VOInews.id- Pemerintah Slovenia pada Kamis (30/5) mendukung mosi untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara, menurut laporan media lokal. Pemerintah merujuk mosi tersebut ke Majelis Nasional untuk mendapatkan persetujuan akhir, kata Perdana Menteri Slovenia Robert Golob setelah sidang pemerintah, menurut Badan Pers Slovenia. Majelis Nasional diperkirakan akan melakukan pemungutan suara mengenai mosi tersebut minggu depan, lapor badan pers tersebut. Kementerian Luar Negeri Slovenia juga mengatakan bahwa proses pengakuan kemerdekaan Palestina "mengirimkan sinyal kuat kepada negara-negara lain" untuk mengikuti contoh Slovenia, Irlandia, Norwegia dan Spanyol.
Kementerian lebih lanjut mengatakan pengakuan atas Palestina menegaskan kembali peran Slovenia di Dewan Keamanan PBB sebagai "promotor perdamaian (dan) keamanan" dan posisi lama negara tersebut bahwa "solusi jangka panjang terhadap konflik Timur Tengah hanya dapat dicapai melalui solusi dua negara." "Saya senang Pemerintah Slovenia mengambil langkah bersejarah. Bangsa Israel dan Palestina mempunyai hak untuk membesarkan anak-anak mereka dengan damai, aman dan sejahtera di negara mereka masing-masing," kata Menteri Luar Negeri Slovenia Tanja Fajon.
"Pengakuan atas Palestina adalah satu-satunya cara bagi kedua negara dan masyarakat untuk hidup berdampingan secara damai," tambahnya. "Jumlah negara-negara Eropa yang berpikiran sama terus bertambah, yang merupakan tanda jelas bahwa UE mengambil peran yang lebih aktif dalam penyelesaian konflik ini," katanya lagi. Langkah tersebut dilakukan hanya dua hari setelah Irlandia, Norwegia dan Spanyol secara resmi mengakui negara Palestina. Pada 9 Mei, pemerintah Slovenia meluncurkan prosedur untuk mengakui negara Palestina, menurut badan tersebut.
Israel telah membunuh lebih dari 36.200 warga Palestina di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang. Kampanye militer telah mengubah sebagian besar wilayah kantong berpenduduk 2,3 juta orang itu menjadi reruntuhan, menyebabkan sebagian besar warga sipil kehilangan tempat tinggal dan berisiko kelaparan. Israel dituduh melakukan “genosida” di Mahkamah Internasional, yang telah memerintahkan Tel Aviv untuk memastikan pasukannya tidak melakukan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
Sumber: Anadolu
VOInews.id- Presiden Prancis Emmanuel Macron menyerukan reformasi Otoritas Palestina untuk memperkuat kemungkinan Paris mengakui negara itu. Pernyataan itu dia sampaikan dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Rabu (29/5), untuk menyampaikan duka cita Prancis menyusul pengeboman sebuah kamp pengungsi Palestina di Kota Rafah, Jalur Gaza selatan, pada akhir pekan lalu.
Menurut pernyataan Istana Elysee, kedua pemimpin juga menyerukan penghentian segera serangan Israel di Gaza. Kepada Abbas, Macron menyatakan tekad Prancis untuk bekerja sama dengan mitra-mitranya di Dewan Keamanan PBB dalam menangani situasi di Rafah. Ia juga berjanji bahwa Prancis akan sepenuhnya memobilisasi dukungan untuk gencatan senjata segera dan permanen di Gaza. Merujuk pada pertemuannya dengan delegasi Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istana Elysee pada 24 Mei lalu, Macron mengatakan Prancis bekerja sama dengan sesama negara Eropa dan mitra-mitranya di Arab untuk mewujudkan visi bersama bagi perdamaian dan jaminan keamanan, baik bagi warga Israel maupun Palestina. Prancis, katanya, siap membangun dinamika yang bermanfaat menuju pengakuan negara Palestina.
Dia pun menegaskan dukungan Prancis terhadap reformasi dan penguatan kepemimpinan Palestina yang dapat memenuhi tanggung jawabnya demi kepentingan rakyat Palestina di seluruh wilayah Palestina, termasuk Gaza. Untuk itu, Macron mendesak Presiden Abbas untuk melakukan reformasi yang diperlukan dalam hal ini. Sebanyak 66 warga Palestina tewas dan lebih dari 300 orang terluka dalam dua serangan terpisah oleh militer Israel pada 26 Mei dan 28 Mei terhadap tenda pengungsi Palestina di sebuah kamp di Rafah. Serangan itu terjadi meskipun telah ada keputusan Mahkamah Internasional yang memerintahkan Israel menghentikan serangan serupa.
