Pulau Lombok menjadi salah satu destinasi wisata favorit wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. Keindahan pulau ini telah banyak menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Umumnya para wisatawan menikmati keindahan lombok dengan mengunjungi pantai-pantainya yang cantik. Selain pantainya yang cantik, Lombok juga punya kawasan wisata kota tua bernama Kota Tua Ampenan. Di kawasan inilah, tinggal masayarakat keturunan Melayu, Arab dan Cina.
Kota Tua Ampenan merupakan salah satu Kota yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI). Di Indonesia sendiri terdapat 43 Kota yang termasuk dalam JKPI. Kota Ampenan dibangun oleh Belanda untuk mengimbangi kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Bali. Ampenan bersal dari kata amben, dalam bahasa Sasak berarti tempat persinggahan. Nama ini sangat tepat, mengingat Ampenan merupakan kota pelabuhan tempat singgah berbagai suku bangsa kala itu. Kota Tua Ampenan merupakan jalur perdagangan pertama di Mataram. Sejak lama, kawasan ini jadi pusat perekonomian yang selalu hidup. Banyak pertokoan dan pasar tradisional yang menjual beragam barang di kota ini. Mulai dari alat elektronik, pakaian, toko sembako, dan sebagainya. Sampai sekarang, warga penghuni Kota Tua Ampenan terdiri dari beragam suku bangsa. Hal ini tampak dari banyaknya perkampungan sekitar yang menggunakan nama tempat asal mereka. Ada Kampung Tionghoa, Kampung Arab, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Jawa, Kampung Bali, dan Kampung Banjar.
Menuju kota Tua Ampenan, sangatlah mudah. Kota ini dapat ditempuh selama seperempat jam dengan transportasi darat dari kota Makataram, ibukota provinsi Nusa Tenggara barat. Berwisata ke kota Tua Ampenan, anda dapat menyaksikan bangunan-bangunan peninggalan masyarakat lokal yang artistik dan unik dengan corak cerah dan berwarna-warni. Hampir seluruh bangunan yang ada di kawasan ini adalah bangunan tua. Yakni bangunan peninggalan zaman Belanda atau kisaran tahun 1800. Tidak banyak penduduk yang merenovasi bangunan tersebut. Melainkan hanya sekadar memberikan sentuhan warna agar tidak terlihat kusam. Untuk mengelilingi Kota Tua Ampenan, anda bisa menggunakan cidomo, yakni kereta kuda yang merupakan kendaraan tradisional masyarakat Pulau Lombok.
kota tua Ampenan biasanya cukup ramai dikunjungi saat pagi maupun sore hari. Selain menghindari panas terik matahari pada siang hari, hal ini juga dikarenakan wisatawan yang berkunjung, biasanya sekaligus mengunjungi pantai Ampenan untuk menikmati matahari terbit ataupun tenggelam. Di pantai tersebut juga tersedia cafe, warung, dan rumah makan yang buka pada sore hari. Selain menikmati berbagai bangunan dengan gaya art deco, di kota ini terdapat berbagai kegiatan industri yang bisa anda kunjungi, seperti industri mutiara, industri cukli (pusat kerajinan perabot rumah tangga dari kayu), kerajinan kuningan dan juga kerajinan lainnya.
Pelangi Nada Melayu kali ini saya putarkan lagu “BUJANG TELAJAK”, dinyanyikan oleh BUJANG TANJAK DAN CIK INONG. Lagu ini bercerita tentang kehidupan seorang BUJANG TELAJAK. anda baru saja mendengarkan lagu melayu berjudul “BUJANG TELAJAK”. Dalam bahasa Melayu, Bujang telajak adalah definisi untuk seorang lelaki yang terlambat membangun rumah tangga. Sesuai dengan judul lagunya, lirik-lirik lagu ini bercerita tentang betapa malangnya nasib si bujang telajak yang tak berkawan dan tak berduit. Menariknya lirik-liriknya berbentuk pantun jenaka. Musiknya pun bertempo cepat dan mengajak orang yang mendengarkan untuk bedendang dan bergoyang.
Lagu melayu lainnya akan segera hadir ke ruang dengar anda. Kali ini berjudul DUDUK TERMENUNG. Lagu ini bercerita tentang seseorang yang suka duduk termenung. Melalui lirik-liriknya, lagu ini mengingatkan pendengarnya untuk tidak lagi mengenang masa lalu dan mengajak pendengar untuk ikut berdendang.
lagu berjudul DUDUK TERMENUNG yang dinyanyikan oleh Mak Pono, Bujang Tanjak dan Cik Inong baru saja anda dengarkan. Lirik-lirik lagu ini tersusun dari bait-bait pantun jenaka. Menariknya, lirik-liriknya menggunakan campuran bahasa Melayu Riau dan Minang. Sedang Musik lagunya bertempo cepat dan asik untuk bergoyang.
