01
February

 

VOInews.id- Institut Teknologi Bandung (ITB) lewat Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis (TRKK) dan Pusat Rekayasa Katalisis (PRK) menegaskan bahwa Indonesia butuh untuk memproduksi sendiri katalis yang merupakan elemen penting dalam produksi bahan bakar. Pasalnya, kata Kepala Lab TRKK ITB Melia Laniwati Gunawan, katalis yang merupakan bahan penting pengembangan bahan bakar hijau karena juga merupakan kunci konversi minyak nabati jadi biofuel, kebanyakan masih harus didatangkan dari luar negeri.

 

"Untuk katalis, kita (kebanyakan) masih impor, dari Jerman, India, China, AS dan lainnya, dan negara luar juga memasang harga yang tinggi karena eksklusifitas bahan baku serta cara pembuatannya," ucap Melia di Kampus ITB Bandung, Rabu. Lebih lanjut, Melia mengatakan karena bukan komoditas dan bahan baku yang dirahasiakan itu, menyebabkan harga dari elemen hasil rekayasa kimia itu menjadi tinggi, bahkan bisa menjadi daya tawar kepada Indonesia. "Akan jadi masalah kalau nanti negara-negara penghasil itu melakukan embargo. Karenanya menjadi sangat penting Indonesia bisa memproduksi sendiri katalis ini," ucapnya. ITB, kata Melia, saat ini tengah mengembangkan dan telah bisa memproduksi katalis ini dengan reaktor yang bisa memproduksi sampai 40 kilogram satu hari. "Namun di sini masih untuk penelitian. Dan ke depan mudah-mudahan terealisasi proyek strategis nasional pembangunan pabrik katalis di Cikampek, Jawa Barat," ujarnya.

 

Saat ini, ucap Melia, TRKK dan PRK ITB tengah memfokuskan penelitiannya untuk mengembangkan teknologi katalisis dan sistem pemroses minyak sawit dan minyak inti sawit menjadi berbagai produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi, dengan fokus utama konversi minyak sawit dan inti sawit jadi berbagai bahan bakar nabati dengan didukung berbagai pemangku kepentingan. Hasilnya, telah ada Bensin Sawit (Bensa) yang setelah melalui penelitian sejak 1982, sempat terhenti sebelum mulai lagi pada 2017 dengan dukungan dana penelitian dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), hingga akhirnya tahun 2019 berhasil diproduksi bensa dengan RON sekitar 110-115 telah mengalami uji coba pemakaian pada motor dari Bandung ke Sabang (Aceh).

 

Kemudian, ada katalis untuk membersihkan pengotor pada produk nafta dan diesel fosil hingga menghasilkan Diesel Biohidrokarbon yang telah diteliti dan dikembangkan sejak tahun 2005 bersama Pertamina, yang seiring perkembangannya katalis ini dapat digunakan untuk mengkonversi minyak sawit menjadi diesel biohidrokarbon melalui proses hydrotreating. Katalis hydrotreating yang dikembangkan itu juga, dapat digunakan untuk mengkonversi minyak inti sawit menjadi bio-kerosene (bahan baku avtur), dan berhasil diproduksi bioavtur J2.4 (campuran 2.4 persen bio-kerosene dalam avtur fosil) yang kini telah melalui proses uji statis bahkan uji terbang menggunakan pesawat CN235 Bandung-Jakarta-Bandung. "Dan uji terbang juga dilakukan dengan pesawat komersial jenis Boeing 737-800 yang terbang dari Jakarta ke Solo, dan kembali ke Jakarta, uji untuk konfirmasi proses produksi dan kualitas bioavtur ini berhasil dengan baik," ujar Melia.

 

Anggota Tim Pengembang Katalis PRK ITB lainnya, IGBN Makertiharta, mengungkapkan bahwa masih banyak kegiatan dan usaha yang harus dikerjakan agar teknologi katalisis dan proses produksi bahan bakar nabati dari sawit ini dapat diterima dan dikembangkan hingga skala komersial dan diterima oleh masyarakat Indonesia hingga memiliki keekonomian lebih layak. Namun menurutnya ini potensi besar bagi Indonesia menjadi penghasil bahan bakar nabati mengingat Indonesia adalah produsen minyak nabati terbesar di dunia.

 

"Dan rumah bagi banyak sekali sumber daya alam minyak nabati, misalnya kelapa, nyamplung, kemiri sunan, malapari, biji karet, biji kapok, dan lain sebagainya, termasuk minyak jelantah," kata Hari. Tetapi, tambahnya, usaha pengembangan dan hilirisasi hasil penelitian dalam bidang katalis untuk proses produksi bahan bakar nabati ini, harus pula disertai dengan kegiatan-kegiatan lain terkait dengan studi keberterimaan produk, studi pasar, diskusi dan premis tentang kebijakan yang berpihak pada petani dan produk bahan bakar nabati. "Termasuk studi life cycle analysis, dan lain sebagainya. Artinya keberpihakan pemerintah untuk pemanfaatan sawit sebagai bahan baku bahan bakar nabati mutlak diperlukan," tuturnya.

 

Antara

01
February

 

VOInews.id- Indonesia membidik pasar jamu dan obat tradisional Kamboja karena Indonesia melihat adanya potensi pasar yang besar bagi produk-produk tersebut, kata Duta Besar RI untuk Kamboja Santo Darmosumarto. Santo bertemu dengan Wakil Presiden Kamar Dagang Kamboja (Cambodia Chamber of Commerce/CCC), Lim Heng, di kantor pusat CCC di Phnom Penh, Senin (29/1), membahas upaya-upaya untuk meningkatkan kemitraan ekonomi antara Indonesia dan Kamboja, demikian keterangan KBRI Phnom Penh, Rabu.