Sumber: Anadolu
VOInews.id- Angka kelahiran di Korea Selatan terus menurun pada Maret, memicu kekhawatiran tentang populasi negara Asia tersebut yang terus mencatatkan penurunan, tunjuk data dari Statistics Korea pada Rabu (29/5). Jumlah bayi baru lahir turun 7,3 persen dari setahun sebelumnya menjadi 19.669 pada Maret, menandai angka terendah pada bulan Maret sejak data terkait mulai dihimpun pada 1981, menurut kantor statistik Korea Selatan. Jumlah bayi baru lahir di Korea Selatan mengalami penurunan sejak Oktober 2022 seiring para pasangan muda menunda atau berhenti berusaha untuk memiliki anak akibat kesulitan ekonomi seperti tingginya harga rumah dan masalah pengangguran yang tak kunjung mereda.
Rendahnya angka kelahiran di Korea Selatan memicu kekhawatiran mengenai apa yang disebut sebagai jurang demografi (demographic cliff), yaitu penurunan tajam dalam jumlah kepala rumah tangga yang pada akhirnya mengarah pada jurang konsumsi. Angka pernikahan merosot 5,5 persen menjadi 17.198 pada Maret dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, sementara angka perceraian menurun 9,8 persen menjadi 7.450. Angka kematian meningkat 7,6 persen menjadi 31.160 pada Maret. Terdampak oleh tingginya angka kematian dan rendahnya angka kelahiran, populasi di Korea Selatan terus menurun sejak November 2019.
Antara
VOInews.id- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada pidatonya di parlemen Turki, Rabu mengatakan tidak ada negara yang aman kecuali Israel mematuhi hukum internasional. Pernyataan Erdogan tersebut mengacu pada tindakan Israel di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama lebih dari tujuh bulan meskipun ada keputusan dan resolusi yang menentangnya “Tidak ada negara yang aman kecuali Israel menerima hukum internasional dan menganggap dirinya terikat oleh hukum internasional,” katanya.
Erdogan menilai Israel yang tidak terlindungi oleh hukum merupakan ancaman tidak hanya bagi Palestina atau Gaza tetapi juga bagi perdamaian global dan kemanusiaan secara keseluruhan. Ia mengecam serangan Israel pada Minggu (26/5) terhadap sebuah kamp pengungsi di Rafah, Gaza selatan yang menewaskan sedikitnya 45 orang dan menyulut api yang menyebar dengan cepat melalui tenda-tenda dan akomodasi sementara.
Presiden Turki itu turut mengkritik ketidakmampuan sistem internasional, termasuk badan-badan seperti PBB untuk menghentikan kekejaman yang sedang berlangsung di Gaza yang menyebabkan lebih dari 36.000 warga Palestina terbunuh dan telah menyebabkan kehancuran yang luas, pengungsian, dan kondisi kelaparan. “PBB bahkan tidak mampu melindungi personel atau pekerja bantuannya sendiri, apalagi menghentikan genosida.
Bukan hanya umat manusia yang binasa di Gaza, tapi PBB juga dengan semangatnya,” ucapnya. Mengecam Barat atas dugaan keterlibatannya dalam perang Israel di Gaza, pemimpin Turki tersebut mengatakan bahwa tidak ada keyakinan yang menganggap sah untuk membakar warga sipil yang tidak bersalah sampai mati di tenda mereka. Sementara itu, dunia menyaksikan kebiadaban vampir yang dikenal sebagai Netanyahu melalui siaran langsung.
“Negara Amerika, tangan Anda juga berlumuran darah; para kepala negara dan pemerintahan Eropa, Anda telah terlibat dalam barbarisme Israel karena Anda tetap diam,” tuturnya. Lebih lanjut ia mengatakan nilai-nilai seperti demokrasi, hak asasi manusia, kebebasan berbicara dan pers, hak-hak perempuan dan anak-anak telah musnah karena kematian umat manusia di Gaza. Zionisme, sebutnya, sedang dibuka kedoknya di seluruh dunia. “Kaum muda mulai melihat betapa Zionisme adalah sebuah penyimpangan yang melanggar hukum dan saya berharap revolusi ini akan membebaskan dunia dari penyimpangan Zionis,” kata dia.
Sumber : Anadolu