Kabupaten Pacitan di Jawa Timur tidak hanya terkenal sebagai tempat kelahiran presiden Indonesia yang ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono tetapi tempat ini juga mempunyai sebutan kota seribu gong. Tidak itu saja, kabupaten Pacitan juga mempunyai banyak pantai-pantai yang cantik. Salah satu pantai yang tidak boleh dilewatkan adalah Pantai Srau yang terletak di Dusun Srau, Desa Candi, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur.
hampir semua pantai yang ada di Pacitan memiliki pasir putih dengan ombak yang cukup besar. Termasuk di Pantai Srau. Deburan ombak yang ada di pantai Srau membuat pantai ini sangat cocok untuk surfing. Selain ombak besar dan pasir putih lembut yang menggoda, daya tarik lain dari pantai Srau adalah tebing-tebingnya yang menjulang tinggi dan menjorok ke arah laut. Tebing-tebing tinggi yang mengitarinya ini, benar-benar mampu menyempurnakan keindahan Pantai Srau. Keindahan lain dari pantai ini juga akan terlihat jika air laut sedang surut. Pada saat itu anda dapat menuju ke arah batu karang yang terlihat karena air laut surut, dan di sinilah anda dapat mencari spot terbaik untuk mengabadikan saat yang indah di pantai ini .
Pantai Srau berjarak sekitar 25 Km dari kota Pacitan. Butuh waktu kurang lebih 1,5 jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor untuk bisa sampai ke lokasi pantai Srau. Jika anda menggunakan transportasi darat selain kendaraan bermotor, dari arah Yogyakarta dan Solo anda bisa menuju Pacitan dengan menggunakan kereta api dan berhenti di stasiun Tugu.
Sedangkan jika anda menggunakan transportasi udara, anda dapat mendarat di bandara Yogyakarta dan melanjutkan perjalananan dengan menyewa kendaraan menuju Pacitan. Setiba di Pantai Srau anda cukup membayar Rp. 5000 perorang untuk dapat masuk ke area wisata Pantai Srau ini.
Lokasinya yang cukup tersembunyi membuat pantai Srau tidak terlalu ramai dikunjungi。 Karena di sekitar pantai ini tidak ada penginapan resmi, selain bisa tidur dengan menumpang di rumah-rumah penduduk yang ada di sekitar pantai, anda juga bisa mendirikan tenda di pantai Srau ini。 Karena pantai Srau ini juga cocok untuk berkemah.
Pantai Srau memiliki tiga lokasi yang membuat hati para pengunjung akan terpesona melihat keindahannya. Tiga lokasi tersebut meliputi: lokasi pertama terletak di timur pantai, di sini terdapat pos penjagaan, di lokasi yang pertama anda akan melihat beberapa batu karang yang membentuk bukit di bibir pantai, ada juga batu karang yang berbentuk seperti terowongan, dan ini menjadi keunikan tersendiri di pantai Srau. Anda dapat melihat pemandangan matahari terbit yang cantik sekali. Lokasi ke dua, berupa tempat duduk-duduk santai yang terbuat dari beton serta merupakan lokasi favorit pengunjung. Pengunjung bisa bersantai sambil melihat keindahan pantai Srau. Di tempat ini biasanya banyak pengunjung melakukan aktifitas surfing atau selancar. Sedangkan di lokasi ke tiga terdapat anjungan kecil yang disediakan oleh pengelola untuk melihat keindahan sunset di Pantai Srau. Dari lokasi ke tiga ini, anda juga bisa melihat batu karang yang menonjol yang bentuknya mirip dengan ikan hiu.
Kali ini mengetengahkan topik mengenai LIPI Bangun Fasilitas Pengembangan Obat Tradisional.
Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Berbagai macam tumbuhan dapat dengan mudah hidup dan berkembang di alam yang beriklim tropis ini. Diantara tanaman tersebut banyak juga yang mengandung khasiat sebagai obat. Sebagian tanaman berkahsiat tersebut telah digunakan secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia, misalnya seperti jamu atau obat-obatan herbal berbahan alami. Namun berbagai penelitian atau riset masih perlu dilakukan untuk lebih memaksimalkan potensi kekayaan hayati tersebut. Salah satu pihak yang terkait dengan penelitian ini adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membangun fasilitas untuk pengembangan obat tradisional dengan standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik atau (CPOTB). Fasilitas yang dibangun di Serpong, Banten tersebut bertujuan mempercepat hilirisasi hasil penelitian kesehatan dan obat.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI Bambang Subiyanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, belum lama ini mengatakan pembangunan fasilitas ini sekaligus memberikan dukungan terkait riset dan pengembangan produk kepada mitra industri. Menurutnya hal ini sejalan dengan Paket Kebijakan Ekonomi ke-11 tentang pengembangan industri kefarmasian dan alat kesehatan.
