Komentar

Komentar (888)

01
October


Hari ini, 1 Oktober 2019, 711 anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI yang terdiri atas 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah periode 2019-2024 dilantik.

Pada hari penutup  masa tugas, Senin, 30 September, anggota DPR periode sebelumnya, mengadakan rapat paripurna terakhir yang mengungkap beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan. Ada lima rancangan undang-undang (RUU) yang batal disahkan oleh anggota dewan periode lama. Kesemuanya disepakati untuk di-carry over atau dilanjutkan pembahasannya oleh anggota DPR periode 2019-2024. Lima RUU tersebut adalah RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana-KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pertambangan Mineral dan Batubara-Minerba, RUU Perkoperasian, dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan.

Penundaan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) ini menjadi undang-undang (UU) didasari kencangnya gelombang protes masyarakat dan mahasiswa terhadap produk legislasi buatan DPR dan pemerintah. Demonstrasi besar-besaran terjadi dalam beberapa hari terakhir, di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan sebelumnya mengatakan telah berupaya  untuk meredam demo mahasiswa dan mencegah  agar tidak terjadi demo yang memakan korban lagi. Untuk itu  pihaknya  sudah berkomunikasi dengan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Intinya adalah  agar lembaga legislatif tidak lagi mengesahkan RUU hingga akhir masa jabatan pada 30 September 2019.

Sebenarnya ada dua RUU yang menimbulkan gelombang protes banyak elemen masyarakat, yaitu RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). RUU KPK sudah terlanjur disahkan oleh anggota DPR lalu, walaupun undang-undang tersebut dirasakan masyarakat justru cenderung dapat melemahkan kinerja KPK. Di sisi lain, RUU KUHP dikritik terlalu jauh mengatur hak privasi orang.

Kini masyarakat menuntut Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)  KPK untuk membatalkan penerapan undang-undang tersebut.

Kemungkinan menerbitkan Perppu KPK diungkapkan Presiden Kamis pekan lalu, 26 September seusai bertemu dengan 41 tokoh budayawan, agamawan, hingga pakar hukum di Istana Merdeka. Menurut pakar hukum Bivitri Susanti, yang juga hadir dalam pertemuan itu, Presiden khawatir Perpu KPK akan ditolak oleh DPR.

Rencana menerbitkan Perpu KPK memang menjadi dilema bagi Presiden Joko widodo. Presiden terjebak di antara desakan publik yang menolak UU KPK dan partai-partai politik yang berkukuh mempertahankan. Disinilah pentingnya komunikasi politik antara pemerintah dan anggota DPR yang baru. Satu dari banyak pekerjaan rumah untuk anggota baru yang ditinggalkan oleh anggota DPR sebelumnya.

Ada beberapa RUU kontroversial lainnya yang membutuhkan kerja keras anggota DPR yang baru. Semoga mereka dapat memuaskan rakyat yang sudah memilih mereka.

30
September

Setiap tanggal 30 September bangsa Indonesia selalu diingatkan kembali dengan peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau lebih dikenal dengan G 30 S PKI yang merupakan lembar hitam sejarah Indonesia. Betapa tidak, saat itu, tanggal 30 September 1965, terjadi pemberontakan PKI di Jakarta dan Yogyakarta dengan menculik 10 perwira Tentara Nasional Indonesia Angkata Darat (TNI AD). Tujuh dari 10 perwira tersebut dibantai secara kejam dan dibuang di sebuah lubang sempit yang bernama Lubang Buaya, Jakarta. Tiga perwira lainnya dibunuh di Yogyakarta.

Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun. Tujuan dari pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi negara komunis.

