Komentar

Komentar (898)

26
January

 

Sementara di Davos,  Swiss, diadakan pertemuan ekonomi  tahunan dunia World Economic Forum-WEF, di belahan bumi lainnya, di Tokyo, Jepang,  para menteri dari 11 negara anggota Trans Pacific Partnership-TPP, bertemu untuk melanjutkan organisasi multilateral itu tanpa AS.

 

Selasa 23 Januari lalu Perdana Menteri India, Narendra Modi dalam Forum Economi Dunia, WEF, di Davos, Swiss,  menyatakan bahwa kilau dari globalisasi kini  sudah meredup. Penghalangnya adalah sikap proteksionis dari beberapa negara. Meski tidak menunjuk nama, sasaran dari pernyataan ini adalah Amerika Serikat. Sejak Trump berkuasa, Amerika Serikat menunjukkan sikap protektsionis dalam perdagangan. Salah satunya adalah dengan  meninggalkan kesepakatan Trans Pacific Partnership ( TPP).

Dalam forum yang sama tahun lalu, saat Trump baru akan masuk Gedung Putih, Presiden RRT Xi Jin Ping sudah pernah menyampaikan pandangan soal perdagangan bebas. Tidak ingin tertinggal dari RRT, Modi tahun ini ingin India menjadi contoh perdagangan bebas dengan membuka lebar pintu  bagi investasi.

 

Sebagai salah satu negara yang tumbuh cepat dalam kelompok BRICS, Brazil, India, China, Rusia dan Afrika Selatan, India merasa tertinggal dari RRT  dan berupaya membangun kemitraan dengan negara-negara Asia Tenggara.

 

Sepulangnya dari Davos, dalam rangka lebih mempererat kerjasama dengan negara-negara Asia Tenggara,  Modi mengundang 10 negara ASEAN untuk merayakan Hari Republik India, yang jatuh hari Jum’at (26 Januari). Meskipun punya  pengaruh budaya di hampir semua negara ASEAN, dan telah menerapkan kebijakan Act East, atau dekati Asia, tingkat perdagangan India dengan ASEAN baru mencapai 470 juta dollar di  tahun 2016-2017. Angka itu hanya  seperenam dari nilai perdagangan RRT-ASEAN.

India mencoba mendekati ASEAN karena RRT telah melakukan pendekatan dan diterima di kawasan Asia Selatan dengan  membangun infrastruktur dan energi di Pakistan dan Sri Lanka. Namun  beberapa negara Asia Tenggara yang bersengketa dengan RRT mengharapkan  peran India yang lebih besar di kawasan.

 

Bagi Indonesia niat India yang tidak ingin kehilangan pengaruh di Asia Tenggara dan ASEAN adalah hal yang wajar. Sebagai negara dengan politik luar negeri bebas aktif, Indonesia menyambut niat itu, dan menghadiri perayaan Hari Republik India  dengan sebuah delegasi di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo. Namun tentunya  Indonesia tidak ingin terombang ambing dalam tarik menarik pengaruh dari negara lain, termasuk India dan RRT.

 

25
January

Gebrakan Awal Tahun KPK

Written by
Published in Komentar

VOI Komentar Membuka tahun 2018, pada 23 Januari, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK kembali melakukan kejutan dengan menetapkan status tersangka kepada seorang kepala daerah. Sang pejabat disangkakan menerima suap dan gratifikasi terkait pelaksanaan proyek di lingkungan pemerintahannya. Di sini, pada satu sisi masyarakat melihat dengan jelas bagaimana kapasitas yang ditunjukkan lembaga anti rasuah itu. KPK begitu gagah, dengan dukungan semua pihak, menindak mereka yang menyelewengkan kewenangannya. Namun di sisi lain timbul pertanyaan, mengapa masih ada saja  yang melakukan korupsi?. Padahal, data Kementerian Dalam Negeri menunjukkan adanya ratusan kasus korupsi oleh kepala daerah yang dijerat KPK sejak tahun 2004 sampai 2017. Ini seharusnya sudah lebih dari cukup untuk mengingatkan siapa pun itu agar tidak bermain api.