Fasilitas penelitian obat tradisional diperlukan untuk menjawab berbagai permasalahan kesehatan serta mendukung kemandirian bahan baku obat secara nasional. LIPI menaruh perhatian besar dalam penelitian dan pengembangan kesehatan obat dengan berbagai riset terkait penggunaan tanaman obat serta bahan aktifnya untuk bahan baku obat.
Bambang Subiyanto mengatakan Indonesia memiliki seribu dua ratus empat puluh tujuh (1.247) industri dan usaha obat tradisional yang 10 diantaranya termasuk perusahaan industri obat tradisional skala besar. Namun industri Obat Tradisional (IOT) Usaha Kecil Obat Tradisonal (UKOT) dan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) banyak yang tidak memiliki fasilitas Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Keberadaan Fasilitas ini diharapkan dapat menjadi percontohan laboratorium CPOTB dalam rangka menfasilitasi industri kecil dan menengah guna mempercepat pengembangan produk obat tradisional di tanah air. Sampai saat ini hampir 95 persen bahan baku industri farmasi di Indonesia masih bergantung pada impor. Padahal Indonesia memiliki lebih dari tiga puluh ribu spesies tanaman berkhasiat tanaman obat.
Pengembangan obat alami patut mendapat perhatian mengingat praktek pemanfaatan obat tradisionl telah mengakar di Indonesia. Selain itu potensi pengembangannya sangat terbuka dengan terus meningkatnya permintaan pasar domestik maupun luar negeri.
Sementara itu Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI Agus Haryono mengatakan, satuan kerjanya sangat fokus dalam pengembangan obat tradisional. Dari penelitian yang dilakukan telah banyak ditemukan senyawa-senyawa baru dari ekstrak tanaman asli Indonesia, seperti tanaman yang berkhasiat sebagai anti kanker, anti diabet, anti malaria serta anti oksidan. Agus menambahkan pembangunan fasilitas riset ini akan lebih memfokuskan penelitian dan memberikan fasilitas yang lebih memadai untuk penelitian terkait obat tradisional. Dengan adanya fasilitas ini diharapkan hasil penelitian dapat lebih berkualitas dan dapat diterima oleh dunia industri.
Hari ini kami ajak anda berwisata ke Demak. Demak, sebuah kabupaten yang terletak di pesisir utara provinsi Jawa Tengah. Berbicara mengenai pariwisatanya, Kabupaten ini dikenal sebagai destinasi wisata religi. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Demak untuk ziarah ke makam Sunan Kali Jaga, Raden Fatah atau bahkan mengunjungi Masjid Agung Demak. Selain wisata religi, Demak sebenarnya punya beragam destinasi wisata alam yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah Ekowisata Rumah Edukasi Silvofishery (Reduksi). Selain bisa menikmati keindahan alamnya, disini anda akan mendapatkan edukasi tentang pohon Mangrove.
Ekowisata Rumah Edukasi Silvofishery (Reduksi), berlokasi di Desa Kedungmutih, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Lokasi hutan mangrove ini, tepat di antara perbatasan antara Kecamatan Wedung (Demak) dengan Kedung (Jepara). Jaraknya dari pusat Kota Demak sekitar 35 kilometer. Jika anda datang dari Kota Jepara, maka jaraknya sekitar 30 kilometer. Untuk masuk ke objek wsiata ini, anda hanya perlu membayar seharga Rp 2.000 per orang. Jam bukanya dari pukul 08.00 sampai jam 17.00 WIB.Ekowisata Rumah Edukasi Silvofishery (Reduksi) merupakan kawasan wisata hutan Mangrove. Hutan mangrove seluas setengah hektar ini juga merupakan tempat edukasi mangrove dan mitigasi bencana. Ekowisata ini dikelola Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) desa setempat. Hutan mangrove mulanya tercipta dari program Amcross 2016 hingga 2017 dengan penanaman 25 ribu pohon Magrove. Di hutan ini, ada lima jenis mangrove yang ditanam. Yakni bakau panjang, bakau pendek, bakau pendek merah, bakau api-api dan bakau Rhizophora Apiculata. Setelah penanaman itu, masyarakat setempat kemudian mengembangkannya menjadi ekowisata edukasi tentang mangrove dan mitigasi bencana. Hutan mangrove ini kemudian dibuat trek, dan sejumlah sarana lain seperti gazebo, tempat selfie, pembelajaran pembibitan dan penanaman mangrove. Selain itu ada kafe yang dijadikan tempat materi pembelajaran bagi pengunjung.