Sesaat setelah terjadinya peristiwa bersejarah tersebut, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada saat itu, Mayjen Soeharto bergerak cepat, memadamkan pemberontakan. Perburuan pada para pelaku G30S dilakukan cepat. PKI dinyatakan berada di balik gerakan pengambil alihan kekuasaan dengan kekerasan. Para tokohnya diburu dan ditangkap. Anggota organisasi yang dianggap simpatisan atau terkait dengan PKI juga ditangkap. Berbagai kelompok masyarakat juga menghancurkan markas PKI yang ada di berbagai daerah. Mereka juga menyerang lembaga, toko, kantor dan universitas yang dituding terkait PKI.

Sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), sebagian dijatuhi hukuman mati. Ketua PKI, DN Aidit yang dituding merancang gerakan ini bersama ketua Biro Chusus PKI, Sam Kamaruzzaman melarikan diri ke Jawa Tengah, namun kemudian bisa ditangkap, dan dibunuh. Pemerintah Orde baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Memang, G 30 S PKI telah lama berhasil ditumpas. Pelaku utamanya pun sudah ditangkap dan diadili. Namun, bukan berarti bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman komunis. Ideologi Komunis yang tidak mengakui adanya Tuhan tidak cocok bagi bangsa Indonesia dengan ideologi Pancasila yang mengakui adanya Ketuhanan Yang Maha Esa.

Bangsa Indonesia tidak ingin tragedi berdarah seperti G 30 S PKI kembali terulang. Bahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengakui, komunis masih menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia, sehingga harus selalu waspada dan diantisipasi keberadaannya karena bisa muncul kapan dan di mana saja.

27
September

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menghadapi proses pemakzulan (impeachment) yang diinisiasi oleh kubu Partai Demokrat di DPR Amerika Serikat.  Ketua DPR AS, Nancy Pelosi dua hari lalu  mengungkap sebanyak 170 dari 235 anggota DPR AS mendukung pemakzulan terhadap Trump yang diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai kepala negara untuk menghalangi bakal calon presiden Partai Demokrat, Joe Biden, dengan meminta Ukraina menyelidiki dugaan korupsi putranya, Hunter Biden. Perkara ini berawal dari laporan seorang pengadu yang identitasnya dirahasiakan, yang bekerja sebagai agen intelijen AS. Dia melaporkan hasil sadapan telepon antara Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky pada 25 Juli lalu. Trump dilaporkan mendesak Zelensky untuk menyelidiki dugaan korupsi yang diduga dilakukan Hunter Biden. Anak Biden itu memang menjadi anggota komisaris perusahaan energi Ukraina. Kemudian, Presiden Trump mengakui dia berbincang dengan Presiden Ukraina beberapa waktu lalu dan membahas soal Biden melalui telepon. Namun, Trump membantah menekan Zelensky untuk mengabulkan permintaannya dengan ancaman akan menahan bantuan untuk pemerintah Ukraina, dan berdalih hal itu dilakukan supaya negara-negara Eropa lebih giat membantu.

Apakah ini bagian dari dinamika politik Amerika Serikat menjelang Pemilu yang akan berlangsung pada November 2020? Apakah Trump akan berhasil lolos dalam jeratan impeachment kali ini? 

Menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat, nuansa persaingan antar kandidat Presiden  dari Partai Demokrat dan Partai Republik sudah makin memanas.  Trump yang memutuskan maju lagi sebagai petahana dalam Pemilu AS  tahun depan ternyata sudah mulai mengintai  untuk menghadapi lawan terberatnya dari partai Demokrat – Joe Biden wakil presiden dua periode pada pemerintahan Barrack Obama. Mencari kelemahan Joe Biden lewat tangan Ukraina yang justru berujung pada bergulirnya proses Impeachment terhadap dirinya.

Upaya Impeachment terhadap Trump bukan kali ini saja. Tahun 2017, tak lama setelah dilantik menjadi President, Trump menghadapi upaya impeachment pasca-investigasi mantan penasihat khusus Robert Mueller tentang campur tangan Rusia dalam Pemilihan Presiden (pilpres) 2016 dengan argument bahwa trump sudah menghalangi upaya keadilan. Namun, Trump berhasil lolos pada saat itu.  Terlepas dari itu, penilaian publik Amerika terhadap kinerja PresidenTrump juga tidak terlalu baik belakangan ini.  Sebuah jajak pendapat yang dirilis oleh The Post dan ABC pada hari Jumat (31/8) menunjukkan bahwa 60 persen pemilih tidak menyukai kinerja Presiden Trump.

