Bali meraih penghargaan bergengsi sebagai "Destination of The Year" (Destinasi Tahun Ini) di ajang TTG Travel Awards 2019 yang berlangsung di Centara Grand & Bangkok Convention Centre, Thailand, Kamis,26 September. TTG atau Travel Trade Gazette adalah surat kabar mingguan khusus pariwisata. Penghargaan tersebut langsung diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia yang diwakili Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Rizki Handayani di Bangkok, Kamis. Rizki Handayani mengatakan, penghargaan tersebut menjadikan pemerintah tetap percaya diri dan yakin bahwa Bali sebagai destinasi wisata terbaik dan mampu menghasilkan devisa negara. Rizki Handayani juga mengatakan, penghargaan tersebut merupakan sebuah kepercayaan dan pengakuan Internasional bahwa Bali sebagai salah satu tujuan wisatawan dunia.
Rizki mengingatkan, mempertahankan prestasi dan penghargaan akan lebih sulit dibandingkan memperolehnya. Karena itu ke depan, menurut Rizki, Kementerian Pariwisata selain mempertahankan dan memelihara Bali sebagai destinasi wisatawan dunia, Kementerian Pariwisata juga mencari dan mempromosikan daerah-daerah unggulan lainnya yang merupakan program prioritas wisata.
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional I Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Dessy Ruhati dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (25/9), mengatakan penghargaan yang diraih Bali itu menjadi bukti pengakuan dunia Internasional tentang pariwisata Indonesia. Dessy Ruhati yang memimpin delegasi Indonesia di pameran dan bursa MICE terbesar di Asia-Pasifik tersebut mengatakan, penghargaan yang diberikan kepada para pemenang dalam acara "30 th Annual TTG Travel Awards 2019" tersebut merupakan rangkaian dari penyelenggaraan pameran dan bursa pariwisata Internasional Incentive Travel & Convention Meeting Asia (IT&CMA) 2019 yang berlangsung di tempat yang sama pada 24 hingga 26 September 2019.
Paviliun Indonesia menawarkan berbagai produk wisata MICE unggulan serta layanan informasi pariwisata di antaranya informasi 10 Destinasi Pariwisata Prioritas termasuk di antaranya lima destinasi; Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, Likupang yang ditetapkan Presiden Joko Widido sebagai Destinasi Super Prioritas.
Di kancah industri MICE global, Indonesia diwakili Bali, Jakarta, Lombok, Manado, dan beberapa destinasi lain. Daerah tersebut merupakan destinasi MICE kelas dunia karena kerap kali menjadi tuan rumah dalam menyelenggarakan berbagai konvensi Internasional.
Hari ini, 1 Oktober 2019, 711 anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI yang terdiri atas 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah periode 2019-2024 dilantik.
Pada hari penutup masa tugas, Senin, 30 September, anggota DPR periode sebelumnya, mengadakan rapat paripurna terakhir yang mengungkap beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan. Ada lima rancangan undang-undang (RUU) yang batal disahkan oleh anggota dewan periode lama. Kesemuanya disepakati untuk di-carry over atau dilanjutkan pembahasannya oleh anggota DPR periode 2019-2024. Lima RUU tersebut adalah RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana-KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pertambangan Mineral dan Batubara-Minerba, RUU Perkoperasian, dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan.
Penundaan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) ini menjadi undang-undang (UU) didasari kencangnya gelombang protes masyarakat dan mahasiswa terhadap produk legislasi buatan DPR dan pemerintah. Demonstrasi besar-besaran terjadi dalam beberapa hari terakhir, di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Ketua MPR RI Zulkifli Hasan sebelumnya mengatakan telah berupaya untuk meredam demo mahasiswa dan mencegah agar tidak terjadi demo yang memakan korban lagi. Untuk itu pihaknya sudah berkomunikasi dengan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Intinya adalah agar lembaga legislatif tidak lagi mengesahkan RUU hingga akhir masa jabatan pada 30 September 2019.
Sebenarnya ada dua RUU yang menimbulkan gelombang protes banyak elemen masyarakat, yaitu RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). RUU KPK sudah terlanjur disahkan oleh anggota DPR lalu, walaupun undang-undang tersebut dirasakan masyarakat justru cenderung dapat melemahkan kinerja KPK. Di sisi lain, RUU KUHP dikritik terlalu jauh mengatur hak privasi orang.
Kini masyarakat menuntut Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK untuk membatalkan penerapan undang-undang tersebut.
Kemungkinan menerbitkan Perppu KPK diungkapkan Presiden Kamis pekan lalu, 26 September seusai bertemu dengan 41 tokoh budayawan, agamawan, hingga pakar hukum di Istana Merdeka. Menurut pakar hukum Bivitri Susanti, yang juga hadir dalam pertemuan itu, Presiden khawatir Perpu KPK akan ditolak oleh DPR.
