Daniel

Daniel

16
June

 

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Hanoi, Vietnam, tetap melakukan tugasnya mempromosikan hubungan bilateral antara Indonesia dan Vietnam di tengah pandemi COVID-19 yang masih melanda sejumlah negara di dunia. Jika sebelum pandemi, kegiatan mempromosikan hubungan kedua negara dilakukan KBRI di Hanoi dengan dukungan lembaga atau kementerian dan pihak terkait, saat ini KBRI melakukan tugas tersebut dengan kekuatan sendiri dibantu masyarakat Indonesia di Vietnam. Demikian dikatakan Duta Besar RI untuk Vietnam, Ibnu Hadi, saat dihubungi Voice of Indonesia di Jakarta melalui telepon, Senin (15/06). Ibnu Hadi mengatakan, hal tersebut dilakukan karena saat ini belum ada delegasi dan orang yang datang berkunjung ke Vietnam.

' Kalau bisnis ekonominya, kami memfasilitasi, misalkan ada perusahaan Indonesia ada yang mau mengekspor produk-produk atau hasil-hasil lautnya, kita coba bantu secara online tentunya. Dan juga ada perusahaan Vietnam yang ingin mengekspor beberapa APD, alat kesehatan ke Indonesia, jadi kita cari mitranya. Jadi kita upayakan semaksimal mungkin walaupun terbatas, karena tidak ada delegasi yang datang, tidak ada orang yang bisa berkunjung ke sini '.

Selain mempromosikan hubungan di bidang ekonomi dan bisnis, KBRI di Hanoi juga aktif mempromosikan kuliner, bahasa dan kebudayaan Indonesia di Vietnam. Duta Besar Ibnu Hadi mengatakan, KBRI kerap mengadakan kursus memasak makanan Indonesia, menyelenggarakan kursus Bahasa Indonesia dan memperkenalkan alat musik Indonesia kepada masyarakat Vietnam. (VOI/AHM)

15
June


Pemerintah sedang menyiapkan insentif atau stimulus tambahan bagi sektor industri yang terdampak pandemi COVID-19 guna membangkitkan kembali gairah pelaku usaha sehingga dapat mendorong roda perekonomian nasional tetap berjalan, namun dengan memperhatikan protokol kesehatan. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 11 Juni mengatakan, insentif tambahan itu antara lain keringanan pembayaran atau subsidi listrik bagi industri yang terdampak pandemi COVID-19. Terkait hal itu, pihaknya telah mengirimkan usulan kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Usulan tersebut berupa penghapusan biaya minimum untuk pemakaian 40 jam konsumsi listrik, termasuk bagi pelanggan industri premium yang menggunakan 233 jam konsumsi listrik. Kebijakan ini diusulkan untuk periode berlangganan 1 April hingga 31 Desember 2020. Diharapkan industri dapat membayar sesuai dengan jumlah pemakaian penggunaan listrik. Jumlah stimulus yang dibutuhkan sebesar 1,85 triliun rupiah selama sembilan bulan. Insentif lainnya adalah penundaan pembayaran 50 persen tagihan PLN selama enam bulan, mulai April hingga September 2020 dengan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan. Diusulkan pula penghapusan denda keterlambatan pembayaran.

Selanjutnya, Agus menyampaikan, pemerintah tengah mengkaji insentif berupa penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan baku lokal tujuan ekspor, penangguhan pembayaran PPN selama 90 hari tanpa denda, serta pembebasan sementara angsuran pajak penghasilan (PPh). Pemberian tambahan keringanan pajak bagi sektor industri akan melengkapi insentif lain yang telah dirilis sebelumnya oleh pemerintah.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang juga telah mengusulkan restrukturisasi kredit dan stimulus modal kerja. Insentif ini akan diberikan dengan sejumlah kriteria, sepeti rekam jejak terhadap pajak dan cicilan kredit, memiliki prospek bisnis yang baik, penyerapan tenaga kerja, terdampak berat Covid-19, dan memaksimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri. Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan industri tetap tumbuh dan perekonomian nasional terus dijaga pada tren positif. Di samping itu, pemerintah berupaya mendorong konsumsi pasar domestik dengan peningkatan utilisasi melalui implementasi Tingkat Komponen Dalam Negeri di kementerian dan lembaga serta Badan Usaha Milik Negara. Selain itu, peningkatan utilisasi melalui peningkatan permintaan domestik. 

15
June


Pandemi virus corona atau COVID-19 telah menyebar ke lebih dari 200 negara di dunia. Berdasarkan worldmeters.info, per 14 Juni 2020 jumlah kasus infeksi COVID-19 telah mencapai lebih dari 7,8 juta   dengan korban meninggal dunia lebih dari 430 ribu, sedangkan  jumlah pasien yang berhasil sembuh tercatat  lebih dari 4 juta orang. Dari kasus yang terjadi di berbagai negara, terdapat 5 negara yang melaporkan jumlah terbanyak infeksi virus corona, yaitu Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India, dan Inggris.

Di Indonesia sendiri, per 14 Juni 2020 jumlah kasus COVID-19 sudah mencapai  lebih dari 36 ribu dengan total sembuh lebih dari 4 ribu pasien dan meninggal lebih dari 2100 orang. Angka ini tidak bisa dikatakan kecil mengingat penambahan kasus yang semakin meningkat setiap harinya. Bahkan pada Rabu 10 Juni 2020, jumlah pasien Covid-19 di Indonesia naik lebih dari 1200 orang.