Pada akhirnya 2019 dan 2020, Presiden Donald Trump akan sibuk menghadapi proses impeachment dan menurunnya dukungan publik terhadap dirinya, yang akan mempengaruhi elektabilitasnya pada 2020.

Mungkinkah Presiden Donald Trump lolos pada jeratan Pemakzulan kali ini? Mari kita ‘wait and see next’.

26
September

Saudara pendengar, jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada Oktober, suasana di dalam negeri menggeliat. Diawali dengan pro-kontra perpindahan ibukota, kebakaran hutan dan lahan di Sumatera, Kalimantan dan Jawa, aksi terkait Papua hingga aksi unjuk rasa penentangan rancangan produk hukum yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dinamika yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan bagian dari demokrasi dan  kelanjutan reformasi yang dimulai pada akhir tahun 90-an.  Bangsa Indonesia memilih reformasi untuk membuat perubahan demokrasi bukannya revolusi. Karena jika terjadi revolusi, bangsa Indonesia bisa saja mengalami kemunduran. Namun, aksi-aksi yang dilakukan belangan ini dapat meresahkan masyarakat Indonesia. Karena hampir di setiap kota besar di seluruh Indonesia, para mahasiswa, pelajar dan petani menggelar demonstrasi. Kerjadian ini mengingatkan pada aksi-aksi yang yang terkadi pada tahun 1998.

Dalam sebuah diskusi di Televisi national, pakar hukum Supardi Ahmad mengatakan bahwa akhir-akhir ini masyarakat meresa prihatin atas rencana revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi –KPK dan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana –KUHP yang  akan dituntaskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat –DPR. Poin-poin ini menjadi sorotan utama oleh para demonstran. Supardi Ahmad berharap semua tuntutan para demonstran harus diakomodasi. Semua pemangku kepentingan harus ikut ambil bagian untuk mengkaji  kembali dan mensosialisasikannya kepada masyarakat terkait isi rancangan KUHP dan revisi UU KPK. Terkait hal ini, pemerintah telah mengeluarkan komunike untuk menunda pembahasan dan pengesahan bersama DPR.

Dengan partisipasi holistik oleh semua pemangku kepentingan: kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, akademisi dan para pakar bergagai disiplin, persoalan bangsa Indonesia terkait produk hukum dapat dituntaskan secara bersama. Dengan demikian, semua produk hukum yang akan dihasilkan dapat dipahami dan diterima oleh semua kalangan menuju Indonesia adil dan sejahtera.

25
September

Perserikatan Bangsa Bangsa kembali melaksanakan Sidang Umum. Dalam agenda tahunan ini, Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla hadir menyampaikan pidatonya. Jusuf Kalla antara lain memaparkan persoalan yang sedang terjadi di Indonesia, yaitu kebakaran hutan dan lahan-karhutla. Topik ini dipilih karena menyangkut lingkungan hidup dan tentu menjadi perhatian negara lain. Dalam kesempatan itu atas nama pemerintah dan bangsa Indonesia, Wakil Presiden menyatakan  bahwa  perubahan iklim turut menghambat proses pemadaman karhutla di sejumlah provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Terkait dengan itu Indonesia menyampaikan komitmen akan proaktif mengantisipasi akibat perubahan iklim tersebut.  

