Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengatakan, selama hampir empat tahun pemerintah fokus untuk membangun infrastruktur sebagai pondasi Indonesia. Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, menyambut Hari Ulang Tahun ke-73 Republik Indonesia di Jakarta, Kamis (16 Agustus) menekankan, pembangunan infrastruktur tersebut tidak hanya meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa. Pembangunan infrastruktur bukan hanya dimaksud untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari Negara-negara lain. Melainkan juga untuk menciptakan pemerataan ekonomi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dan menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru di berbagai lokasi. Pelabuhan, bandara, rel kereta api, jalan, dan jalan tol dibangun terintegrasi dengan sentra-sentra ekonomi baru, sehingga mampu memberi nilai tambah bagi daerah-daerah di seluruh penjuru Indonesia dan juga berdampak pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Itulah sebabnya infrastruktur tidak hanya dibangun di Jawa, tapi juga di Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara sampai tanah Papua.
Presiden Jokowi menambahkan, pembangunan infrastruktur transportasi massal modern di perkotaan, seperti Light Rail Transit -LRT dan Mass Rapid Transit -MRT, akan membangun budaya baru dan peradaban baru. Selain itu, pembangunan infrastruktur bisa mendorong peningkatan konektivitas menjadi lebih maju. Dengan konektivitas, maka daya saing Indonesia juga ikut terdorong. Hasilnya, tidak hanya perekonomian yang makin terintegrasi, tetapi hubungan budaya di Indonesia juga bisa makin erat. Presiden menekankan, pembangunan infrastruktur fisik harus dilihat sebagai cara untuk mempersatukan dan mempercepat konektivitas budaya yang bisa mempertemukan berbagai budaya di seluruh Nusantara. Presiden Jokowi juga berjanji akan terus mempersiapkan sumber daya manusia untuk memajukan Indonesia, dan tidak hanya terfokus pada sumber daya alam.
Sementara itu Pengamat politik dari Indonesia Watch Democracy, Abi Rekso, menilai pidato Presiden soal pembangunan infrastruktur sebagai pembangunan peradaban adalah sebuah fakta. Jangan dipahami sebagai bangunan benda mati. Tapi itu adalah fasilitas untuk menghidupi peradaban. Ia menambahkan, afirmasi kesejahteraan didorong dari dua hal, yaitu reforma agraria dan subsidi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Hal tersebut adalah tahap mendorong rakyat untuk dapat menciptakan nilai lebih dari komoditas yang diciptakan. Pemerintah hadir bukan hanya memastikan kebutuhan primer rakyat dipenuhi. Tapi juga dalam kerangka pembobotan ekonomi rakyat. Rakyat harus menikmati pertambahan nilai lebih dari sebuah komoditas.
Persoalan pencemaran pesisir dan laut telah menimbulkan berbagai persoalan yang kompleks dan mengancam keanekaragaman kehidupan laut dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dalam upaya mengatasi persoalan tersebut, sejak tahun 2015 KLHK secara rutin melaksanakan kegiatan bersih pantai (Coastal Clean Up/CCU) di beberapa lokasi di Indonesia.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Karliansyah, Senin (13/08/2018) memimpin kegiatan CCU di Pantai Tanjung Kelayang, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepualauan Bangka Belitung, yang juga diselenggarakan serentak di 3 (tiga) lokasi wisata di Pulau Belitung, yaitu Pantai Tanjung Kelayang, Pantai Tanjung Tinggi dan Pantai Nyiur Melambai.
Karliansyah menyatakan pengendalian pencemaran dan kerusakan pesisir dan laut dari sampah laut di Pulau Belitung menjadi sangat penting, mengingat Belitung telah menjadi daya tarik tujuan wisata yang bertopang pada keindahan pantainya. Selain itu, sektor pariwisata telah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk petumbuhan ekonomi di Pulau Belitung.
Untuk itu, Karliansyah menghimbau agar semua pihak, seperti unsur pemerintah, masyarakat dan dunia usaha harus terlibat secara bersama-sama menjaga Pulau Belitung dari dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan, terutama dari sampah laut.
Kegiatan bersih pantai (Coastal Clean Up/CCU) merupakan gerakan aksi bersih-bersih pantai dan laut yang melibatkan masyarakat dan dunia usaha yang peduli terhadap kelestarian pesisir dan laut, serta memberikan kesempatan bagi masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan untuk dapat berpartisipasi dalam kampanye pengendalian pencemaran pesisir dan laut.
Sumber pencemaran pesisir dan laut tidak saja bersumber dari daratan, namun juga bersumber dari lautan. Sampah plastik di lautan misalnya sekitar 20% berasal dari sektor pelayaran dan perikanan. Namun, 80% berasal dari daratan. Sampah plastik di lautan yang berasal dari darat bersumber dari aliran sungai yang bermuara di laut dan kawasan pesisir, di mana wilayah pesisir Indonesia mencakup 50% areal daratan dengan tingkat populasi 70% tinggal di wilayah ini.
Berkaitan dengan pengendalian pencemaran dan kerusakan pesisir dan laut, Pemerintah Indonesia dalam berbagai forum internasional telah menyatakan komitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut sampai dengan 70% pada 2025. Aksi untuk mencapai komitmen tersebut akan dilakukan melalui 4 (empat) strategi yaitu: (1) peningkatan kesadaran para pemangku kepentingan; (2) pengelolaan sampah plastik teresterial; (3) pengelolaan sampah plastik di pesisir dan laut; serta (4) mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, penegakan hukum, dan penelitian dan pengembangan.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit hingga 2,03 miliar dolar AS, defisit terbesar dalam lima tahun terakhir. Angka tersebut merupakan selisih nilai impor 18,27 miliar dolar AS dengan nilai ekspor 16,24 miliar dolar AS. Total defisit neraca perdagangan bulan Januari hingga Juli 2018 tercatat 3,09 miliar dolar AS.