Dalam beberapa tahun pertama otonomi daerah diberlakukan, beredar sebutan raja-raja kecil untuk para kepala daerah. Hal itu wajar saja mengingat kewenangan mereka menjadi lebih luas. Dampak positif dari semangat demokrasi di era Reformasi tersebut ditujukan untuk percepatan pembangunan di setiap daerah. Tdak lagi berorientasi pada kepentingan Pusat, setiap daerah diberi wewenang untuk mempercepat pembangunan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Sayangnya, seiring ini, muncullah godaan-godaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Tak heran langkah KPK yang  memberantas  penyalahgunaan wewenang oleh  raja-raja kecil tersebut sangat disyukuri oleh rakyat Indonesia.

Upaya pemberantasan korupsi kini  relatif tidak lagi menemui hambatan yang berarti, karena didukung seluruh lapisan masyarakat disamping kuatnya dasar hukum yang melandasinya. KPK tampaknya akan terus melakukan gebrakan tanpa rasa takut dalam upaya pemberantasan korupsi. Sekarang tinggal bagaimana agar upaya  pencegahan juga gencar dilakukan. Seperti misalnya,   dengan memaksimalkan  keberadaan  unit pengawas internal untuk dilibatkan dalam pelaksanaan setiap proyek.

Selain itu, mungkin perlu dikaji kembali sistem demokrasi dalam pemilihan kepala daerah, terutama dalam hal biaya besar yang harus dikeluarkan para kontestan dan pendukungnya. Ini terbukti  berdampak pada tindak korupsi yang dilakukan  sebagian para kepala daerah, baik petahana maupun yang baru terpilih.  

Memang  setiap  negara memiliki kekhasan masing-masing dalam berdemokrasi. Sehingga model demokrasi di satu negara  tidak bisa diadopsi mentah-mentah, apalagi dipaksakan ke negara lainnya.  Namun demokrasi hendaknya tidak  hanya menjadi sebuah kemasan atas sesuatu yang buruk. Jika demikian halnya, pekerjaan  KPK tidak akan ada habisnya, dan ini bukanlah berita yang menyenangkan. Korupsi akan  terus berulang  jika penyebabnya atau sumber masalah tidak teridentifikasi dengan baik, untuk segera dicarikan penyelesaiannya.

24
January

 

VOI KOMENTAR Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis, melakukan kunjungan kerja ke Indonesia di tengah upaya mengatasi konflik di Asia.

Dalam kunjungannya di Jakarta, setelah diterima Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, James Mattis langsung menemui rekannya Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Sejumlah isupun menjadi perhatian kedua pejabat pemerintahan itu. Sebagaimana dikatakan Menhan Ryamizard Ryacudu,  isu-isu yang dibahas antara lain, kerja sama kedua Negara, masalah   Korea Utara, Laut China Selatan, hingga Rohingya.

Terhadap isu-isu tersebut, Indonesia dan Amerika Serikat umumnya  dapat dikatakan mempunyai pandangan yang sama. Untuk masalah Korea Utara misalnya, Indonesia juga berharap agar Pyongyang menghentikan uji coba nuklirnya. Terkait pengungsi Rohingya, seperti halnya Indonesia, Amerika Serikat memandang perlunya upaya penanganan dengan memperhatikan sisi kemanusiaan.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat juga memberi perhatian pada pembicaraan trilateral antara Indonesia,  Malaysia dan Filipina. James Mattis menyatakan komitmen AS untuk mendukung kerjasama pertahanan tiga negara di Asia Tenggara ini, khususnya dalam menangani masuknya   ISIS di Asia Tenggara. Dukungan Washington dilakukan atas kesamaan pandangan bahwa terorisme memang harus dicegah penyebarannya.

Kunjungan James Mattis ke Indonesia, selain dilihat dari perspektif berbagai isu, juga menjadi penting terkait tindak lanjut kerjasama bilateral di bidang pertahanan. Sebagaimana diketahui, Indonesia dan AS telah memiliki persetujuan kerja sama pertahanan melalui Join Statement in Comprehensive Defence Corporation,  yang ditandatangani pada Oktober 2015, saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Washington. Komitmen kerjasama itu kembali ditegaskan ketika Presiden Jokowi bertemu Presiden Donald Trump di sela-sela KTT G 20 di Jerman tahun lalu. 