Masalah lingkungan hidup memang selalu menjadi salah satu yang diangkat dalam pidato para kepala negara. Tahun ini kebakaran hutan menjadi perhatian. Selain terjadi di Indonesia kebakaran juga melanda hutan tropis di Brasilia yang luasannya melebihi  Indonesia. Hutan yang merupakan paru paru dunia, semakin menipis seiring masih terus dipenuhinya angkasa dengan karbon monoksida dan gas buangan lainnya, akbat industri berbahan bakar minyak dan batubara serta kebakaran hutan.

Tetapi Sidang Umum PBB bukanlah semata mata ajang membicarakan lingkungan. Geopolitik, masalah perdagangan dan ekonomi juga menjadi perhatian. Banyak retorika kepala negara yang mengemukakan soal geopolitik dan peningkatan ketegangan hubungan antar negara. Iran dan Amerika Serikat misalnya, saling berargumen mengenai posisi masing masing.

Di bidang ekonomi perang dagang juga menjadi perhatian. Memang,  retorika seperti itu terasa sebagai hal yang senantiasa dibicarakan dari tahun ke tahun melalui Sidang Umum sebuah badan dunia yaitu Perserikatan Bangsa Bangsa.  Sesungguhnya, dunia  masih mengharapkan bahwa melalui sidang umum PBB, tata hubungan antara negara dan suasana damai dan peningkatan kesetaraan dan kesejahteraan antara negara, dapat diwujudkan.

24
September


Hati bangsa Indonesia sedang berkabut. Sejumlah hutan dan lahan  di Kalimantan, Sumatra, Nusa Tenggara Timur dan Jawa mengalami kebakaran.  Akibatnya, beberapa daerah terdampak kabut asap.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan dan Kehutanan,  sepanjang Januari hingga 15 September 2019, kebakaran seluas 328 ribu hektar terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Jumlah tersebut mencapai 64% dari luas kebakaran hutan dan lahan sepanjang tahun lalu. Adapun kebakaran hutan dan lahan  pada tahun ini terjadi di Nusa Tenggara Timur mencapai 108 ribu hektar, Riau seluas 49 ribu hektar, dan Kalimantan Tengah 45 ribu hektar.

Kabut asap  yang menyelimuti sebagian wilayah di Indonesia  tentu membuat bangsa Indonesia sedih. Bencana ini menyebabkan kerugian besar seperti gangguan kesehatan, dampak sosial, ekologi, ekonomi dan juga reputasi.

Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Agus Wibowo dalam konferensi pers pada Senin (23/9) menyebut bahwa bedasarkan catatan Kementerian Kesehatan, sudah 900 ribu lebih orang menderita infeksi saluran pernafasan akut akibat kebakaran hutan dan lahan.  Kondisi ini sangat memprihatinkan.  Selain itu, di sejumlah tempat seperti di Pekanbaru, kegiatan belajar mengajar harus berhenti sementara dan  sejumlah penerbangan terpaksa dibatalkan akibat kabut asap yang menyelimuti udara.

Kondisi ini tentu harus mendapat perhatian semua pihak. Direktur Konservasi WWF-Indonesia, Lukas Adhyakso menyatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan  yang terjadi saat ini sudah cukup memprihatinkan dan perlu ditangani secara serius oleh berbagai pihak, karena hal ini sudah termasuk keadaan darurat.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia sudah mengambil tindakan tegas dengan menyegel 52 perusahaan pemegang konsensi yang terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan. Tindakan tegas lain menanggulangi kebakaran hutan dan lahan harus segera diambil oleh Pemerintah Indonesia.

Lebih parah lahi, kabut asap akibat bencana kebakaran sudah menyusup ke beberapa negara tetangga,  dan menjadi perhatian beberapa media asing. Al-Jazeera yang berbasis di Timur Tengah menyoroti dampak asap kebakaran hutan Indonesia dari segi ekonomi. Dalam artikelnya yang bertajuk 'By the Numbers: Economic Impact of Southeast Asia's Haze'. Al Jazeera memuat kembali  data dari tahun-tahun sebelumnya. World Bank menafsirkan  biaya ekonomi langsung akibat kebakaran hutan pada tahun 2015 mencapai Rp221 triliun.

