26
November

Anggota Komisi XI DPR RI, Eriko Sotarduga di acara


VOInews.id, Jakarta: Anggota Komisi XI DPR RI, Eriko Sotarduga menyebut pemilu secara elektronik (e-voting) sudah ditunggu-tunggu oleh para diaspora Indonesia. Untuk itu, dia mengajak masyarakat, khususnya generasi Z, untuk memastikan peran teknologi pada e-voting bisa menjamin suara rakyat.

26
November

Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani di acara Parlemen Menjawab RRI Voice of Indonesia. (Foto: Tangkapan layar Parlemen Menjawab RRI VOI)

 

VOInews.id, Jakarta: Wacana “luar negeri” sebagai daerah pemilihan (dapil) tersendiri muncul dalam acara “Parlemen Menjawab: Mendongkrak Partisipasi Pemilih Luar Negeri”. Dalam acara yang diselenggarakan RRI Voice of Indonesia tersebut, beberapa narasumber menjelaskan motivasi dan kendala daerah pemilihan ini.

26
November

 

 

VOInews, Jakarta: Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Betty Epsilon Idroos menilai tingkat partisipasi masyarakat Indonesia di luar negeri dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu) tidak hanya bergantung pada upaya sosialisasi KPU saja, melainkan juga bergantung pada keberhasilan kampanye yang dilakukan oleh masing-masing peserta Pemilu.

"Tingkat partisipasi tidak hanya tergantung pada kerja-kerja sosialisasi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum menurut saya, tapi juga tergantung pada keberhasilan kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu," katanya dalam Parlemen Menjawab yang disiarkan RRI Voice of Indonesia di Jakarta, Minggu (26/11/2023).

Betty menerangkan, kampanye merupakan sarana yang efektif untuk memperkenalkan peserta Pemilu sekaligus mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam menggunakan hak pilih sebagai bagian dari pendidikan politik kepada masyarakat.

“Karena kampanye sesungguhnya memperkenalkan visi misi citra diri lalu kemudian mencoba untuk meyakinkan pemilih datang ke bilik TPS (Tempat Pemungutan Suara) memilih kepada yang bersangkutan sebagai suatu bentuk pendidikan politik," katanya.

Lebih lanjut, Betty menjelaskan, pada Pemilu 2024 mendatang, KPU menyiapkan 3 (tiga) cara bagi pemilih di luar negeri untuk menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2024 mendatang. Namun demikian, KPU menyerahkan sepenuhnya kepada pemilih untuk menentukan cara yang akan ditempuh dalam menggunakan hak suara.

“Dia bisa hadir langsung ke TPS luar negeri, sepanjang terdaftar di TPS luar negeri, atau misalkan lewat KSK (Kotak Suara Keliling) atau dropbox. Dan yang ketiga adalah lewat pos. Jadi pilihan itu diberikan kepada pemilih,” katanya.

Sebelumnya KPU mengumumkan Pemilu 2024 di luar negeri akan dilaksanakan di 128 negara perwakilan dengan jumlah pemilih 1.750.474. Dari jumlah itu, 751.260 merupakan pemilih laki-laki dan 999.214 merupakan pemilih perempuan.

26
November

 

 

VOInews, Jakarta: Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyoroti sejumlah faktor yang menjadi penyebab rendahnya partisipasi pemilih dalam Pemilihan Umum di luar negeri. Menurutnya, faktor pertama yang menjadi penyebab rendahnya tingkat partisipasi pemilih Indonesia di luar negeri adalah desain teknis dari pemungutan suara.

“Kalau di Indonesia kita harus bersyukur pada layanan Negara. Hari pemungutan suara diliburkan, di luar negeri tidak. Pemilihannya tidak semua dilakukan di hari libur. Lalu dari sisi teknis tidak semua serentak alam artian bisa mengakses TPS (Tempat Pemungutan Suara) dengan mudah. Termasuk juga ada advance voting. Kalau di kita dalam Pemilu sebelumnya, Pemilu di luar negeri itu lebih awal tapi dia hanya satu hari. Nah karena waktunya pendek sementara lokasinya menyebar, aksesnya menjadi lebih terbatas,” katanya dalam Parlemen Menjawab yang disiarkan RRI Voice of Indonesia di Jakarta, Minggu (26/11/2023).

Lebih lanjut Titi Anggraini juga menyoroti soal masalah representasi yang dirasakan oleh para pemilih di luar negeri. Hal ini menurutnya, berpengaruh pada relasi konstituensi.

“Pemilih kita itu punya masalah representasi karena detailnya bergabung dengan Jakarta 2 luar negeri Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, sementara kepentingannya khas aspirasinya khas itu yang juga menjadi hambatan ketika berbicara mengenai relasi konstituensi,” katanya.

Hal lain yang juga menjadi persoalan adalah kesadaran politik dari masing-masing pemilih di luar negeri. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh beragam latar belakang masyarakat Indonesia di luar negeri dengan berbagai kesibukan sehari-hari di luar negeri, sehingga berdampak pada rendahnya minta terhadap perkembangan politik di dalam negeri.

“Orang kalau sudah sibuk dengan mencari uang dan lain sebagainya lalu engagement politiknya juga kurang akhirnya menganggap pemilu tidak terlalu prioritas,” katanya.

Titi Anggraini mengatakan, penyelenggara Pemilu di Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah tantangan untuk dapat meningkatkan partisipasi pemilih di luar negeri. Namun demikian, ia mengatakan, dengan melihat kepada tantangan yang ada, tingkat partisipasi pemilih luar negeri pada Pemilu 2019 yang mencapai 42,54 persen harus mendapatkan apresiasi.