Hari ini Kamis 7 Maret, umat Hindu di Indonesia khususnya di Pulau Bali merayakan hari Raya Nyepi sebagai wujud dari perayaan Tahun 1 Saka 1941 yang merujuk pada Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swandala. Kalau melihat sejarah, munculnya perayaan 1 Saka dikarenakan terjadinya peperangan antar suku bangsa di India. Ketika salah satu suku yang mempelopori semangat kedamaian, toleransi dan persaudaraan di tengah kekacauan. Maka Penguasa saat itu, memakai nama suku untuk diabadikan dalam penanggalan wilayahnya dengan maksud adanya kedamaian dan persaudaraan antar suku di wilayahnya. Seperti hal nya Hari Raya Nyepi di Bali, dibutuhkan waktu untuk penyatuan satu saka di hari yang sama.
Menilik dari sejarah dan makna hari Raya Nyepi di Bali memang agak berbeda dengan negara asalnya. Di Pulau Bali dan umat hindu di Indonesia selama hari raya Nyepi tidak melakukan aktivitas selama 24 jam penuh.Mereka melakukan Tapa Amati Geni melarang segala aktifitas penggunaan dan menyalakan api, cahaya atau listrik, Tapa Amati Karya melarang segala aktivitas kerja dan Tapa Amati Lelunganan melarang bepergian ke luar rumah dan segala aktivitas yang bersifat hiburan. Selama masa Hari Kesunyian , Masyarakat Hindu diharapkan melakukan refleksi, perenungan terhadap perilaku yang telah dilakukan. Selain itu diharapkan dari hasil perenungan dan refleksi tersebut dapat tercipta peningkatan kualitas hidup ke depan.
Memang Hari Raya Nyepi, Khususnya untuk Pulau Bali, menjadi daya tarik sendiri bukan sebagai tujuan wisata namun juga menunjukan kebersamaan, keharmonisan dan toleransi antar umat beragama di Indonesia. Di tengah keberagaman suku bangsa dan budaya yang ada, setiap peringatan hari raya keagamaan menjadi titik balik arti dari sebuah toleransi, dan perdamaian di Indonesia. Walau Nyepi sendiri hampir mirip dengan hari Raya Imlek bagi etnis Tionghoa yang merupakan ritual budaya. Namun inti dari Hari raya Nyepi sudah terbalut dengan nilai nilai keagamaan yang kental dalam budaya dan adat Hindu terutama bagi Suku Bali dan sebagian warga Tengger yang merupakan keturunan masyarakat Majapahit yang mengasingkan diri di Pegunungan Tengger Bromo di Jawa Timur.
Di Bali sendiri, menjelang perayaan diselenggarakan pawai dan ritual yang mengiringi puncak acara Nyepi itu sendiri. Acara inilah yang menjadi daya tarik para wisatawan dalam dan luar negeri untuk menyaksikan, melihat dan merasakan ritual yang sudah ratusan tahun melekat di Masyarakat Bali.
Semoga makna Hari raya Nyepi dapat menjadi penyejuk suasan batin bangsa Indonesia untuk lebih maju, damai, dan lebih saling menghormati segala perbedaan melalui toleransi antar anak bangsa di tengah suasana politik yang menghangat tahun ini.
Kashmir kembali membara. Dua negara bertetangga kembali bersengketa. India dan Pakistan, dua negara bertetangga di Asia Selatan itu tidak hanya melempar perang kata-kata, tetapi berkonflik menggunakan senjata. Tercatat sudah tidak sedikit korban meninggal dunia sejak konflik terjadi sejak dua pekan lalu. Sengketa bersenjata dimulai ketika paramiliter India yang berkonvoi di wilayah Kashmir tewas akibat serangan bunuh diri, 14 Februari lalu. 40 orang tewas dalam insiden tersebut.
Perdana Menteri India yang marah tidak hanya mengeluarkan pernyataan akan membalas melainkan mewujudkan kemarahannya dengan membombardir markas kelompok Jaish Mohammad. Kelompok militan Jais Mohammad itu memang telah mengaku bertanggung jawab atas serangan bunuh diri yang menewaskan 40 paramiliter India. Konflik terakhir yang menewaskan puluhan warga itu merupakan rangkaian sengketa India Pakistan yang sudah berlangsung sejak tujuh dekade lalu. Konflik berkempanjangan terus terjadi sebagai akibat kedua negara menguasai sebagian wilayah Kashmir sejak India dan Pakistan Merdeka dari Inggris tahun 1947.
Ketegangan semakin menjadi dengan adanya kelompok milisi yang berada di wilayah Pakistan. Warga yang tinggal di kedua wilayah ada yang sudah mengungsi tetapi tidak sedikit yang tetap tinggal di tengah suasana koflik yang sering diwarnai kerusuhan dan kekerasan. Hingga kini kedua negara belum menemukan titik temu dalam menyelesaikan sengketa perbatasan.