Indonesia tentu saja harus menghindari kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan dan lahan yang mencapai juta hektar. Hal ini seharus tidak terulang. Aksi cepat mengatasi dan menanggulangi  harus segera dilakukan oleh berbagai pihak dan pelaku kebakaran hutan dan lahan harus dihukum.

Memang terdengar klise, bila dikatakan sinergi dan partisipasi semua pihak: pemerintah, masyarakat, dunia usaha, media dan akademisi harus dikuatkan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Tetapi itulah kenyataannya. Karena instansi pemerintah tidak dapat mengatasi kebakaran hutan dan lahan  sendirian. Untuk itu, Bencana kebakaran hutan dan lahan membutuhkan tanggung jawab bersama.

23
September


Pada Jumat malam (20/9) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan keputusannya untuk menunda pembahasan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Presiden menyatakan sikapnya setelah mencermati masukan dari kalangan yang keberatan sejalan dengan munculnya polemik di tengah-tengah masyarakat. Menurutnya ada materi-materi kontroversial setidaknya di 14 pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jokowi selanjutnya memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dia juga meminta pembahasan RKUHP dilanjutkan anggota DPR periode 2019-2024.

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebenarnya telah melewati tahap pengambilan keputusan tingkat I di DPR. DPR bersama pemerintah telah untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk segera disahkan dalam rapat paripurna DPR 24 September mendatang. Kesepakatan diambil dalam Rapat Kerja Pembahasan Tingkat I RKUHP yang dilakukan Komisi III DPR bersama Menteri Hukum dan Hakl Asasi Manusia Yasonna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (18/9/2019).

Namun keputusan itu mendapat penolakan yang luas di masyarakat. Sejumlah pasal yang terdapat di dalam RKUHP dinilai bertentangan dengan amanat reformasi dan kebebasan berekspresi. Demonstrasi besar kemudian dilakukan aktivis dan mahasiswa di depan Gedung DPR pada Kamis (19/9/2019).

RKUHP memuat sejumlah pasal yang dinilai masyarakat sipil justru mengancam demokratisasi di Indonesia.


Ada beberapa Pasal yang dianggap kontroversial, salah satunya adalah pasal penghinaan presiden. Pasal ini sempat digugurkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu. Namun kembali muncul dalam draf RKUHP per 28 Agustus 2019. Penghinaan presiden diatur pada pasal 2018-220.

Orang yang terbukti melakukan penghinaan terhadap presiden diancam pidana hingga 4,5 tahun penjara.

Draf RKUHP juga mengancam hukuman denda bagi gelandangan. Aturan ini dimuat pada Pasal 432 tentang penggelandangan dalam draf RKUHP 28 Agustus 2019.

Ketentuan itu dianggap bertentangan dengan amanat reformasi, demokrasi dan hak asasi manusia. Padahal Undang-Undang dibuat untuk memberikan perlindungan hukum, hak asasi dan rasa keadilan dan keamanan bagi masyarakat.

Jadi, alangkah bijaknya apabila Dewan Perwakilan Rakyat, periode 2014-2019 tidak memaksakan diri untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sebenarnya sudah pernah dibahas oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebelum mereka.

20
September

Enam negara telah memutuskan hubungan kerjasama dengan Taiwan dalam dua tahun terakhir, karena tekanan Tiongkok. Negara terbaru yang mengumumkan memutuskan hubungan dengan Taiwan dan setia terhadap Tiongkok adalah Kepulauan Solomon. Pemerintah Kepulauan Solomon telah memutuskan hubungan diplomatik dan kerjasama dengan Taiwan yang telang berlangsung puluhan tahun, dan akan melakukan hubungan diplomatik dengan Tiongkok.