Selama ini lebih dari  6.000 prajurit TNI dan PNS telah mengikuti pendidikan di AS. Sebaliknya sedikitnya 61 perwira AS berkesempatan mengikuti Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI di Indonesia.

Dalam kerangka inilah, maka kunjungan James Mattis ke Jakarta kali ini dapat dilihat sebagai cukup strategis untuk meningkatkan saling pengertian kedua negara dalam bentuk dialog pertahanan dan meningkatkan kerjasama yang diwujudkan dalam kegiatan yang konkrit. (kabulbudiono)

23
January

 

VOI KOMENTAR Pangan, terutama beras, tetap menjadi kebutuhan utama masyarakat Indonesia hingga kini. Karena itu, kedaulatan pangan menjadi salah satu agenda dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional untuk tahun 2015-2019.

 

Pada saat Pembukaan Musyawarah Nasional HIPMI XV, 12 Januari 2015 di Bandung, Presiden Joko Widodo menargetkan kepada Menteri Pertanian untuk dapat swasembada pangan dalam tiga tahun ke depan, yang berarti tahun 2018 ini. Swasembada dimulai dengan beras, diikuti pangan yang lain. Dalam kesempatan itu pun, Kepala Negara yakin tidak akan ada impor beras setelah tiga tahun.

 

Kenyataannya, diawali dengan harga beras yang naik secara signifikan sejak Desember 2017, Kementerian Perdagangan memutuskan untuk melakukan impor beras sebanyak 500 ribu ton yang ditargetkan akan sampai di Indonesia pada akhir Januari 2018. Belakangan, rencana pemerintah untuk mengimpor beras pada akhir Januari itu dinilai terlalu dekat dengan panen raya yang akan jatuh pada Maret 2017. Ada kemungkinan distribusi beras impor justru malah akan merugikan petani.

 

Mengutip liputan6.com tanggal 16 Januari 2018, impor beras dilakukan guna menjamin tersedianya pasokan beras di dalam negeri dan menurunkan harga beras di pasaran. Harga beras mengalami kenaikan diduga karena data produksi beras yang tak akurat. Menurut Dwi Andreas Santosa, pengamat pertanian dan guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, kenaikan harga beras dapat diatasi jika data yang tersedia akurat. Selama ini, harga beras sering naik karena data produksi dan konsumsi tak jelas.

Sementara itu, anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, menyatakan bahwa selama ini Kementerian Pertanian menyatakan jika produksi beras surplus dan stok cukup. Namun pernyataan tersebut hanya didasarkan pada perkiraan luas panen dan produksi gabah, tanpa disertai jumlah dan sebaran stok beras secara kongkrit.

 

Sebenarnya, data yang diyakini keakuratannya, terutama terkait ketersediaan beras, dapat dilihat dari pergerakan harga. Prinsip dasar  yang diambil adalah keseimbangan antara  permintaan dan penawaran yang umum berlaku. Semakin banyak stok beras, semakin rendah harga beras, begitupun sebaliknya. Data yang tidak akurat terkait stok perberasan nasional memang perlu segera diperbaiki, karena berpotensi membuat pemerintah mengambil kebijakan yang keliru. Terkait hal ini, Ombudsman RI menyarankan kepada pemerintah, untuk memberi dukungan maksimum kepada Badan Pusat Statistik, untuk menyediakan data produksi dan stok beras yang lebih akurat.

 

Sudah saatnya Pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, mengevaluasi sumber data yang digunakan sebagai dasar kebijakan pangan nasional. Kebijakan sebaiknya berdasarkan hasil riset,  sesuai dengan kenyataan di lapangan, bukan hanya berpegang  pada estimasi. Sehingga, tak akan ada lagi kebijakan yang justru akan merugikan petani.

22
January

 

VOI KOMENTAR  Pembangunan infrastruktur terus digenjot oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, terutama  untuk wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa. Selama periode 2015-2019 Pemerintah menargetkan pembangunan infrastruktur di antaranya, 1.000 kilo meter (km) jalan tol, 2.650 km jalan baru, 30 km jembatan baru, dan 65 bendungan.