Rencana menerbitkan Perpu KPK memang menjadi dilema bagi Presiden Joko widodo. Presiden terjebak di antara desakan publik yang menolak UU KPK dan partai-partai politik yang berkukuh mempertahankan. Disinilah pentingnya komunikasi politik antara pemerintah dan anggota DPR yang baru. Satu dari banyak pekerjaan rumah untuk anggota baru yang ditinggalkan oleh anggota DPR sebelumnya.
Ada beberapa RUU kontroversial lainnya yang membutuhkan kerja keras anggota DPR yang baru. Semoga mereka dapat memuaskan rakyat yang sudah memilih mereka.
Setiap tanggal 30 September bangsa Indonesia selalu diingatkan kembali dengan peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau lebih dikenal dengan G 30 S PKI yang merupakan lembar hitam sejarah Indonesia. Betapa tidak, saat itu, tanggal 30 September 1965, terjadi pemberontakan PKI di Jakarta dan Yogyakarta dengan menculik 10 perwira Tentara Nasional Indonesia Angkata Darat (TNI AD). Tujuh dari 10 perwira tersebut dibantai secara kejam dan dibuang di sebuah lubang sempit yang bernama Lubang Buaya, Jakarta. Tiga perwira lainnya dibunuh di Yogyakarta.
Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun. Tujuan dari pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi negara komunis.
Sesaat setelah terjadinya peristiwa bersejarah tersebut, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada saat itu, Mayjen Soeharto bergerak cepat, memadamkan pemberontakan. Perburuan pada para pelaku G30S dilakukan cepat. PKI dinyatakan berada di balik gerakan pengambil alihan kekuasaan dengan kekerasan. Para tokohnya diburu dan ditangkap. Anggota organisasi yang dianggap simpatisan atau terkait dengan PKI juga ditangkap. Berbagai kelompok masyarakat juga menghancurkan markas PKI yang ada di berbagai daerah. Mereka juga menyerang lembaga, toko, kantor dan universitas yang dituding terkait PKI.
Sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), sebagian dijatuhi hukuman mati. Ketua PKI, DN Aidit yang dituding merancang gerakan ini bersama ketua Biro Chusus PKI, Sam Kamaruzzaman melarikan diri ke Jawa Tengah, namun kemudian bisa ditangkap, dan dibunuh. Pemerintah Orde baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Memang, G 30 S PKI telah lama berhasil ditumpas. Pelaku utamanya pun sudah ditangkap dan diadili. Namun, bukan berarti bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman komunis. Ideologi Komunis yang tidak mengakui adanya Tuhan tidak cocok bagi bangsa Indonesia dengan ideologi Pancasila yang mengakui adanya Ketuhanan Yang Maha Esa.
Bangsa Indonesia tidak ingin tragedi berdarah seperti G 30 S PKI kembali terulang. Bahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengakui, komunis masih menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia, sehingga harus selalu waspada dan diantisipasi keberadaannya karena bisa muncul kapan dan di mana saja.
Dalam rangka memperingati Hari Batik Nasional 2 Oktober, dan pengakuan batik oleh UNESCO yang ke-10 tahun, Kementerian Perindustrian mengadakan pameran batik mulai tanggal 24 hingga 27 September 2019 di Jakarta. Pameran ini diikuti oleh 44 perajin industri batik kecil dan menengah binaan Yayasan Batik Indonesia. Kegiatan ini akan berlanjut, dengan acara puncak yang digelar di Solo pada 2 Oktober 2019 mendatang. Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih pada pembukaan Pameran Batik dengan tema “Membatik untuk Negeri” di Jakarta, Selasa (24/9) mengatakan, Industri batik merupakan salah satu sektor yang cukup banyak membuka lapangan pekerjaan. Sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini tersebar di 101 sentra di Indonesia, dengan 47 ribu unit usaha dan telah menyerap tenaga kerja hingga 200 ribu orang. Selain itu, industri batik yang merupakan bagian dari industri tesktil dan busana, juga menjadi salah satu sektor andalan dalam implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.
Ia menjelaskan, industri batik mendapat prioritas pengembangan karena sumbangannya yang besar dalam meningkatkan perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar. Industri batik Indonesia mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan produknya telah diminati pasar global.
Kementerian Perindustrian mencatat, nilai ekspor dari industri batik nasional pada semester I tahun 2019, mencapai sekitar 18 juta dolar Amerika. Negara tujuan utama pengapalan produknya, antara lain Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Gati mengatakan, Batik Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif di pasar Internasional.
UNESCO telah mengukuhkan batik Indonesia sebagai Representative List of The Intangible Cultural Heritage of Humanity pada 2 Oktober 2009 lalu. Pengakuan ini menurut Gati membawa konsekuensi kepada pemerintah maupun masyarakat untuk terus menerus melestarikan dan mengembangkan produk batik. Gati menambahkan, pada Mei 2019, terjadi Diplomasi Batik di markas besar PBB, yaitu dipilihnya batik sebagai dress code pada Sidang Dewan Keamanan PBB. Momen tersebut menjadi kebanggaan bagi Indonesia karena sebagian besar anggota yang hadir mengenakan batik dengan beragam corak, warna dan bahan batik asli Indonesia.