Dalam konferensi pers bersama Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, dan Gubernur BI, Perry Warjiyo, usai rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (14/8), Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan, pemerintah akan mengambil langkah drastis dan tegas dalam pengendalian impor terkait kondisi neraca pembayaran yang makin tidak menggembirakan.
Menteri Sri Mulyani menyebutkan defisit transaksi berjalan Indonesia pada kuartal I 2018 hanya sekitar 2%. Namun pada kuartal II 2018 mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB). Impor barang konsumsi, bahan baku dan barang modal meningkat luar biasa tinggi pada kuartal II 2018.
Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik, menyatakan Rabu (15/8) di Jakarta, salah satu upaya pemerintah menekan nilai defisit neraca perdagangan adalah dengan mengurangi impor komoditas yang bisa diproduksi di dalam negeri. Akan ada 500 komoditas yang akan dievaluasi ulang, terutama komoditas yang kandungan lokalnya tinggi dibandingkan kandungan impor. Contohnya, industri kelapa sawit, kertas, karet, dan plastik.
Sementara itu, Bhima Yudhistira, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan, defisit neraca perdagangan Indonesia bisa menipis di akhir 2018 jika pemerintah serius mengerem impor bahan baku untuk proyek-proyek infrastruktur, seperti baja besi dan turbin pembangkit listrik. Pemerintah juga perlu mempercepat pelaksanaan pemanfaatan biodiesel 20% (B20) dalam kandungan bahan bakar minyak, sehingga impor minyak dan gas dapat ditekan.
Senada dengan itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, dalam acara Business Lunch dengan tema ‘Waspada Ekonomi Indonesia di Tahun Politik’ Kamis (2/8) di Jakarta mengatakan, perluasan penggunaan Biodiesel 20% (B20) bisa menekan defisit neraca perdagangan, karena dengan kebijakan tersebut impor minyak akan dikurangi. Saat ini, defisit migas selama Semester I 2018 mencapai 5,4 miliar dolar AS.
Situasi ini memang belum dapat segera turun karena Pemerintah masih membangun beberapa proyek infrastruktur besar. Selain itu trend peningkatan harga BBM menambah berat defisit Indonesia. Tetapi bukan berarti tidak ada peluang karena Indonesia memiliki komoditas yang harus didorong peningkatannya di pasar ekspor.
Kita harus optimis dengan mendiversifikasi lebih banyak produk lokal berkualitas yang dapat diekspor ke luar negeri, dan pengurangan kegiatan impor Indonesia, sehingga nilai ekspor akan jauh lebih tinggi dari nilai impor, dan defisit neraca perdagangan dapat segera tertanggulangi.
Akankah Gencatan Senjata di jalur Gaza benar benar akan terwujud ? Pertanyaan ini sungguh relevan, terkait dengan isu gencatan senjata yang kini menjadi bahasan di kalangan pemerintahan Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, hari Minggu ( 12 Agustus 2018 ), telah menyatakan keinginan gencatan senjata dengan pihak Palestina di Jalur Gaza. Keinginan itu terungkap dari laporan surat kabar The Jerusalem Post, 13 Agustus. Diberitakan bahwa pernyataan Netanyahu itu diungkapkan sebelum Perdana Menteri Israel memimpin sidang kabinetnya.
Keinginan Netanyahu itu dikemukakan, tidak lama setelah tentara Israel membombardir kawasan Gaza. Tercatat tidak kurang dari 168 warga Palestina meninggal dunia akibat konflik yang semakin meruncing di jalur Gaza yang disulut oleh pemindahan Ibukota Israel ke Yerusalem. Israel semakin meningkatkan serangannya dengan mengerahkan pasukan udaranya untuk menyerang kawasan Palestina di Jalur Gaza Rabu hingga Kamis, 8-9 Agustus 2018. Dalam konflik bersenjata itu ada warga Palestina meninggal dunia termasuk seorang anak dan ibu hamil. Setidaknya 170 titik telah menjadi serangan udara Israel pada serangan senjata 8 Agustus lalu.
Pihak Palestina, yaitu Hamas yang menempati jalur Gaza, memberikan tanggapan bahwa sesungguhnya gencatan senjata sudah dilakukan. Pejuang Hamas menyatakan bahwa kedua belah pihak sesungguhnya sudah dilaksanakan sejak pekan lalu. Hamas menyatakan bahwa gencatan senjata itu terlaksana berkat peran serta Mesir. Fakta di lapangan memang menunjukkan bahwa pada akhir pekan lalu, tidak terjadi lagi serangan oleh angkatan udara Israel. Mengenai peran serta Mesir sebagaimana dinyatakan Hamas, dibenarkan dengan adanya berita bahwa sesungguhnya Perdana Menteri Netanyahu secara diam diam telah berkunjung ke Mesir. Sebuah stasiun televisi Israel melaporkan bahwa Netanyahu bulan Mei lalu telah bertemu dengan Presiden Abdel Fattah al-Sisi terkait gencatan senjata di Jalur Gaza.
Menjadi pertanyaan apakah benar bahwa gencatan senjata akan terjadi antara militer Israel dan Hamas Palestina dan tidak lagi ada masayarakat sipil yang menjadi korban. Pernyataan Perdana Menteri Israel sebelum sidang kabinet pada awal pekan ini, boleh jadi telah menjadi isyarat bahwa untuk pertama kalinya gencatan senjata dibahas dengan serius dalam sidang kabinet. Jika komitmen ini mewujud maka kekhawatiran akan terjadinya kembali perang terbuka antara Israel dengan Hamas Palestina, sebagaimana terjadi pada tahun 2008, dapat dihindarkan.