masuk ke Ekowisata Rumah Edukasi Silvofishery (Reduksi), pemandangan hijau hutan mangrove langsung dapat anda saksikan. Anda bisa berkeliling menikmati keindahan hutan mangrove dengan berjalan kaki di treck yang sudah disediakan. Di tengah trek (berupa jembatan yang terbuat dari bambu dan kayu), terdapat gazebo yang terbuat dari limbah kayu dan bambu. Anda bisa beristirahat di gazebo tersebut. Di sisi hutan mangrove, yang berbatasan langsung dengan Sungai Wulan Drainese (SWD) I, tersedia spot foto yang menarik. Anda bisa berfoto sembari melihat perahu nelayan yang melintas. Bagi yang tertarik mengenal lebih jauh tentang mangrove, anda bisa mengikuti program edukasi yang tersedia. Dengan membayar sebesar Rp. 15.000 per orang, anda akan belajar mulai dari mengenal mangrove, pembibitan, penanaman serta mitigasi bencana.
Saat ini, alat deteksi pernafasan di Indonesia tergolong minim. Kalaupun ada, namun masih berupa sistem analog. Bahan elektroda yang digunakan sebagai sensor juga kurang baik dalam medan beradiasi seperti MRI. Ukuran alatnya juga masih besar.
Melihat hal tersebut, dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya membuat inovasi sensor pendeteksi ragam pernapasan dengan serat optik sebagai bahan utama. Alat yang diberi nama Senapas (Serat Optik untuk Napas) ini diciptakan oleh Agus Muhamad Hatta ST MSi PhD bersama Laboratorium Rekayasa Fotonika Departemen Teknik Fisika ITS.
Pria yang akrab disapa Hatta itu menjelaskan, serat optik adalah saluran transmisi sejenis kabel yang terbuat dari kaca atau plastik. Alat ini sangat halus. Diameternya kurang lebih 120 mikrometer. Ukurannya lebih tipis dari sehelai rambut.
Kabel tipis itu dapat digunakan untuk menghantarkan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau Light-Emitting Diode (LED). Cahaya yang ada di dalam serat optik juga tidak akan keluar karena indeks bias kaca lebih besar daripada indeks bias udara. Sehingga kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi.
Ketua Departemen Teknik Fisika ini menjelaskan, serat optik dipilih sebagai sensor karena ringan, kecil, dan praktis. Bentuknya yang kecil membuat Senapas dapat digunakan kapan pun dan di mana pun. Selain itu, sifat serat optik juga kebal terhadap medan elektromagnetik, sehingga aman digunakan di lingkungan Magnetic Imaging Resonance (MRI).
Serat optik ini diletakkan dalam masker oksigen yang terhubung dengan Liquid Crystal Display (LCD). Karena serat optik digunakan sebagai sensor, maka Senapas dapat mengukur kualitas pernapasan secara langsung dari masker oksigen yang dikenakan ke monitor display.
Menurut Hatta alat deteksi pernapasan- Senapas, sangat berguna. Tidak hanya untuk analisis kedokteran, tetapi juga analisis psikologi, atau ketahanan pekerja di dunia industri. Contohnya, pada industri pertambangan. Kondisi penambang yang ada di bawah tanah bisa diamati dengan alat deteksi pernapasan ini secara langsung. Atau juga mendeteksi kondisi kebugaran atlet, atau kasus-kasus lain.
Hatta berharap, alat ini bisa dikomersilkan secara bebas meskipun nilai jual alat ini cukup mahal. Sistem penampil data cukup mahal, namun untuk masker oksigennya cukup murah, karena sekali pakai langsung buang.