Di awal 2018 ini, terdapat beberapa proyek infrastruktur yang telah selesai dibangun pemerintah, seperti jalan tol, jalur kereta api, bendungan, bandara, perumahan dan juga pos lintas batas wilayah.

Proyek pembangunan yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo Minggu (21/1/2018), adalah ruas awal jalan tol  Bakauheni-Terbanggi Besar di kabupaten Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan, yang merupakan jalan tol pertama di Provinsi Lampung.

Ruas yang sudah siap beroperasi adalah segmen Pelabuhan Bakauheni-Simpang Susun Bakauheni sepanjang 8,9 kilometer dan segmen Simpang Susun Lematang-Simpang Susun Kotabaru sepanjang 5,5 kilometer.

Sejak awal memegang tampuk pemerintahan, bahkan sebelum terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) memang sudah mencanangkan program yang disebut Nawa Cita atau sembilan agenda prioritas untuk jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Salah satu program Nawa Cita adalah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit setara  bangsa-bangsa Asia lainnya yang sudah lebih mapan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membangun infrastruktur tidak hanya di Pulau Jawa tapi juga di luar Pulau Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Keberadaan infrastruktur diyakini akan memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga memang  harus dilakukan untuk memenangkan kompetisi dengan negara lain. 

Apa  yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla patut mendapatkan dukungan dari semua  pihak. Baik jalan tol, bandar udara, maupun  pelabuhan, semuanya  dapat menjadi sarana untuk menekan harga dan mempercepat arus logistik. Hal ini akan sangat memengaruhi daya saing Indonesia di dunia internasional..

.

19
January

 

 

 

VOI KOMENTAR Di akhir tahun 2010, sebuah gelombang revolusi berupa demonstrasi dan  protes untuk pergantian pemerintahan, baik secara damai maupun tidak, melanda berbagai Negara Timur Tengah  dan Afrika. Peristiwa yang dikenal sebagai “Arab Spring”  atau Musim Semi Arab itu,  berawal  di Tunisia tepatnya tanggal 17 Desember 2010. Beberapa hari kemudian, memasuki tahun 2011, pemerintah Tunisia pimpinan Zine el Abidin Ben Ali Tumbang. Tunisia pun mengalami  masa transisi dan  perubahan politik yang paling demokratis dibanding  negara-negara Arab lainnya, yang kemudian juga terkena imbas Arab Spring. Saat itu rezim yang berkuasa ditumbangkan tanpa pertumpahan darah dan perang sipil.

 

Namun apa yang terjadi di Tunisia  pekan lalu,  saat memperingati jatuhnya rezim Ben Ali 7 tahun yang lalu, adalah aksi demonstrasi massal  terhadap kenaikan harga dan pajak. Sebelum demonstrasi ini terjadi, seorang pemrotes tewas pada hari Senin, tanggal 8 Januari. Kerusuhan membuat pemerintah mengirimkan tentara ke beberapa wilayah di Tunisia, dan menangkap hampir 800 orang,termasuk para pemimpin oposisi.

 

Aksi menentang dimulai saat pemerintah Tunisia memberikan “kado tahun baru” berupa penyesuaian harga bahan bakar dan beberapa jenis barang konsumsi mulai 1 Januari 2018. Selain itu beberapa jenis pajak dan tarif  seperti pajak mobil, tarif telepon dan internet juga ikut naik.

 

Setelah aksi demonstrasi tersebut, Pemerintah pun menawarkan skema reformasi sosial yang  telah diajukan ke parlemen, berupareformasi perawatan medis, perumahan dan bantuan kepada warga miskin. Program-program pemerintah selama ini, ternyata  tidak dapat mengatasi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Juga tidak berhasil mengembalikan industri pariwisata, setelah dihantam serangan teror kepada wisatawan asing, 3 tahun yang lalu. Perdana Menteri Tunisia, Yousef Chahed, berupaya meyakinkan warganya bahwa tahun 2018 akan menjadi tahun terakhir kesulitan di negeri itu. Namun tampaknya pihak oposisi Tunisia tidak puas akan program-program yang ditawarkan dan mendesak diteruskannya aksi-aksi menentang pemerintah.