Mengakhiri Pelangi Nada Melayu kali ini, lagu berjudul APA NAK JADI yang dinyanyikan oleh Mak Pono dan Bujang Tanjak hadir ke ruang dengar anda. Lagu ini bercerita tentang kisah berbagai alasan lelaki yang belum juga menikah. Lirik-liriknya terdiri dari pantun berbalas-balasan. Lirik-liriknya tersusun dari pantun jenaka dengan campuran bahasa Melayu Riau dan Minang. Musiknya sendiri bertempo cepat dan mengajak siapapun yang mendengarnya untuk bergoyang.
Dalam edisi Warna Warni kali ini saya sajikan informasi mengenai Pameran Ulos, Hangoluan dan Tondi.
Ulos merupakan kain khas suku Batak di Sumatera Utara. Kain ini memiliki nilai yang sangat tinggi dan peranan penting dalam kehidupan warga Suku Batak. Selain itu, setiap jenis ulos mewakili tahap kehidupan manusia. Pemakaian ulos dalam adat istiadat Batak harus sesuai dengan momen kehidupan, mulai dari lahir, hidup, menikah, hingga akhirnya mati. Makna filosofis inilah yang digambarkan dalam Pameran Ulos bertajuk Ulos, Hangoluan dan Tondi. Pameran ini yang diadakan selama 14 hari, mulai 20 September sampai 7 Oktober 2018, di Museum Tekstil, Jakarta ini juga sekaligus sebagai upaya untuk mempromosikan Provinsi Sumatera Utara, khususnya destinasi prioritas Danau Toba.Ulos yang dipamerkan rata-rata berusia 50 tahun ke atas dan seluruhnya merupakan koleksi pribadi Devi Pandjaitan boru Simatupang. Total Ulos yang dipamerkan ada 50 helai di mana 25 hingga 30 dari jumlah tersebut merupakan koleksi langka. Pameran Ulos Hangoluan dan Tondi ini dikemas oleh Kerri Na Basaria bersama Tobatenun di bawah Yayasan DEL. Pameran ini mengusung konsep Stages of Life atau tahapan dalam kehidupan yang terdiri dari Birth, Life, Marriage, Death, dan Paradise. Dalam pameran ini, ulos dikemas dengan menarik. Kain-kain Ulos ditampilkan dalam berbagai bentuk instalasi dekor yang sarat makna. Memasuki arena pameran pertama kali, anda akan melihat kata pengantar yang ditulis sastrawan, Saut Poltak Tambunan, bertajuk Indonesia Ulos, Merengkuh Hangat Jiwa dan Kehidupan. Selanjutnya ada instalasi pengenalan. Judulnya Introduction. Instalasi ini memperkenalkan kehidupan sehari-hari masyarakat Samosir.
setelah melewati instalagi Pengenalan, berikutnya ada ada ruang pameran Birth. Di ruangan yang gelap dan sempit ini, hanya ada rona merah di sudut ruangan. Beberapa jenis ulos tergantung di tengahnya. Suasana seperti seolah membawa pengunjung pada dunia rahim. Pada tahap kelahiran, ditampilkan jenis Ulos Lobu-lobu, Ulos Bintang, Ulos Simarpisoran, Ulos Heteran, dan Ulos Junjungan. Warna-warna yang mendominasinya antara lain hitam, merah, ungu, dan biru tua.
Bergeser ke tahap life, atau era hidup manusia paska dilahirkan akan terlihat berbagai jenis ulos di antaranya Ulos Tapak Satur, Ulos Ragi Angkola, dan Ulos Tutur-tutur. Dominasi warna ulos yang ditampilkan juga warna gelap, seperti biru, ungu, kelabu, dan hijau lumut. Tak hanya jejeran ulos tua, di sini anda juga akan melihat anyaman rotan sepanjang 25 meter yang membelah ruangan. Di sini terpampang potret para penenun hasil karya Indra Leonardi.