Keputusan Pemerintah Solomon tersebut telah memicu protes keras dari masyarakat di negara Pasifik selatan itu. Namun, pemerintah berdalih bahwa keputusan untuk beralih ke Tiongkok merupakan rekomendasi dari satuan tugas yang menyelidiki manfaat kerjasama dengan Tiongkok dan Taiwan bagi negara tersebut. Nukan hanya dari dalam negeri, Amerika Serikat juga bereaksi tentang hal ini. Wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence membatalkan pertemuan dengan pemimpin Kepulauan Solomon setelah negara Pasifik itu memutus hubungan dengan Taiwan dan beralih ke Tiongkok. Pada Juli lalu, Perdana Menteri Solomon, Manasseh Sogavare meminta Wapres Pence untuk bertemu membahas kemitraan pembangunan. Namun, keputusan Soloman mengalihkan dukungan kepada Tiongkok menyebabkan komunikasi Amerika dan Kepulauan Solomon menjadi berubah.

Terhitung sejak Presiden Tsai Ing-wen yang anti-Tiongkok memerintah Taiwan pada 2016, enam negara telah mengalihkan hubungan kerjasama dari Taiwan ke Tiongkok, diantaranya, Burkina Faso, Republik Dominika, Sao Tome dan Principe, Panama, El Savador, dan Kepulauan Solomon. Yang menjadi sorotan selanjutnya adalah bagaimana Taiwan berupaya keras untuk merdeka yang menyebabkan kemudian kehilangan dukungan dari berbagai negara. Hubungan antara Taipei dan Beijing semakin merenggang sejak Presiden Tsai menjabat pada Mei 2016. Sejak itu, Taiwan secara agresif terus berupaya mendapat pengakuan dari negara lain sebagai negara merdeka. Sementara itu, Tiongkok berkeras menganggapnya sebagai wilayah pembangkang yang memisahkan diri. Demi membungkam ambisi Taiwan, pihak Beijing memutus hubungan resmi dengan Taiwan agar wilayah tersebut tetap mengakui prinsip 'Satu Tiongkok'. Bahkan, Beijing menegaskan tidak segan menggunakan cara paksa seperti opsi militer jika provinsi itu hendak mendeklarasikan kemerdekaannya.  Eksalasi politik yang terus menghangat antara Tiongkok dan Taiwan membuat masyarakat Internasional ikut mengkhawatirkan hubungan ke depan kedua negara.  Yang paling ditakutkan jika ada upaya invasi militer antar kedua negara yang diprediksi akan lebih buruk jika terjadi perang Korea Utara dan Korea Selatan.

Ketika dukungan diplomasi negara-negara semakin berkurang terhadap Taiwan, apakah masih sulit untuk menebak apa yang terjadi selanjutnya?

17
September


Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen, serta harga jual eceran rokok 35 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan hal ini di Jakarta Jumat pekan lalu, usai rapat kabinet terbatas bidang ekonomi bersama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Menteri Keuangan menjelaskan, dalam penetapan kenaikan tarif cukai rokok  pemerintah telah memperhatikan sejumlah pertimbangan. Antara lain tren kenaikan konsumsi rokok, pengaturan industri dan penerimaan negara. Kenaikan tarif cukai diharapkan dapat menekan tren kenaikan konsumsi rokok. Sri Mulyani merinci, jumlah prevalensi mereka yang menghisap rokok meningkat, baik itu laki-laki,  perempuan bahkan  anak-anak dan remaja, yaitu dari 7 persen menjadi 9 persen. Khusus jumlah perempuan perokok naik dari 2,5 persen menjadi 4,8 persen.

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah memutuskan kenaikan tarif cukai tersebut akan berlaku pada awal tahun 2020. Dalam RUU APBN Tahun Anggaran 2020, pendapatan cukai direncanakan sebesar 179,2 triliun rupiah.

Sejak dulu, kenaikan cukai rokok selalu menimbulkan keresahan di kalangan buruh pabrik rokok. Mereka takut kehilangan pekerjaan karena pabrik mereka gulung tikar. Namun Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memastikan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23 persen pada 2020 akan melindungi industri hasil tembakau yang berbasis padat karya dan melibatkan banyak pekerja.