 

Meningkatnya aksi-aksi kekerasan di Tunisia yang sebelumnya pernah mengalami transisi damai memang  memprihatinkan.Sebaiknya  pemerintah Tunisia dan pihak oposisi berunding untuk mencari solusi damai. Penyelesaian masalah dengan “tradisi Tunisia“  seperti saat menurunkan rezim Ben Ali 7 tahun yang lalu patut diteruskan. Agar tidak terjadi kekerasan,  apa lagi pertumpahan darah yang mengakibatkan  korban jiwa.

 

Demikian Komentar.

 

16
January

Pelaksanaan ASIAN GAMES ke 18, tinggal hitungan bulan. Pesta olahraga tingkat Asia itu akan digelar mulai  18 Agustus hingga 2 September 2018. Beragam persiapan terus dilakukan pemerintah. Baik oleh pemerintah pusat, maupun pemerintah dua daerah yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan, Jakarta dan Palembang.

Persiapan segala sarana dan fasilitas setidaknya sudah memuaskan Dewan Olimpiade Asia. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Pelaksana Asian Games 2018  atau INASGOC Erick Thohir seusai Rapat Koordinasi Komite ke delapan, hari Minggu, di Jakarta. Dewan Olimpiade Asia telah melihat kemajuan signifikan yang sudah dilakukan Inasgoc, pemerintah pusat, dan pemerintah Sumatra Selatan.

Keberhasilan Indonesia sebagai tuan rumah untuk kedua kalinya tentu sangat diharapkan. Pada tahun 1962 Indonesia pernah  sukses menjadi tuan rumah Asian Games ke 4 dan meraih posisi ke dua dalam perolehan medali setelah Jepang. Hal ini  setidaknya bisa menjadi inspirasi untuk meraih sukses dalam penyelenggaraan kali ini, dan tentunya  juga prestasiDi samping itu, karena kegiatan ini bersifat internasional, mata dunia setidaknya Asia, akan tertuju pada Indonesia. Tidak berlebihan bila Indonesia mengharapkan ada dampak positif dari penyelenggaraan Asian Games ke 18 di berbagai bidang termasuk  sosial, politik dan ekonomi.

Semangat untuk menyukseskan Asian Games 2018 bukan hanya harus dimiliki pemerintah, penyelenggara, dan atlit Indonesia. Demam Asian Games harus terus ditumbuhkan di  berbagai   kalangan masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta dan Palembang. Semangat mempromosikan kegiatan yang bertema “The Energy of Asia” ini harus terus digencarkan.

Ornamen Asian Games 2018, saat ini memang sudah terpasang di Jakarta dan di Palembang. Gedung-gedung kantor pemerintahan dan tempat rekreasi sudah diwarnai berbagai  ornamen khas dan atribut Asian Games. Semangat penyelenggaraan Asian Games juga telah  semakin terasa,  bukan hanya di kompleks gelanggang olahraga Bung Karno, tetapi di tempat-tempat penyelenggaraan lainnya.

Keterlibatan seluruh pihak menggaungkan penyelenggaraan Asian Games 2018 harus terus dikuatkan. Pemanfaatan seluruh media promosi, termasuk media social harus semakin ditingkatkan. Sehingga demam Asian Games 2018 bisa mewabah di Indonesia khususnya, dan Asia pada umumnya.

10
January

VOI KOMENTAR Presiden Perancis Emannueal Macron, berada di Tiongkok melakukan serangkaian kegiatan kenegaraan. Kunjungan Macron yang berlangsung sejak 8 Januari lalu, hingga hari ini disebut sebagai kunjungan kenegaraan, karena merupakan yang pertama dilakukan sejak ia memangku jabatannya sebagai Presiden. Keberadaan Presiden Perancis di Beijing itu merupakan jawaban atas undangan Presiden Xi Jinping.   Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Geng Shuang dalam jumpa pers menjelang kunjungan kenegaraan Macron menyatakan bahwa   mempunyai arti penting bagi hubungan Tiongkok-Prancis. Tiongkok tentu menambut sangat baik kunjungan pertama Macron dengan menunjukkan kehangatan melalui serangkaian acara kenegaraan yang melibatkan Presiden Xi Jinping, Perdana Menteri Li Kegiang serta ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Zhang Dejiang, Dari Beijing diinformasikan bahwa kedua pihak telah  bertukar pandangan secara mendalam mengenai hubungan bilateral dan masalah-masalah yang menjadi perhatian bersama.  

