Pandemi Covid-19 membuat hampir seluruh kegiatan lumpuh baik dari segi ekonomi, sosial hingga ritual keagamaan. Salah satu kegiatan ritual keagamaan yang kini memasuki periodenya adalah Ibadah haji di Arab Saudi. Pendemi Covid-19 telah memaksa banyak negara memikirkan kembali kepergian jamaah hajinya ke Mekkah. Terkait hal tersebut, sebagai mayoritas berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia telah menunda keberangkatan jamaah haji 2020. Sebelumnya, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah menutup akses ke Mekkah, Madinah dan Jeddah sejak awal Mei setelah wilayah Arab Saudi terdapat kasus Covid-19.
Keputusan pembatalan keberangkatan haji 2020 secara resmi diumumkan oleh Menteri Agama, Fachrul Razi, Selasa (2 Juni). Dia menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi dasar pemerintah Indonesia untuk tidak memberangkatkan jamaah haji 2020 atau 1441 Hijriah adalah pandemic Covid-19. Dia juga menyebutkan bahwa aspek kesehatan adalah hal paling diutamakan. Sementara itu, menurut juru bicara Kementrian Agama, Oman Faturrahman, Pemerintah sudah siap dalam musim haji 2020. Negosiasi transportasi, katering dan akomodasi di Arab Saudi sudah 97 persen mencapai kesepakatan, namun menyusul adanya himbauan dari pemerintah kerajaan Arab Saudi semua kontrak pembayaran ditunda.
Menanggapi keputusan Pemerintah tentang pembatalan haji 1441 H, Sekretaris jenderal Pengurus Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan bahwa hal adalah langkah benar dan tepat waktu. Dia berpendapat bahwa secara syariah, keputusan pembatalan itu tidak melanggar, karena syarat-syarat menunaikan haji harus mampu secara ekonomi, kesehatan, mental, dan agama, dan aman selama perjalanan. Sedangkan, Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Andi Najmi Fuad mengatakan bahwa keputusan pemerintah sangat bijak, melihat situasi dan kondisi yang tidak bisa menjamin keselamatan dan kenyamanan jemaah haji. Disamping itu, persiapan haji membutuhkan proses panjang, apalagi pemerintah Kerajaan Arab Saudi belum memberikan kepastian yang jelas sebagai penyelenggara haji.
Keputusan pemerintah terkait penundaan pemberangkatan haji patut diapresiasi mengingat hingga saat ini, vaksin Covid-19 secara resmi belum ditemukan. Selain itu, keputusan tersebut sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Namun, penundaan ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah terhadap calon jamaah haji Indonesia seperti antrian haji yang semakin panjang serta bagaimana pertanggungjawaban pengelolaan biaya haji yang sudah dikeluarkan oleh masyarakat. Untuk itu, solusi tepat sangat diperlukan sehingga tidak terjadi kegaduhan memasuki era tatanan kehidupan baru di Indonesia. Semua warga negara Indonesia, terutama calon jemaah haji dapat memahami keputusan pemerintah, kendati hingga saat komentar ini dibuat Pemerintah Kerajaan Arab Saudi belum mengeluarkan pernyataan resmi penutupan dan penundaan kegiatan Haji 2020/1441 Hijriah. Semoga pengorbanan para calon jemaah haji yang tertunda keberangkatannya ke Mekkah dapat diresapi dan dimaknai sebagai esensi nilai haji itu sendiri yaitu pengorbanan tetapi kini pengorbanan dalam bentuk waktu dan keberangkatan hanya tertunda.
Pemulihan ekonomi Indonesia selama pandemi Covid-19 terus menjadi perhatian pemerintah. Presiden Joko Widodo telah memerintahkan jajarannya untuk segera membentuk skema pemulihan ekonomi nasional yang terdampak akibat pandemi.
Dalam Rapat Kabinet Terbatas, Rabu (03/06/2020) di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Joko Widodo mengaku telah mendapatkan laporan bahwa berbagai langkah penanganan pandemi dan langkah pemulihan ekonomi memberikan konsekuensi adanya tambahan belanja yang berimplikasi pada meningkatnya defisit APBN.