Heru menjelaskan, untuk melindungi industri padat karya tersebut, kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran rata-rata Sigaret Kretek Tangan akan lebih rendah daripada Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Putih Mesin. Kebijakan tarif cukai dan harga banderol ini telah mempertimbangkan beberapa hal, antara lain jenis hasil tembakau, buatan mesin atau tangan; golongan pabrikan rokok besar, menengah, atau kecil; jenis industri, padat modal atau padat karya; serta asal bahan baku, lokal atau impor.

Dengan pertimbangan dan perlakuan yang lebih ringan tersebut, diharapkan industri padat karya tidak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap para pekerja, meski diperkirakan kebijakan kenaikan tarif cukai ini akan menekan konsumsi.

Benarkah setelah harga rokok naik, konsumsi berkurang? Hal itu perlu dibuktikan. Patut dipertimbangkan pula munculnya produk-produk rokok ilegal, demi memenuhi permintaan warga kurang mampu tapi ingin tetap merokok. Pemerintah, dalam hal ini  institusi terkait pengawasan dan pengamanan,  harus sudah menyiapkan langkah mitigasi. Produk rokok ilegal bukan saja merugikan keuangan negara dan rakyat, tapi juga membahayakan kesehatan warga. Siapa yang tahu kandungan  di dalamnya,  tanpa pengawasan dari instansi terkait kesehatan? Semoga pemerintah telah menyiapkan langkah mitigasinya.

18
September

Hubungan Amerika Serikat dengan Iran semakin memburuk. Salah satu penyebabnya adalah terbakarnya salah satu pabrik minyak Arab Saudi, ARAMCO di propinsi bagian Timur Arab Saudi, Sabtu  14 September. Beberapa saat setelah kebakaran, Kelompok pemberontak Houthi di Yaman mengaku sebagai pelaku dan bertanggung jawab. Mereka  menyatakan serangan atas pabrik minyak Aramco dilakukan dengan menggunakan Drone. Namun pengakuan pemberontak Houthi itu disanggah oleh Amerika Serikat.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo, hari Minggu 15 September menuduh  Iran atas terbakarnya pabrik minyak Aramco. Dari Washington, Pompeo menegaskan tidak ada bukti bahwa serangan itu berasal dari Yaman, tempat kelompok Houthi berada. Mike Pompeo, yang adalah mantan pimpinan CIA,  dengan tegas menuduh Iran telah melancarkan serangan ke pabrik minyak Aramco yang merupakan  salah satu penyedia dan pemasok minyak dunia, termasuk ke Amerika Serikat.

Iran telah membantah tuduhan Amerika Serikat dan menganggap hal itu   telah merusak reputasi Iran. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi mengatakan  tuduhan Amerika Serikat itu sebagai  tekanan maksimum terhadap Iran. Atas tuduhan Amerika Serikat itu, Iran  menyatakan siap berperang melawan Amerika Serikat. Sebelumnya dari Washington, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melalui Twitter mengatakan bahwa negaranya siap mengerahkan militernya untuk menyerang Iran. Walaupun demikian, Trump menyatakan masih akan menunggu sikap Arab Saudi. Wahington menantikan penegasan dari Riyadh mengenai siapa yang sesungguhnya telah menyerang pabrik minyak tersebut. Amerika Serikat meradang karena terbakarnya Aramco telah menyebabkan Amerika Serikat terpaksa menggunakan cadangan minyaknya.

Meningkatnya ketegangan antara Iran dengan  Amerika Serikat dan Arab Saudi, akibat terbakarnya Aramco, belum dapat dipastikan akan menyebabkan terjadinya perang. Pihak yang terlibat dalam ketegangan dan krisis tentu masih berhitung mengenai dampak yang lebih buruk, manakala perang terjadi.