Dalam ceramahnya di hadapan para pengusaha. Akademis  dan undangan pentingnya lainnya di kota Xi’an, Macron menegaskan komitmennya untuk mendukung pemerintah Tiongkok membangun kembali jalan sutera. Dalam tahun 2013, Pemerintah Tiongkok mencanangkan program one belt one road yang merupakan ungkapan khusus bagii Pembangunan Jalan Sutera yang mencerminkan hubungan bilateral dan multilateral Tikongkok melalui kerjasama ekonomi dan perdagangan  antaralain dengan negara negara Eropa.  

 

Proyek Sabuk dan Jalan  , bertujuan menghubungkan China melalui jalan raya, kereta api dan jalur laut, dengan Asia Tenggara, Pakistan, Asia Tengah dan lebih jauh ke Timur Tengah, Eropa dan Afrika. Dukungan Macron atas proyek ambisius Beijing tentu juga mengharapkan timbal balik. Atas asa resiprokalitas, Macron tentu mengharapkan adanya timbal balik. Perancis memandang Tiongkok sebagai negara berpengaruh dari Asia yang dapat diajak untuk menjalin kemitraan stratagis mencakup beberapa isu. Dua yang sangat penting bagi Macron adalah isu terorisme dan perubahan Iklim. Mengenai isu perubahan iklim, Macron tentu sangat berharap agar Presiden Xi Jinping menerapkan perjanjian Paris mengenai iklim. Dukungan Tiongkok dipandang sangat penting, setelah Amerika Serikat mundur dari kesepakatan Paris.

09
January

 

VOI KOMENTAR Tahun 2018, 171 daerah di Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) secara serentak. Ini merupakan Pilkada serentak ke tiga, setelah pilkada serentak pada tahun 2015 dan 2017. Penyelenggaraan Pilkada tanggal 27 Juni 2018 terasa berbeda dari dua pilkada sebelumnya, karena berdekatan dengan penyelenggaraan Pemilihan Presiden tahun 2019.

 

Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, ada 158 juta pemilih yang akan berpartisipasi pada Pilkada 2018, hampir 80% dari total pemilih nasional. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan Pilkada 2015 dengan total 96 juta pemilih, dan Pilkada 2017 dengan total 41 juta pemilih.

 

Pilkada serentak tahun ini tidak hanya diikuti kandidat laki-laki, tapi juga kandidat perempuan. Namun,  banyak yang mengatakan bahwa partisipasi politik perempuan dalam pilkada serentak tahun ini kurang menjadi perhatian para elite politik. Partai-partai politik lebih memperhatikan aspek elektabilitas dan kekuatan modal dalam mencalonkan kadernya. Mereka  cenderung menggunakan pilkada 2018 sebagai barometer untuk sukses pada Pemilihan Presiden tahun 2019 mendatang.  Persyaratan elektabilitas dan kekuatan modal ini diberlakukan sama antara kandidat laki-laki dan kandidat perempuan. Akibatnya, peluang pencalonan perempuan dalam pilkada semakin kecil karena politisi perempuan umumnya kurang dikenal dan tidak mempunyai modal besar.

 

Sebuah diskusi bertajuk  “Peluang Calon Perempuan Dalam Pilkada 2018”, diadakan pada hari Minggu, 7 Januari, di Jakarta. Menurut Lena Maryana, politisi Partai Persatuan Pembangunan yang hadir,  kondisi politik memang  kian meninggalkan perempuan Indonesia. Ini  tercermin dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang keterwakilan perempuan sebesar 30% yang hanya berlaku di tingkat pusat, padahal di UU Pemilu sebelumnya, keterwakilan perempuan sebesar 30% diatur hingga tingkat kabupaten/kota.

 

Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Namun, dalam konteks Pilkada 2018, keterlibatan perempuan belum terwujud sebagaimana diharapkan.

