Setelah lama bertikai dan selalu menolak dipertemukan langsung dengan pemerintah Afghanistan, akhirnya dengan inisiatif Rusia, pihak Taliban mau berunding. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, menyatakan mengundang Taliban untuk hadir di Moskow. Rusia mengkonfirmasi bahwa Taliban mau bertemu dengan pihak pemerintah Kabul di Moskow, tanggal 4 September mendatang. Inisiatif Rusia ini tidak semata-mata untuk menyelesaikan masalah di Afghanistan, tetapi lebih kepada upaya Moskow melindungi kepentingan warganya di Afghanistan.
Namun kehadiran Taliban bukan tanpa syarat. Tetap saja Taliban ingin pihak Amerika Serikat ikut hadir dalam pertemuan itu. Rusia menyampaikan bahwa selain dua pihak yang bertikai, juga akan mengundang China, Pakistan, India, Iran dan tentu saja Amerika Serikat.
Krisis di Afghanistan seharusnya sudah lama bisa diselesaikan jika saja pihak Taliban tidak ngotot hanya mau berunding dengan Amerika Serikat. Taliban sampai sekarangpun sebenarnya kurang berkenan berunding dengan pihak pemerintah Kabul. Ada perubahan sikap dari Taliban, karena mau mematuhi gencatan senjata yang diajukan Kabul pada waktu Idul Fitri lalu. Pemerintah Afghanistan hari minggu lalu (19 Agustus 2018) pun, kembali menawarkan gencatan senjata dengan Taliban sampai perayaan Maulid Nabi mendatang.
Kini harapan mulai timbul dengan kesediaan Taliban untuk berunding dengan Pemerintah Afghanistan. Taliban saat ini sebenarnya sudah mulai membuka diri terhadap pihak luar melalui kantor politiknya di Qatar. Perwakilan Taliban juga bahkan dikabarkan sudah bertemu dengan seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Alice Wells. Walaupun pertemuan itu tidak secara terbuka diakui AS. Pihak Amerika Serikat berpendapat bahwa tidak ada penyelesaian masalah Afghanistan tanpa melibatkan pemerintah Kabul.
Meskipun masih akan berlangsung beberapa waktu mendatang, rencana pertemuan ini merupakan secercah harapan akan terwujudnya perdamaian di Afghanistan. Indonesia juga telah berupaya mempertemukan para pihak yang bertikai beberapa waktu lalu di Indonesia. Mungkinkah dengan pertemuan di Indonesia dan dilanjutkan di Moskow, akhirnya didapatkan kesepakatan para pihak? Bersediakah mereka menghentikan pertikaian yang sudah berlangsung 17 tahun dan memulai langkah rekonsiliasi? Jawabannya masih menanti hasil pertemuan awal September mendatang.
Di tengah cuaca hangat dan lembab, Sedikitnya 500 warga Indonesia dan sejumlah ekspatriat WNA yang tinggal di Uni Emirat Arab (UEA), khususnya Emirat Abu Dhabi, berbondong-bondong mendatangi kantor KBRI Abu Dhabi untuk bersama-sama menunaikan salat ied berjamaah Selasa (21/8). Mereka datang tidak hanya dari Abu Dhabi, namun juga dari beberapa kota lain, seperti Ruwais, Al Ain, dan Madinah Zayed. Kedatangan masyarakat Indonesia bersama keluarga masing-masing untuk salat bersama di halaman kantor KBRI menciptakan suasana perayaan Idul Adha yang khas Indonesia, seperti halnya di tanah air. Dalam sambutannya sebelum pelaksanaan salat, Duta Besar RI untuk UEA, Husin Bagis, meminta kepada masyarakat Indonesia di UEA untuk turut membantu dan mendoakan korban bencana gempa di Lombok, NTB. Usai salat, acara berlanjut dengan ramah tamah dan makan bersama. Lontong sayur, tongseng, dan empal daging, yang merupakan sajian khas pada hari raya, langsung diserbu jamaah yang hadir. Kegiatan salat juga diwarnai aksi penggalangan dana jamaah yang akan disumbangkan kepada korban bencana alam di Lombok, NTB.