Berlanjut ke tahap marriage (perkawinan), tahap baru manusia memasuki kehidupan lepas dari orang tua akan terlihat nuansa seperti halnya pelaminan. Layar LCD menampilkan salah satu pesta pernikahan adat Batak dengan ulos yang terlihat mewah dan meriah. Jenis Ulos Tumntuman, Ulos Ulu Torus, Ulos Pinunsaan, Ulos Padang Rusak, Ulos Mangiring dengan warna merah terang dan untaian benang bewarna emas menghiasi ruangan. Sedikit berbeda, ulos tahap pernikahan menampilkan detail dengan manik-manik dan payet.
Di tahap terakhir adalah death, yang menampilkan instalasi dari kawat berwarna abu. Gumpalannya seperti awan yang menghiasi ruangan dengan ragam Ulos Pinunsaan, Ulos Gatip Ribu-ribu, Ulos Ragi Sapot, Ulos Jungkit Siwa, Ulos Ragi Huting, Ulos Ragi Uluan, dan Ulos Ragi Idup. Dominasi warnanya pun masih coklat dan warna gelap, namun diseling oleh untaian benang emas di beberapa sisi. Setelahnya, ada ruang redup dengan banyak lampu pijar berjajar. Anda digiring ke sebuah ruang terang-benderang bertajuk paradise. Kesan tenang dan putih mewarnai ruangan. Di akhir sebelum pintu keluar, terdapat instalasi benang tenun yang saling menjalin di sebidang tembok dengan tulisan “Who am I?” diatasnya. Begitulah setiap kain dan instalasi dekor ruangan dalam pameran ulos ini mewakili alur hidup setiap manusia.
Hari ini kami akan memperkenalkan kepada anda Kuliner Tabaro Dange.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, beras merupakan bahan makanan pokok sehari-hari. Namun bagi masyarakat di Indonesia bagian Timur, Sagu merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan untuk kebutuhan makanan sehari-hari. Sagu justru lebih dikenal dibandingkan beras. Sagu yang dapat tumbuh tanpa mengenal musim, menjadikan bahan pokok ini dapat diolah kapanpun. Oleh masyarakat di Indonesia bagian Timur, sagu pada umumnya diolah menjadi makanan Papeda. Papeda menjadi salah satu makanan pokok bagi masyarakat Papua dan wilayah-wilayah lain di bagian timur Indonesia. Jika masyarakat Papua, mengolah Sagu menjadi Papeda. Masyarakat di provinsi Sulawesi Tengah justru mengolah sagu menjadi kuliner bernama Tabaro Dange.
di Palu, Tabaro Dange dikenal juga dengan nama Jepa, olahan sagu yang dicampur dengan kelapa parut. Camilan ini sangat khas karna proses pembuatannya masih tergolong tradisional, hanya menggunakan tungku dan juga belanga tanah liat. Dengan mempertahankan ciri khas dari proses pembuatan serta alat-alat masak yang digunakan, dipercaya dapat menjaga kualitas rasa dari Tabaro Dange.Kuliner ini terbuat dari campuran sagu dan kelapa parut, dan juga disajikan dengan tambahan isi di dalamnya. Anda dapat memilih antara ikan dan gula merah sebagai isinya.
untuk membuat Tabaro Dange, sagu dan kelapa dicampurkan lalu diberi sedikit garam agar terasa gurih. Setelah dicampur , adonan dimasak di atas belanga atau wajan yang terbuat dari tanah liat. Adonan Tabaro Dangedimasak di atas tungku kayu bakar. Selanjutnya adonan Tabaro Dange diberi isian ikan atau gula merah lalu dilipat menjadi dua bagian. Lalu diangkat dan Tabaro Dangesiap disantap. Tabaro dange cocok disantap selagi hangat. Jika dalam kondisi dingin, tekstur sagu akan keras dan sulit dikunyah. Karennya, banyak pembeli menyantap kuliner ini langsung di tempat penjualnya.Rasa sagunya gurih dan manis. Jika ditambah dengan isian suwiran ikan sambal, ternyata membuat sagu jadi tambah nikmat. Jika anda ingin makan tabaro dange gurih maka cocok menyantap isi suwiran ikan sambal. Jika ingin menyantap yang manis masa isian gula merah yang lebih cocok. Tabaro Dange kini mulai dijual di beberapa sudut di Kota Palu, seperti diTaman Ria dan juga sepanjang Jalan Cumi-cumi. Sore hari, deretan ibu-ibu dengan tungku dan belanganya mulai terlihat ramai di pinggir jalan.BiasanyaTabaroDange dengan isian gula merah dijual seharga Rp 4.000. Sementara untuk isian ikan, dijual seharga Rp 5.000.