Konflik bersenjata terakhir yang dipicu oleh bom bunuh diri seorang militan menunjukkan bahwa diperlukan pendekatan dialog bagi penyelesaian kemelut terus menerus di Kashmir. Tekanan politik dan ditingkatkannya aksi militer oleh negara kepada pihak yang merasa tertekan menjadi salah satu pemicu munculnya tindakan kekerasan yang dapat terus menyulut eskalasi konflik di perbatasan India Pakistan.
Sejak Indonesia merdeka, baru pada tahun 2016 untuk pertama kalinya dilakukan penyerahan hutan adat kepada masyarakat yang telah mendiami daerahnya secara turun-temurun, khususnya pada masyarakat hukum adat dengan semangat perlindungan dan penjagaan hutan di atas wilayah adat. Demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya saat mewakili Presiden RI Joko Widodo pada acara Riungan Gede Kasepuhan Adat Banten Kidul (SABAKI) ke-11 di Kasepuhan Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Minggu (3/3).
Menurut Menteri Siti Nurbaya Hutan adat merupakan sejarah baru dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Sampai Februari 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan 7 hutan adat. Di antaranya Hutan Adat Kasepuhan Cirompang dan Hutan Adat Kasepuhan Pasireurih di Kabupaten Lebak, provinsi Banten, Hutan Adat Mude Ayek Tebat Benawa di Kota Pagar Alam, di Sumatera Selatan, Hutan Adat Temua dan Hutan Adat Rage di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Hutan Adat Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem, Bali, Hutan Adat Rimbo Tolang dan Rimbo Ubau di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat dan akan diikuti oleh 6 hutan adat lainnya.
Sesuai maklumat yang dihasilkan dari Riuangan lima tahunan SABAKI ke-11 dengan tema Mendorong Pengakuan Wilayah Adat, yaitu mendorong Undang-Undang pengakuan dan perlindungan hukum adat, dan Perda Masyarakat Hukum Adat yang mengatur tentang Desa Adat. Ketua Kasepuhan Adat Banten Kidul (SABAKI) Kanta mengungkapkan, akan mendorong masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mendiri secara ekonomi dan bermartabat dalam budaya.
Dikatakannya, hutan adat bertujuan untuk perlindungan masyarakat hukum adat dan kearifan lokal sehingga hutan adat tidak menghilangkan fungsi sebelumnya seperti fungsi lindung ataupun fungsi konservasi. Selain itu, kekhususan adat adalah kebersamaan (komunal) sehingga hutan adat juga tidak untuk diperjualbelikan dan dipindahtangankan.
Riungan Gede SABAKI ke-11 berlangsung selama 3 hari dari 1 hingga 3 Maret 2019. Acara ini dihadiri sekitar 750 komunitas adat yang tersebar di Kabupaten Bogor dan Sukabumi di Jawa Barat, serta Kabupaten Lebak dan Pandeglang di Banten. Acara ini juga dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudi Antara, Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy, Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi, tokoh masyarakat dan tokoh adat dari Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah bekerja sama dengan lembaga terkait lainnya menyelenggarakan Festival Sarung Indonesia. Acara bertema "Sarung Sebagai Identitas Budaya Pemersatu Bangsa" itu berlangsung di Gelora Bung Karno Jakarta, Minggu (3 Maret).
Ketua Umum Panitia Pelaksana Festival Sarung Indonesia, I Gusti Kompyang Manila, mengatakan, gelaran acara Festival Sarung 2019 merupakan kegiatan yang pertama kali tentang sarung Indonesia. Tujuan festival ini adalah untuk mendukung program pemerintah dalam memajukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia, serta membangkitkan kebanggaan masyarakat terhadap sarung sebagai salah satu identitas budaya.
Festival itu dirangkai dengan berbagai kegiatan, di antaranya pasar rakyat, pameran sarung, fashion show, seminar, dan sarasehan sarung. Yang tak kalah menariknya, di acara itu juga digelar Lomba Foto Sarung Keren di media sosial dengan tema Sarung dan Negeriku. Selain itu, digelar juga jalan sehat sarung di beberapa kota di Indonesia, dan karnaval bersarung serentak di beberapa kota besar, yakni di Jakarta, Surabaya, Kupang, Padang, dan Banjarmasin.
Sementara Direktur Utama Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau Smesco Indonesia, Emilia Suhaimi,berharap, festival mendorong popularitas sarung sebagai gaya hidup milenial. Acara ini juga sekaligus mempromosikan dan melestarikan sarung-sarung yang ada di seluruh Indonesia.
Pada kesempatan itu hadir Presiden RI Joko Widodo didampingi Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Puan Maharani.
Presiden Joko Widodo memakai baju kemeja lengan panjang berwarna putih dan kain sarung berwarna merah dari salah satu daerah di Indonesia.
Sebanyak 70 stand digelar di event itu. 38 stand di antaranya menggelar sarung dan tenun nusantara. 23 stand ditempati Dewan Kerajinan Nasional Daerah provinsi, 3 stand kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perhubungan serta 4 stand sponsorship dari beberapa perusahaan produsen sarung dan asosiasi tranportasi kapal atau INSA.