Doa Dari Kamboja Untuk Lombok Saat Resepsi Diplomatik HUT ke-73 RI
Kedutaan Besar Republik Indonesia KBRI Kamboja menyelenggarakan resepsi dalam rangka memperingati HUT ke-73 Kemerdekaan RI pada Senin (20/8) di sebuah hotel di Phnom Penh. Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja, Sudirman Haseng dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah dan Rakyat Kerajaan Kamboja yang telah menyampaikan pesan belasungkawa dan simpati kepada korban gempa bumi baru-baru ini di Lombok . Resepsi ini dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup Kamboja, Say Samal mewakili pemerintah Kamboja serta sekitar 340 tamu undangan. Tamu undangan terdiri dari Gubernur Phnom Penh City, Gubernur Kampong Thom, para pejabat dari kementerian/ lembaga Kamboja, Duta Besar/Kepala Perwakilan dan para diplomat Perwakilan asing di Kamboja, pejabat tinggi militer Kamboja, pengusaha dan unsur masyarakat Indonesia di Kamboja. Dubes Sudirman mengatakan, hubungan bilateral kedua negara semakin menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dengan terus meningkatnya nilai volume perdagangan kedua negara, hubungan G to G, B to B dan people to people'. Sementara itu Menteri Say Samal mengapresiasi berbagai bentuk kerja sama dan dukungan yang diberikan Indonesia ke Kamboja, terutama di bidang perdagangan dan pariwisata. Ia mengharapkan investasi indonesia ke kamboja dan segera merealisasikan berbagai bentuk komitmen dan kerja sama yang telah disepakati pada pertemuan kedua Menlu Februari 2018 lalu.
KJRI Davao Targetkan Beri 1.000 Paspor ke Warga Keturunan RI
Sebagai upaya perlindungan WNI, Konsulat Jendral RI-KJRI Davao City kembali menerbitkan 590 buah Paspor RI secara gratis untuk masyarakat keturunan Indonesia di Mindanao, Filipina Selatan, yang telah ditetapkan sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) melalui Surat Penegasan Kewarganegaran RI (SKPRI). Pemberian Paspor secara simbolis kepada 16 orang wakil WNI dari 16 wilayah di Mindanao Selatan dilakukan pada saat perayaan HUT ke-73 Kemerdekaan RI (17/8) di KJRI Davao City. Konsul Jenderal Davao City Berlian Napitupulu menyampaikan bahwa pemberian paspor gratis ini merupakan kelanjutan dari pemberian 300 buah paspor yang diberikan Menlu RI Retno Marsudi kepada WNI keturunan di Mindanao pada 3 Januari 2018 di House of Indonesia, Davao City. Ini merupakan bagian dari kebijakan Pemerintah RI untuk memberikan perlindungan maksimal kepada masyarakat keturunan Indonesia di Mindanao, yang tinggal berpuluh tahun di Mindanao tanpa dokumen dengan sebutan undocumented Person of Indonesia Descents (PIDs).
Gempa di pulau Lombok dan sekitarnya sejak gempa pertama 6,4 pada Skala Richter (SR) hungga 6,9 SR pada 19 Agustus telah menyebabkan lebih dari 500 orang meninggal dunia, lebih dari 400 ribu orang mengungsi, dan lebih dari 74 ribu unit rumah rusak dan kerusakan lainnya. Diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp 7,7 trilyun.
Melihat dampak gempa Lombok tersebut lantas banyak pihak mengusulkan agar dinyatakan sebagai bencana nasional. Namun pemerintah menganggap tidak perlu menetapkan bencana Lombok sebagai bencana Nasional. Banyak pihak kemudian mempertanyakan kebijakan pemerintah tersebut. Tidak sedikit yang mengritiknya.
Terkait polemik tersebut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho ikut menjelaskan soal penetapan bencana nasional. Penetapannya didasarkan pada lima variabel utama yakni, jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Namun menurut Sutopo indikator itu saja tidak cukup. Ada indikator mendasar yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian Pemerintah Daerah apakah collaps atau tidak. Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional pada saat itu karena pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/ kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda collaps atau tak berdaya. Pemerintah kemudian menyatakan sebagai bencana nasional. Risikonya, semua tugas Pemerintah Daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja.
