Generasi milenial nampakanya kurang berminat dalam pertanian. Hal ini merupakan salah satu tantangan terbesar pembangunan pertanian di Indonesia sebagai negara agraris. Jika ini terus berlanjut, maka di masa mendatang Indonesia akan kekurangan petani. Kurangnya minat generasi milenial untuk bertani secara jangka panjang akan menyulitkan sektor pertanian dalam negeri untuk berkembang, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Untuk mengantisipasi masalah kurangnya petani di masa depan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian meluncurkan “Gerakan Petani Milenial” yang telah dilakukan awal tahun 2019 dan sudah digalakan di berbagai daerah di Indonesia.
Definisi petani milenial menurut Kementerian Pertanian adalah pemuda petani berusia antara 19 dan 39 tahun atau petani yang tidak berada dalam rentang umur itu tetapi berjiwa milenial, tanggap teknologi digital, dan tanggap alat dan mesin pertanian.
Melalui Gerakan Petani Milenial, petani milenial dianggap mampu meningkatkan perekonomian bangsa. Mereka dianggap memiliki semangat adaptif dalam pemahaman teknologi digital, sehingga mudah dalam melakukan identifikasi dan verifikasi teknologi.
Untuk merealisasikan Gerakan Petani Milenial ini, pemerintah merekrut pemuda milenial untuk diberi pelatihan atau bimbingan teknis, khususnya dalam penerapan Pertanian Modern (Modern Farming), sehingga lebih maju, kreatif dan inovatif.
Gerakan mencetak para petani milenial yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian ini sangat relevan untuk diterapkan karena mereka sangat adaptif dalam pemahaman teknologi digital, mendukung transformasi pertanian dari pola tradisional ke pertanian modern yang sedang digalakkan di Indonesia. Pola pertanian modern yang dipraktekan petani milenial mampu meningkatkan produksi dan nilai tambah. Sebagai contoh, produksi padi di Jawa Tengah. Produksi padi di Jawa tengah sebelum menerapkan pola pertanian modern sebesar 5,4 ton gabah kering giling per hektare. Setelah menerapkan pola pertanian modern menghasilkan 5,8 ton gabah per hektare. Ada peningkatan 0,4 ton gabah.
Selain peningkatan produksi, pola pertanian modern yang dipraktekan oleh petani milenial berkontribusi dalam meningkatkan nilai ekspor berbagai komoditas pertanian Jawa Tengah ke sejumlah negara tujuan.
Hasil Gerakan Petani Milenial ini merupakan bukti nyata bahwa hanya dengan menerapkan pola pertanian modern, pentani Indonesia mampu mewujudkan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia 2045, dan tantangan Revolusi Industri 4.0 di segala bidang.
Gerakan Petani Milenial ini perlu dukungan dari pusat ke daerah, khususnya desa-desa. Dukungan dari desa dapat diberikan dengan memperluas akses terhadap lahan, yang merupakan salah satu masalah terbesar pertanian. Badan Usaha Milik Desa harus dapat menjadi jembatan untuk menarik minat anak muda, dengan membuka akses permodalan dan pasar.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menegaskan komitmen Indonesia dalam menangani limbah padat di laut hingga 70 persen pada 2025.
Komitmen tersebut disampaikan Siti Nurbaya di hadapan 26 duta besar, meliputi 10 duta besar negara anggota ASEAN dan 16 duta besar negara Mitra ASEAN, yang mengikuti kegiatan "ASEAN Coastal Clean Up 2019" di Taman Wisata Alam Mangrove, Angke Kapuk, Jakarta, Sabtu.
Siti Nurbaya mengatakan Indonesia menyadari tantangan ke depan akan lebih besar. Hanya melalui kerja sama atau kolaborasi, masalah-masalah penting ini dapat diatasi. Siti Nurbaya menegaskan, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah strategis dalam penanganan sampah padat di laut, terutama plastik dan telah mengimplementasikan Agenda PBB tahun 2030 untuk pembangunan berkelanjutan.
