujuh.
“Ada data yang menarik mengenai investasi Amerika di Indonesia untuk periode sebelum–sebelumnya, tidak tahu dari tahun berapa sampai tahun 2017, investasi Amerika itu didominasi oleh satu sektor di satu daerah, pertambangan, Papua. Saya tidak usah sebut perusahaannya apa tapi itulah investasi yang dominan dari Amerika di Indonesia, pertambangan di Papua. Tapi 2018 semester satu, jadi memang masih sifatnya data temporary, data sementara ternyata investasi Amerika di Indonesia bergeser. Satu sektor satu daerah, satu sektornya hotel dan restoran, satu daerahnya Jakarta. Jadi artinya apa, sudah mulai ada pergerakan ke arah investasi pariwisata dari Amerika Serikat.”
Lebih lanjut, Bambang berharap tren ini akan berlanjut karena pada akhirnya perekonomian Indonesia maupun AS harus berharap kepada turis dan pariwisata. Ia menambahkan, investasi AS di Indonesia masih relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura, Jepang, dan China. Share investasi AS di Indonesia sendiri hanya berkisar dari 3,1 persen hingga 6,2 persen. Oleh karena itu, Bambang mengatakan, Indonesia membuka banyak peluang bagi AS untuk berinvestasi di Indonesia, termasuk di sektor pariwisata diluar DKI Jakarta dan Bali yang selama ini jadi tujuan utama investasi. (VOI/Rezha)
Perusahaan e-commerce besar dunia asal Amerika Serikat, Amazon Web Services, berencana menanamkan modalnya di Indonesia. Investasi sebesar 14 triliun rupiah ini dalam bentuk cloud computing (komputasi awan), teknologi yang menjadikan internet sebagai pusat pengelolaan data. Rencana itu disampaikan Wakil Presiden Amazon Web Services Werner Vogels kepada Presiden RI Joko Widodo oleh selama pertemuan mereka di Jakarta beberapa waktu lalu. Usai menjadi pembicara US-Indonesia Investment Summit di Jakarta, belum lama ini, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Rudiantara mengungkapkan, Indonesia harus semakin terlibat dalam segala aktivitas digital yang berskala internasional. Salah satu cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memberi pintu masuk bagi investasi Amazon Web Services. Hal ini dapat menjadikan Indonesia sebagai pusat dari perkembangan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN. Pasalnya, Indonesia memiliki pasar paling besar di antara negara ASEAN lainnya.
“Bahwa Indonesia itu harus ada di peta digital dunia. Jadi kita welcome kepada investasi di bidang digital tapi yang friendly. Kita yang punya pasar paling besar, pertumbuhan unicorn juga yang paling banyak di ASEAN kemudian juga perkembangan ekonomi digitalnya juga luar biasa. Tadi sudah saya sebutkan tahun 2020 ekonomi digitalnya kurang lebih 130 miliar Dollar itu 12 persen dari GDP kita. Itu besar.”
Lebih lanjut, sebelum resmi berinvestasi di Indonesia, Rudiantara menetapkan syarat mutlak bagi Amazon Web Services. Perusahaan ini harus mampu menyerap tenaga kerja dan mengembangkan sumber daya manusia Indonesia. Syarat tersebut juga sudah disampaikan pemerintah saat bekerja sama dengan big cap company lain seperti Microsoft, Google dan Sisco. Perusahaan-perusahaan besar tersebut diwajibkan untuk menjalin kemitraan dengan 20 perguruan tinggi di Indonesia. Tujuannya, guna menciptakan 20 ribu teknisi di bidang digital kelak. Untuk pilot project yang dimulai pada tahun ini, Rudiantara menyebutkan, 1.000 orang akan dididik di lima perguruan tinggi. Sampai pekan lalu setidaknya 33 ribu orang sudah mendaftarkan diri.(VOI/Rezha)
Bank Indonesia (BI) meluncurkan pasar valuta asing (valas) berjangka dalam negeri atau Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) sebagai upaya pendalaman pasar valas. Peluncuran DNDF dilakukan setelah bank sentral Indonesia mengumumkan kenaikan 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen, Kamis (27/9). Dalam konferensi pers usai peluncuran DNDF Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, kebijakan DNDF dikeluarkan untuk mempercepat pendalaman pasar valuta asing dan sebagai alternatif lindung nilai bagi bank dan korporasi.
“DNDF itu bukan alat spekulasi, DNDF itu adalah untuk lindung nilai. Karena DNDF memerlukan underlying transaction. Ini untuk lindung nilai untuk underlying transactionnya apa bisa karena kebutuhan impor di bulan depan di bulan–bulan berikutnya. Bisa pembayaran utang atau kebutuhan-kebutuhan valas yang lain. Oleh karena itu kalau butuhnya masih sebulan masih tiga bulan, enam bulan ya nggak usah nubruk–nubruk sekarang gitu lho bisa melalui DNDF. Yang selama ini perpindahan dana dan harus penyelesaian secara gross dilakukan secara netting bisa lebih mudah, Insya Allah biayanya lebih murah.”
Pada kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsyah menjelaskan, selama ini, investor asing yang memiliki aset-aset rupiah, misalnya surat utang negara (SUN) atau saham, dalam jumlah besar banyak melakukan transaksi NDF di luar negeri, misalnya Singapura, Hong Kong, ataupun London. Tujuannya, untuk lindung nilai (hedging) terhadap dana yang ditempatkannya di dalam negeri. Dengan begitu, bisa memitigasi risiko pelemahan kurs rupiah di masa depan. Transaksi pasar valuta asing (valas) berjangka dalam negeri atau DNDF memakai kurs acuan JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) untuk mata uang dolar AS terhadap rupiah, dan kurs tengah BI untuk mata uang non dolar AS terhadap rupiah. (VOI/Rezha)