Dengan adanya status bencana nasional maka terbuka pula pintu seluas-luasnya untuk bantuan kemanusiaan internasional oleh negara-negara lain dan masyarakat internasional. Ini adalah konsekuensi Konvensi Geneva. Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Jadi ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional. Oleh sebab itu sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional. Sebab bangsa Indonesia banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004. Demikian dijelaskan Sutopo.
Memang, ada kecenderungan pada setiap terjadi bencana dengan korban cukup banyak selalu ada wacana agar pemerintah pusat menetapkan sebagai bencana nasional. Banyak pihak mungkin belum paham mengenai manajemen bencana secara utuh, termasuk penetapan status dan tingkatan bencana. Mereka beranggapan dengan status bencana nasional akan ada kemudahan akses terhadap sumber daya nasional. Namun faktanya, tanpa status Bencana Nasional pun pemerintah sudah mengerahkan seluruh sumber daya nasional. Personil dari unsur pusat seperti TNI, Polri, Basarnas, kementerian lembaga terkait dan lainnya telah dikerahkan. Bantuan logistik dari BNPB, TNI, Polri dan masyarakat juga telah mengalir.
Bangsa Indonesia harus bersatu. Bencana adalah urusan kemanusiaan. Singkirkan perbedaan ideologi, politik, agama, dan lainnya untuk membantu korban bencana. Masyarakat Lombok memerlukan bantuan semua pihak. Energi bangsa harus disatukan untuk membantu masyarakat Lombok. Tanpa status Bencana Nasional, bencana Lombok adalah bencana bangsa Indonesia juga.
Asian Games 2018 telah berhasil mempertemukan dua Korea, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Pertemuan itu terjadi dalam spirit sportivitas Asian Games. Bangsa Indonesia tentu patut berbahagia dengan kenyataan ini. Kedua kontingen Korea, berjalan beriringan saat defile kontingen. Dari wajah para atlet yang menjadi kontingen, yang terlihat adalah cerminan kebahagiaan.Presiden Joko Widodo bahkan bertemu dengan Perdana Menteri Korea Selatan dan Deputi Perdana Menteri Korea Utara di hari pembukaan Asian Games 2018. Asian Games 2018 yang berlangsung di Indonesia, terjadi seiring dengan terjadinya serangkaian upaya diplomatik, antara lain yang dilakukan Amerika Serikat dan Korea Utara.
Bermula dari Konferensi Tingkat Tinggi di Singapura, Korea Utara dan Amerika Serikat melanjutkan upaya diplomatik. Pertemuan lanjutan telah dilakukan tidak hanya dalam rangka denuklirisasi Korea Utara melainkan menuju rekonsiliasi kedua Korea. Dalam pekan ini juga terjadi peristiwa yang mengetuk hati. Terjadi kunjungan rakyat Korea Selatan ke Korea Utara untuk menemui saudara mereka di Korea Utara. Warga negara senior kedua Korea itu terpisah dan tinggal di negara berbeda akibat perang saudara yang terjadi di penghujung perang dunia kedua.
Indonesia telah mencatatkan diri dalam sejarah terkait dengan penyatuan dan rekonsiliasi bangsa bangsa yang sempat bercerai berai bahkan berperang saudara. Pada era 80an, Indonesia telah menjadi pemrakarsa penyatuan Kamboja. Jakarta Informal Meeting pada era Suharto yang dimulai dengan bertemunya faksi faksi yang bertikai di Bogor, terus belanjut dengan pertemuan lanjutan dan berakhir sangat baik dengan penyatuan Kamboja.
Berkaca dengan pengalaman sejarah, momentum Asian Games 2018 yang diselenggarakan di Jakarta, merupakan saat baik untuk berkontribusi bagi rekonsiliasi kedua Korea. Sebagai tuan rumah yang baik, Indonesia dapat menjadikan momen Asian Games sebagai awal bagi peran serta mewujudkan perdamaian abadi di semenjanjung Korea.