Menurut dia, komitmen tersebut antara lain mengurangi limbah padat di laut hingga 70 persen pada tahun 2025. Dikatakannya, langkah awal dari komitmen ini, Presiden Joko Widodo, pada 2017, telah menerbitkan Keputusan Presiden tentang Kebijakan Nasional dan Strategi Pengelolaan Sampah. Presiden Joko Widodo juga telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 83 tahun 2018 yang isinya membahas rencana aksi strategis menangani sampah laut dari tahun 2018 hingga 2025.
Siti Nurbaya juga mengatakan, Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional untuk mengurangi limbah plastik melalui berbagai kegiatan dengan kolaborasi oleh semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, bisnis, masyarakat, telah mengambil inisiatif dan inovasi dalam memerangi masalah ini.
Menteri Siti Nurbaya menjelaskan, selain penguatan di dalam negeri melalui kolaborasi semua pihak, Pemerintah Indonesia juga terlibat aktif mengatasi pencemaran laut dalam kerangka kerja sama internasional.
Untuk memastikan semua komitmen ini, Indonesia telah mendirikan Pusat Kapasitas Regional untuk Laut Bersih (RC3S) di Bali. Pusat ini akan memperkuat pembangunan kapasitas di bidang perlindungan lingkungan laut dari kegiatan berbasis darat.
Sementara itu Sekretaris Jenderal ASEAN, Dato Lim Jock Hoi, yang turut hadir dalam "ASEAN Coastal Clean Up 2019" mengapresiasi Pemerintah Indonesia dalam hal tata kelola sampah dan juga mengapresiasi keseriusan kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam melibatkan generasi muda dan komunitas masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menerapkan digitalisasi sistem pelaporan penjualan mineral dan batu bara atau minerba, dengan meluncurkan aplikasi Modul Verifikasi Penjualan (MVP).
Direktur Jenderal Mineral Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono dalam keterangan tertulis yang diterima kantor berita Antara, Senin, mengatakan, MVP merupakan salah satu aplikasi pada sektor minerba yang diinisiasi Kementerian ESDM ditujukan untuk meningkatkan akurasi data penjualan mineral yang selama ini masih mengalami simpangsiur.
Menurut Bambang selama ini data-data dari Bea Cukai, Badan Pusat Statistik dan Kementerian Perdagangan berbeda. Oleh sebab itu Direktorat Jenderal Minerba berupaya mensinkronkan data-data tersebut.
Kehadiran aplikasi yang terintegrasi ini diharapkan menghindari interpretasi data yang beragam sehingga meminimalkan persepsi penyelewengan kebijakan. Bambang Gatot Ariyono menambahkan, Modul Verifikasi Penjualan-MPV juga merupakan salah satu upaya Kementerian ESDM meningkatkan pelayanan dan pengawasan kepada pelaku usaha sektor minerba.
Aplikasi MVP merupakan bagian integral dari pelayanan sistem online di sektor minerba sebelumnya, seperti E-Penerimaan Negara Bukan Pajak-PNBP, Minerba One Map Indonesia-MOMI, Minerba One Data-MODI dan Minerba Online Monitoring System-MOMS.
Bambang Gatot Ariyono menjelaskan, aplikasi tersebut menjadi cikal bakal untuk sistem MVP. Jika suatu perusahaan lewat mengisi salah satu kolom pelaporan, maka ia tidak bisa berproduksi karena tidak mendapatkan Laporan Hasil Produksi.
Secara keseluruhan, melalui Modul Verifikasi Penjualan Mineral, pengawasan kegiatan penjualan mineral dilakukan verifikasi berjenjang mulai dari hulu sampai dengan hilir. Pengawasan dilakukan untuk setiap transaksi serah terima mineral melalui pengawasan online yang mencakup antara lain administrasi asal mineral, kualitas, kuantitas, penerimaan negara bukan pajak serta tujuan penjualan.
Adapun produk dari aplikasi Modul Verifikasi Penjualan ini adalah Laporan Hasil Verifikasi yang dicetak melalui sistem sesuai dengan data-data terkait penjualan yang diisi oleh petugas surveyor untuk setiap transaksi. Aplikasi ini akan mempercepat ketersediaan data transaksi penjualan, mempercepat dan mempermudah perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan royalti final sehingga meminimalkan kurang bayar. Pada saat yang bersamaan, Kementerian ESDM juga meluncurkan aplikasi terhadap pengawasan kegiatan ekplorasi mineral, yaitu Exploration Monitoring System (EMS) dan Exploration Data Warehouse (EDW).