Presiden mengingatkan jajarannya untuk menghitung secara tepat rencana perubahan postur APBN tersebut. Ia berharap agar perubahan postur APBN dilakukan secara akuntabel sehingga APBN 2020 tetap terjaga kredibilitasnya.
' Terkait perubahan Postur Perubahan APBN 2020, saya dapat laporan berbagai penanganan COVID dan pemulihan startegis ekonomi membawa konsekuensi tambahan belanja, yang meningkatkan implikasi defisit APBN, saya Minta Menko Ekon, Menkeu, Bappenas, melakukan kalkulasi lebih cermat, lebih detail, lebih matang, terhadap berbagai risiko fiskal ke depan. Saya ingin tekanan agar perubahan psotur APBN dilakukan hati-hati, transparan, akunatbel sehingga APBN 2020 bisa dijaga, dipercaya dan ttp kredibel '.
Terkait perubahan postur APBN 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pemerintah akan melakukan sejumlah langkah sesuai arahan Presiden Joko Widodo serta masukan dari Badan Anggaran DPR RI dan Komisi XI DPR RI.
Ia mengatakan bahwa didalam perubahan APBN tahun 2020, pemerintah akan melakukan sejumlah perubahan dan koreksi pada sejumlah hal. Menurutnya, Pemerintah akan melakukan koreksi terhadap pendapatan negara dari 1.760,9 triliun rupiah menjadi 1.699,1 triliun rupiah.
Sementara terkait belanja negara, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan menaikkan anggaran belanja negara sebanyak 124,5 triliun rupiah untuk menampung program pemulihan dan penanganan Covid-19 termasuk untuk daerah dan sektoral.
' Dengan demikian Perpres 54 tahun 2020 mengenai postur akan direvisi dengan defisit yang meningkat dari Rp 852,9 triliun atau 5,07 persen dari GDP meningkat menjadi Rp 1.039,2 triliun. Atau menjadi 6,34 persen dari GDP '.
Sri Mulyani menambahan bahwa kenaikan defisit tersebut akan dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dengan memperhatikan prinsip sisi keberlangsungan dan menjaga pembiayaan. (Ndy)
Direktur Jendral Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti menyebutkan melalui penerapan skenario New Normal atau normal baru akan membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan menjadi lebih cepat. Astera dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu mengatakan proses perundangan maupun proses pembuatan kebijakan memerlukan waktu yang lebih lama saat sebelum ada wabah COVID-19.
Tak hanya itu, Astera menuturkan kondisi normal baru juga diperkirakan akan mampu membatasi belanja-belanja yang tidak perlu meskipun ia melihat terdapat kecenderungan untuk dialihkan ke belanja pegawai. Oleh sebab itu, ia mengimbau pemerintah supaya lebih disiplin dalam menggunakan belanja pegawainya agar alokasi untuk dukungan penguatan ekonomi, jaring pengaman sosial, dan sektor kesehatan menjadi lebih maksimal. Antara
Kementerian Kelautan dan Perikanan-KKP terus meningkatkan sinergi dengan berbagai pihak baik antara kementerian dan lembaga di tingkat pusat maupun dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan awak kapal perikanan. Hal itu dikatakan Direktur Jendral-Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar dalam diskusi daring tentang "Format Baru Perlindungan Awak Kapal Perikanan" di Jakarta, Rabu. Menurut dia, masih ada masalah terkait awak kapal perikanan seperti regulasi lintas kementerian untuk persoalan sertifikasi yang dibutuhkan awak kapal perikanan, baik di KKP maupun di Kementerian Perhubungan.
Zulficar juga mengungkapkan sejumlah masalah yang kerap dihadapi oleh awak kapal perikanan seperti sistem penggajian yang belum transparan serta kondisi kerja yang belum sepenuhnya layak.Pihak KKP, menurut dia, terus meningkatkan koordinasi dengan Kemenhub antara lain untuk menerapkan regulasi KKP di pelabuhan, seperti mengenai kewajiban Perjanjian Kerja Laut (PKL) bagi awak kapal perikanan serta kepemilikan asuransi bagi awak kapal perikanan. Antara