Upaya pemerintah dengan memberlakukan berbagai kebijakan mulai dari social distancingPembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah dengan kasus COVID-19 yang tinggi, sampai menghimbau masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan, belumlah cukup untuk mengendalikan penyebaran virus COVID-19. Diperlukan cara lain yang lebih efektif  yaitu  vaksin dan obat COVID-19

Sepertinya, upaya untuk menemukan obat penangkal COVID-19 akan semakin dekat. Setelah melakukan berbagai riset, tim peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga di Surabaya, Jawa Timur, menemukan lima kombinasi regimen obat yang berasal dari obat-obat yang sudah beredar di pasaran yang berpotensi menjadi obat bagi pasien Covid-19. Peneliti Universitas Airlangga (Unair) Dokter Purwati bersama Badan Intelijen Negara dan Gugus Tugas Nasional Penanganan Covid 19 terus melakukan penelitian untuk memutakhirkan resep penyembuhan Covid-19. Pihaknya melakukan penelitian terkait dengan regimen kombinasi obat dan juga jenis stem cell yang efektif. Regimen merupakan komposisi jenis dan jumlah obat serta frekuensi pemberian obat sebagai upaya terapi pengobatan.

Memang, bukan hanya Indonesia yang berupaya mencari penangkal virus COVID-19. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dikutip laman CNBC, Senin, 6 April 2020, mengatakan bahwa penelitian pengembangan vaksin dan obat untuk melawan virus Corona telah dipercepat. Menurutnya, lebih dari 70 negara bergabung dengan WHO untuk uji coba penelitian tentang pengobatan  efektif dan 20 lembaga mengembangkan vaksin.

Semoga upaya yang dilakukan peneliti Indonesia dan peneliti dari berbagai negara di dunia bisa membuahkan hasil sehingga semakin banyak pasien COVID-19 yang bisa disembuhkan.

12
June


Setelah 3 bulan memberlakukan lockdown secara ketat, beberapa negara di Asean sudah mulai melonggarkan  isolasi untuk mencegah sebaran virus corona. Malaysia mulai membuka kembali hampir seluruh aktivitas perekonomian dan sosial Rabu (10/06). Hal  ini dilakukan  setelah menerapkan kebijakan penguncian yang dikenal dengan istilah Malaysia’s Movement Control Order (MCO) hampir tiga bulan lamanya. Larangan penerbangan maupun perjalanan domestik pun telah dicabut. Aktivitas di terminal integrasi Bandar Tasik Selatan di Kuala Lumpur dilaporkan perlahan-lahan mulai kembali normal.  Sedangkan Thailand saat ini tengah merencanakan untuk mencabut lebih banyak pembatasan terkait Covid-19 di sektor bisnis,. Kebijakan ini diambil  setelah dilaporkan tidak adanya transmisi lokal di negeri tersebut dalam 16 hari terakhir.  Juru Bicara Pusat Administrasi Situasi COVID-19 Thailand, Taweesin Wisanuyothin, menyampaikan, pihaknya akan menggelar pertemuan untuk membahas rencana tersebut pada Jumat (12/06) hari ini. Pencabutan pembatasan direncakan mulai berlaku pada 15 Juni esok.  Pada fase ini, sekolah, restoran, acara konser, taman hiburan dan tempat bermain, maupun fasilitas olahraga luar ruangan sudah diizinkan kembali dibuka dengan menjalankan protokol kesehatan. Namun, pencabutan pembatasan ini belum berlaku untuk tempat hiburan malam.

Tercatat ada  beberapa negara memutuskan pelonggaran ditengah kondisi jumlah penderita infeksi covid19 justru belum turun, bahkan masih terjadi peningkatan. Misalnya yang terjadi di Pakistan.  Badan Kesehatan Dunia (WHO) meminta Pakistan untuk kembali menerapkan lockdown setelah kasus positif COVID-19 di negara Asia Selatan tersebut meningkat secara signifikan. Sedikitnya ada tambahan 5.000 kasus positif yang dilaporkan di Pakistan dalam 24 jam terakhir, tertinggi di antara negara-negara sekitar.  Hal ini terjadi setelah pemerintah Pakistan mengumumkan pelonggaran lockdown. Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, menolak dengan tegas kebijakan lockdown karena dinilai semakin menjatuhkan kondisi perekonomian negaranya. Bahkan, Khan meminta empat provinsi di Pakistan yang masih menerapkan kebijakan tersebut untuk segera mencabutnya. 

India juga melakukan kebijakan serupa.  Melakukan pelonggaran lockdown walaupun angka sebaran virus covid19 masih cukup tinggi. Mal, hotel, restoran dan tempat-tempat ibadah di India dibuka kembali per 8 Juni 2020, menandai berakhirnya  lockdown fase pertama yang dimulai sejak akhir maret 2020. Namun  area-area yang kasus virus coronanya masih tinggi diwajibkan  menjalani lockdown fase ke dua   sampai 30 Juni 2020. Mumbai dan Delhi adalah beberapa Kota yang kasus Covid-19 masih tinggi. Belakangan dikabarkan, setelah beberapa hari melonggarkan lockdown, India memutuskan menutup kembali tempat ibadah, khawatir akan jumlah sebaran covid19 yang meningkat

Sebuah tim peneliti dari University College London (UCL) bekerja sama dengan Universitas Tsinghua Tiongkok telah membuat sebuah model untuk memprediksi dampak pelonggaran lockdown di berbagai negara.  Ditemukan Lockdown ketat selama 3 bulan akan berdampak buruk terhadap ekonomi. Namun pelonggaran lockdown akan membuat penanganan covid 19 akan berjalan lebih lambat dari sebelumnya. 

Jadi, pilihan mana yang akan diambil? Tentunya terpulang kepada pemerintah negara masing-masing. Sesungguhnya tiap negara punya situasi dan kondisi yang   berbeda. Dan hanya mereka lah yang paling tahu mana yang paling mendesak untuk dilakukan saat ini.