Hari ini adalah hari terakhir pertemuan negara-negara Anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara NATO (North Atlantic Treaty Organization). Seperti terungkap, yang menjadi tema dalam acara resmi NATO kali ini adalah, “NATO Engages: Innovating the Alliance”. Masa depan kerja sama militer di dunia Barat akan menjadi agenda utama dalam pertemuan tersebut. Pada ulang tahunnya yang ke-70, masa depan aliansi militer NATO menjadi pertanyaan besar, bahkan untuk negara anggotanya sendiri.
Kalau kita merujuk pada sejarah pendiriannya, Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara NATO berkembang pasca Perang Dingin, terutama karena kekhawatiran akan ekspansi dan agresi Uni Soviet setelah kudeta Partai Komunis di Cekoslovakia, blokade Uni Soviet terhadap Berlin dan insiden-insiden lain. NATO juga dibentuk untuk mencegah kebangkitan militerisme nasionalis dan mendorong integrasi politik di Eropa. Amerika, Kanada, Belgia, Denmark, Perancis, Islandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal dan Inggris menandatangani perjanjian awal pada 4 April 1949. Sejak itu perjanjian keamanan trans-Atlantik meningkat lebih dari dua kali lipat dalam hal keanggotaan dan kemudian secara signifikan mengubah mandatnya. Awalnya NATO dimaksudkan sebagai aliansi politik. Hal ini berubah cepat setelah Uni Soviet meledakan bom atom pada 1949 dan pecahnya Perang Korea pada 1950. Peristiwa itu mendorong anggota-anggota NATO membentuk markas yang terpusat, untuk melakukan pengadaan sumber daya militer bersama dan berkomitmen untuk “menjaga kebebasan, warisan bersama dan peradaban bangsa, berlandaskan prinsip-prinsip demokrasi, kebebasan individual dan supremasi hukum.” Kini NATO telah berkembang dari semula 12 negara, kini menjadi 29 negara. Sejumlah negara lain kini masih dalam tahap perundingan untuk menjadi anggota aliansi ini. Perluasan anggota pertama pada 1952, dengan menerima Yunani, Turki dan Jerman Barat sebagai anggota dalam aliansi ini. Menanggapi perluasan NATO dan keputusan Jerman Barat, Uni Soviet dan negara-negara di Eropa Timur, pada 1955 membentuk Pakta Warsawa yang beranggotakan delapan negara. Jerman Timur yang juga anggota pakta itu memiliki perjanjian pertahanan tersendiri. Pakta Warsawa ini dibubarkan pada 1991 pasca reunifikasi Jerman dan runtuhnya Tembok Berlin, tetapi NATO masih terus berkembang. Kini seluruh anggota non-Uni Soviet yang pernah menjadi anggota Pakta Warsawa telah menjadi anggota NATO.
NATO dan Pakta Warsawa tidak pernah mengalami bentrokan secara langsung selama Perang Dingin, tetapi aliansi tersebut telah disibukkan dengan keterlibatan militer pasca runtuhnya Uni Soviet. Sekitar 20 ribu personel militer kini terlibat dalam berbagai misi NATO di seluruh dunia; termasuk operasi di Afghanistan, Kosovo dan kawasan Mediterania.
Dengan hilangnya Uni Soviet, tidak ada negara manapun yang mampu untuk berhadapan secara langsung dengan Amerika Serikat, Pada titik ini, seharusnya NATO dibubarkan, namun tidak terjadi. Pertama-tama, musuh baru telah muncul– terorisme, yang menyerang berbagai ibukota dari anggota NATO, memaksa negara-negara anggota NATO untuk saling mendukung. Namun kemudia ide lain muncul dari Jerman, sebuah sistem keamanan militer yang mencakup Rusia harus dibentuk untuk menggantikan Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO. Sebuah pertanyaan penting di usia 70 tahun NATO, mau kemana NATO?