Delapan tahun sudah pecahnya konflik dalam negeri Suriah menentang Presiden Bashar al-Assad. Presiden Suriah yang menanggapi protes dalam negerinya dengan sangat keras menangani para demonstran. Pada Juli 2011, pembelot dari militer mengumumkan pembentukan Tentara Pembebasan Suriah, sebuah kelompok pemberontak yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintah Bashar, dan Suriah mulai meluncur ke dalam perang saudara hingga hari ini yang kemudian lebih jauh melibatkan negara dengan kekuatan besar Amerika Aerikat dan Rusia. Menurut PBB, lebih dari 1.000 warga sipil tewas. Sementara, ratusan ribu lainnya telah mengungsi sejak konflik terjadi. Hingga hari ini, Turki telah menampung lebih dari 3,6 juta warga Suriah yang merupakan populasi pengungsi terbesar di dunia. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada hari Minggu (22/12) bahwa Turki tidak dapat menangani gelombang pengungsi baru dan mendesak Rusia untuk menghentikan serangan di Idlib. Sejak Kamis kemarin, delegasi Turki telah melakukan pertemuan dengan diplomat Rusia untuk menemukan kompromi atas penanganan masalah Suriah. Menurut Turki, khususnya masalah pengungsian Suriah tidak bisa dibiarkan menjadi masalah yang harus ditangani oleh pihak Turki sendirian. Kalau tidak dikendalikan secara bersama, maka akan menjadi persoalan negara-negara Eropa.
Bicara soal pengungsi Suriah sesungguhnya tidak sesederhana menangani perpindahan penduduk yang sedang mencari tempat aman. Walaupun yang tengah dibicarakan oleh Rusia dan Turki dalam beberapa hari terakhir adalah bagaimana memberi zona aman bagi pengungsi Suriah yang terus bertambah di perbatasan Turki. Tetapi pada kenyataannya, dan tentu perlu ditegaskan oleh masyarakat Internasional bahwa sikap Turki dan Rusia terhadap Suriah akan mempengaruhi jumlah pengungsi yang ada. Sikap Rusia dan Iran yang telah mendukung pasukan Assad selama konflik Suriah, sementara Turki mendukung pemberontak Suriah memerangi Assad akan dengan sangat jelas menimbulkan jumlah pengungsian yang lebih besar lagi di masa mendatang.
Jika serius mengambil langkah tegas untuk mengatasi masalah pengungsian ini, selayaknya langkah pertama harus diambil adalah bagaimana Rusia dan Turki menahan diri untuk tidak terlibat dalam konflik dalam negeri Suriah.
Saudara, bulan Desember merupakan bulan akhir dipenghujung tahun 2019, dan bulan akhir ini biasanya mengalami musim penghujan. Untuk 2019, musim penghujan di Indonesia agak lambat, karena seharusnya dimulai pada September dan puncaknya pada bulan Januari-Februari, Namun karena iklim dunia saat ini berubah, musim penghujan pun mengalami pergesaran. Salju abadi yang meleleh di Kutub Selatan dan Utara menunjukan perubahan suhu dunia dan akan memberikan dampak pada iklim dunia. Di Indonesia pada bulan November-Desember, hujan mulai turun dan di beberapa tempat curah hujan yang disertai angin kencang telah menjadi potensi ancaman bencana alam. Pergeseran awal musim dan perubahan cuaca telah membawa efek yang harus kita pahami dan waspadai sebaik mungkin. Informasi dari pihak pihak terkait sedapat mungkin diperhatikan agar kita dapat cepat sigap dengan cermat menghadapi perubahan iklim yang terjadi.
Dalam sebuah seminar di pertengahan Desember, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB), Agus Wibowo meminta kepada seluruh kepala daerah untuk mengantisipasi tiga risiko bencana memasuki musim penghujan ini. Ketiga risiko bencana tersebut adalah angin puting beliung, banjir dan tanah longsor. Pihak BNPB telah mengeluarkan surat edaran pada akhir Oktober lalu terkait hal tersebut. Selain itu, pemerintah daerah juga diminta memantau seluruh informasi yang dikabarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi,bdan Geofisika (BMKG).
Sementara itu, Kepala Biro Humas BMKG, Akhmad Taufan Maulana menjelaskan, puncak musim hujan diprediksi terjadi pada Januari-Februari 2020. Sementara, awal musim kemarau diprakirakan sekitar April - Mei 2020, dan berlangsung hingga Oktober 2020. Taufan menambahkan bahwa berdasarkan pemutakhiran prediksi BMKG, peluang terjadinya bencana hidrometeorologis (siklon tropis, hujan ekstrem, puting beliung, angin kencang, gelombang ekstrem, dan kekeringan iklim) tetap perlu diwaspadai.
Terlepas dari pemutakhiran data dan prediksi para ahli terhadap iklim saat ini, kita harus sigap mengantisipasi cuaca saat ini. Terutama tanah longsor dan banjir, beberapa lokasi sudah mengalami banjir dan longsor. Apalagi saat ini memasuki masa liburan, antisipasi di daerah-daerah wisata dan jalan menuju wilayah wisata harus diperhatikan. Pemangku kepentingan terkait harus siap mengantisipasi keadaan ini dan warga di masing-masing lokasi harus menyadari pentingnya menjaga lingkungan agar program-program yang telah direncanakan pemerintah dapat berjalan dengan lancar.