    

Menurut Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol), Yudha Irlang Kusumaningsih, keikutsertaan perempuan dalam pilkada serentak 2018 akan melahirkan banyak kebijakan yang menunjukkan keberpihakan pada perempuan. Khususnya  jika kandidat-kandidat itu terpilih menjadi kepala daerah. Kebijakan yang menunjukkan keberpihakan kepada perempuan diperlukan, mengingat pemberdayaan perempuan adalah satu dari 17 tujuan pembangunan keberlanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) global periode 2016-2030. Yaitu  untuk meningkatkan kesejahteraan secara merata. Poin ke lima dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan. Salah satu caranya, dengan menjamin partisipasi   penuh   dan   efektif, serta kesempatan   yang   sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat.

 

Menurut Yudha, pemberdayaan perempuan pada tingkat pemerintah daerah juga dinilai mendesak, karena perempuan saat ini dinilai masih belum setara dari kaum laki-laki. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan, drop out sekolah, penghasilan, hingga gizi perempuan masih buruk dibanding pria. Sangat penting bagi perempuan untuk maju di pilkada, sebagai kepala daerah atau pun wakilnya, entah itu gubernur, bupati, atau wali kota. Dengan demikian apabila ada   masalah yang menyangkut  perempuan, akan  dapat ditangani oleh perempuan pula.

 

08
January

 

 

VOI KOMENTAR Indonesia pernah mengalami masa swasembada pangan, khususnya beras, pada dekade 1980-an. Bahkan saat itu, Organisasi Pangan Dunia, FAO memberikan penghargaan istimewa kepada pemerintah Indonesia atas prestasi luar biasa tersebut. Namun, bertahun-tahun sesudah itu prestasi swasembada beras nampaknya sulit terulang. Bahkan tidak jarang Indonesia harus mengimpor beras dari negara tetangga, misalnya Thailand dan Vietnam.

 

 

Di masa pemerintahan Presiden Joko  Widodo dan wakil presiden Jusuf Kalla keinginan Indonesia untuk kembali berswasembada pangan, terutama beras, cabai, jagung dan bawang, kemungkinan akan segera terkabul. Di awal tahun 2018, Indonesia menggaungkan kembali swasembada pangan seperti yang pernah dikatakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman beberapa waktu lalu.

 

Keinginan tersebut semakin diperkuat dengan penyataan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementerian Pertanian Momon Rusmono. Usai panen tanaman padi di Desa Kutuk, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Minggu (07/01/2018), Momon Rusmono mengatakan wacana impor beras dinilai belum mendesak dibutuhkan karena hasil panen tanaman padi saat ini cukup melimpah.

 

Secara nasional, Momon menyatakan, stok beras bisa mencapai sejuta ton, sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama dua hingga tiga bulan mendatang. Terlebih pada bulan depan akan ada panen raya, sehingga target tahun 2018 untuk penyerapan 3,7 juta ton beras  oleh Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) kemungkinan besar  bisa dicapai. Apabila ini terjadi,  hingga tahun depan Indonesia tidak akan lagi kekurangan beras, dan target swasembada pangan pun  bisa terpenuhi.

 

Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah RI, dalam hal ini Kementerian Pertanian RI, untuk mencapai swasembada pangan.  Antara lain  melalui program Upaya Khusus (Upsus) swasembada pangan 2015-2017 dengan fokus tiga komoditas, yakni padi, jagung, dan kedelai (pajale). Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk menambah luas area tanam. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, luas tanam secara nasional pada Juli-September 2017 mencapai 1 hingga 1,1 juta hektare per bulan.  Naik dua kali lipat dibandingkan dengan periode sebelum ada program Upsus,  yakni  hanya 500.000 hektare per bulan.

 

Tentu saja keinginan Indonesia untuk bisa kembali menjadi negara yang berswasembada pangan terutama beras, bukanlah keinginan muluk yang tak mungkin tercapai. Tetapi juga tidak  semudah seperti membalikkan telapak tangan. Butuh kerjakeras Pemerintah dan juga dukungan dari berbagai pihak seperti para penyuluh pertanian, petani, pedagang dan para pemangku kepentingan lainnya