Menjelang pergantian tahun, India dilanda kericuhan. Pemicunya adalah diundangkannya Citizenship Act atau Undang Undang Kewarganegaraan India 2019. Undang undang yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri Narendra Modi ini, sesungguhnya merupakan perubahan atau amandemen dari Undang undang tahun 1955. Ketika pertama kali disahkan hingga akhirnya diamandemen, Undang Undang Undang Kewarganageraan India menyediakan jalan untuk menjadi warga negara India bagi imigran penganut enam agama minoritas dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan. Agama minoritas di negara negara dimaksud adalah Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsi dan Kristen. Penganut agama agama tersebut disebut oleh pemerintah India telah mendapatkan persekusi di ketiga negara yaitu Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan. Partai Bharata Janata yang kini memerintah India pada kampanyenya berjanji untuk menyediakan rumah alami bagi para pengungsi Hindu yang dipersekusi di negara negara itu. Amandemen Undang Undang Kewarganegaraan ini akan memberikan keuntungan bagi setidaknya 30 ribu migran yang hampir semuanya beragama Hindu dan Sikh. Dalam dokumen yang ada mereka dinyatakan pernah dipersekusi atau mengaku pernah dipersekusi. Undang undang ini telah mendapat kecaman dari Komisi Amerika Serikat untuk kebebasan beragama serta Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk hak asasi manusia.
Walhasil amandemen Undang Undang Kewarganegaraan itu telah memicu demonstrasi dan kerusuhan sosial. Hingga akhir pekan lalu 20 orang tewas dalam kerusuhan. Kelompok Muslim maupun kelompok sekuler memrotes amandemen undang undang itu dan menuduhnya sebagai dasar untuk diskriminasi agama. Warga Muslim dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan tidak mendapat tempat dalam undang undang kewarganegaraan yang baru. Dalam hal ini pemerintah dan parlemen pendukung amandemen menyatakan bahwa Islam telah diakui sebagai agama negara di Pakistan, Afghanistan dan Bangladesh, sehingga Muslim tidak mungkin dipersekusi di negara negara itu. Akibatnya mereka tidak termasuk dalam undang undang kewarganegaraan India.
Tidak hanya bermasalah dengan pengungsi Muslim, amandemen undang undang juga memunculkan kekhawatiran akibat kurang diakomodasikannya beberapa negara non Muslim yang merupakan tetangga India. Seperti Sri Langka dan juga Tiongkok yang merupakan asal dari pengungsi Tibet.
Untuk meredam kerusuhan yang telah menelan sejumlah korban, Perdana Menteri Narendra Modi berusaha meyakinkan warga Muslim India asli untuk tidak risau. Modi juga mengungkap adanya kabar bohong (hoax) yang beredar melalui media sosial bahwa Undang Undang baru itu anti Muslim. Modi meyakinkan bahwa Muslim India dan leluhurnya adalah warga asli India. Karena itu mereka tidak perlu khawatir. Di depan para pendukungnya, Narendra Modi menuduh partai opisisi di Kongres mendukung kekerasan yang terjadi. Modi juga menepis hoaks bahwa semua Muslim akan dikirim ke kamp penahanan. Modi meyakinkan bahwa tidak ada kamp penahanan untuk Muslim India.
India memang rentan dilanda krisis sosial. Karena itu Pemerintah Narendra Modi perlu segera mengambil langkah strategis guna meredam krisis akibat amandemen undang undang kewarganegaraan. Kekisruhan dan kekerasan yang muncul tentu akan menjadi masalah bagi negara yang merupakan salah satu yang berpenduduk terbanyak di dunia.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) mendorong ekosistem dan industri rintisan sekaligus menciptakan iklim persaingan yang kondusif, baik bagi startup asing ataupun startup lokal.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio saat acara Indonesia Innovation Forum di Jakarta, Rabu, 11 Desember lalu, menjelaskan saat ini untuk mendirikan perusahaan startup menjadi hal yang luar biasa dan menjadi pilihan karier terfavorit di kalangan anak muda. Untuk itu kemajuan teknologi ini harus dimanfaatkan bersama.
Wishnutama mengumumkan, Kemenparekraf/Baparekraf meluncurkan kendaraan bersama untuk mewujudkan ekosistem yang kondusif bagi startup digital Indonesia yaitu Go Startup Indonesia.
Wishnutama menjelaskan, pembangunan ekosistem digital harus bermuara kepada kepentingan bangsa, kepentingan nasional, kepentingan Indonesia yang pada akhirnya diupayakan untuk meningkatkan daya saing masyarakat. Ia mengajak semua pihak untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang produktif melalui ekonomi kreatif. Ia mengingatkan, bangsa Indonesia jangan hanya menjadi target pasar. Jangan sampai produk dan merek-merek asing yang nantinya akan menerima manfaat dibandingkan dengan bangsa Indonesia sendiri. Pembangunan ekonomi digital atau startup ini harus memperhatikan keseimbangan produk digital dan juga produk barang, jasa, dan konten.
Aplikasi asing dengan jumlah pengguna atau pendapatan tertentu di Indonesia diharapkan nantinya memiliki badan hukum dan melakukan investasi langsung di Indonesia. Sehingga ke depan bisa diciptakan kompetisi yang adil. Bukan hanya antara aplikasi asing dan lokal tapi juga subsektor ekonomi kreatif lainnya.
Menurut Wishnutama, untuk mewujudkan hal tersebut butuh sinergi, kerja sama, dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan baik pemerintah atau nonpemerintah sebagai upaya membangun ekosistem startup yang kondusif di Indonesia.
Oleh sebab itu Wishnutama menyatakan akan bekerja sama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk membuat kesetaraan dalam hal lapangan persaingan bagi aplikasi asing dan aplikasi lokal.
Melalui platform Go Startup Indonesia diharapkan bisa memancing ketertarikan investor untuk berinvestasi kepada startup tersebut. Dan menjadi ajang untuk mempromosikan serta mengukur kemampuan dari startup. Sekaligus menjadi ajang untuk mencari pasar yang teruji bagi startup.