 

Untuk mencapai tujuan tersebut, KBRI Phnom Penh akan menyelenggarakan sejumlah kegiatan promosi pada tahun ini, salah satunya pameran kesehatan dan kecantikan, yang akan berlangsung di Phnom Penh dan Sihanoukville pada Juni 2024. “Produk kesehatan Indonesia kini semakin diterima dengan baik oleh konsumen Kamboja. Kami yakin terdapat potensi yang sangat besar bagi produsen Indonesia, khususnya di bidang jamu dan obat tradisional," ujar Santo. Santo menyebut pameran kesehatan dan kecantikan ini akan menjadi awal sebelum penyelenggaraan “Sousday Indonesia", sebuah acara untuk mempromosikan perdagangan, investasi, dan pariwisata Indonesia.

 

Kegiatan ini akan diadakan di Phnom Penh pada September 2024. Santo berharap kegiatan itu bisa menarik 100 perusahaan Indonesia dan Kamboja untuk berpartisipasi. KBRI Phnom Penh juga akan mengundang delegasi besar pengusaha Kamboja untuk mengikuti pameran perdagangan internasional terbesar di Indonesia, yaitu Trade Expo Indonesia (TEI), pada Oktober 2024. Di sela-sela pameran itu, menurut rencana juga akan diadakan forum untuk menjajaki peluang kerja sama infrastruktur.

 

Tahun ini adalah peringatan 65 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Kamboja. Lim menyampaikan komitmen CCC untuk mendukung upaya KBRI Phnom Penh dalam mendorong kerja sama perdagangan bilateral, investasi, dan pariwisata. Ia menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia dan Kamboja harus melakukan upaya lebih untuk mendorong interaksi antara sektor swasta kedua negara, termasuk kolaborasi antara CCC dan Kamar Dagang Indonesia di Kamboja (IndoCham). Menurut data Kementerian Perdagangan RI, nilai total perdagangan Indonesia dan Kamboja pada Januari s.d. November 2023 tercatat 874,5 juta dolar AS (sekitar Rp13,78 triliun), dengan nilai ekspor 788,6 juta dolar AS (Rp12,42 triliun) dan impor 85,9 juta dolar AS (Rp1,35 triliun).

 

Antara

31
January

VOInews, Jakarta: Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi, mengatakan Indonesia berharap agar Rencana Aksi Kemitraan Komprehensif untuk tahun 2024-2025 antara Indonesia dan Belanda dapat diimplementasikan dengan baik. Hal itu ia sampaikan saat bertemu Menlu Belanda Hanke Bruins Slot di Den Haag, Belanda, Rabu (31/1/2024).

 

"Saya tekankan kembali beberapa prioritas kerja sama bilateral, antara lain transisi energi, industri digital, dan juga pengembalian barang-barang bersejarah Indonesia," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta.

 

Menlu Retno juga menekankan pentingnya kedua negara untuk terus bekerja sama di dalam memperkuat produksi kelapa sawit yang berkelanjutan. 

 

"Sebagaimana diketahui, 14 persen dari total ekspor Indonesia ke Belanda adalah berupa kelapa sawit," katanya.

 

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Menlu Belanda Hanke Bruins Slot menyampaikan komitmen Belanda untuk bekerja sama di dalam konteks pembangunan ibukota baru. Terutama terkait dengan perairan dan kota berkelanjutan (sustainable city).

 

"Belanda juga menyampaikan dukungan penuh bagi aplikasi Indonesia untuk menjadi anggota OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan)," katanya.

 

Sementara itu terkait rencana pertemuan Menlu ASEAN dan Uni Eropa, Menlu Retno menyoroti perkembangan pembahasan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif (CEPA) antara Indonesia dan Uni Eropa.

 

"Saya tekankan prinsip saling menguntungkan menjadi pedoman di dalam negosiasi. Spirit inilah yang perlu terus dijaga dalam penyelesaian negosiasi," katanya.

 

Sejak 2016, Indonesia dan Uni Eropa telah melakukan 16 

kali putaran perundingan dan putaran ke-17 perundingan akan dilakukan bulan Februari 2024 di Indonesia. Menlu Retno berharap agar negosiasi negosiasi akan dapat diselesaikan dalam waktu dekat.

 

"Saya kembali menyampaikan beberapa kebijakan UE yang dinilai merugikan Indonesia termasuk terkait kelapa sawit dan EUDR (Regulasi Uni Eropa tentang Deforestasi). Saya juga menekankan bahwa komitmen untuk melakukan hilirisasi industri akan terus dilakukan oleh Indonesia. Saya berharap Belanda akan dapat terus memberikan dukungan terhadap negosiasi Indonesia-EU CEPA ini," katanya.

 

Dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Belanda, Menlu RI juga membahas isu Palestina. Menurut Retno Marsudi, Indonesia menyayangkan tindakan negara-negara, termasuk Belanda, yang menghentikan bantuan kepada Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

 

Retno Marsudi pun mendorong pentingnya investigasi yang komprehensif, kredibel, dan transparan dengan segera,  sehingga semua tuduhan keterlibatan sejumlah personel UNRWA dalam serangan 7 Oktober mendapatkan kejelasan.

 

"Pembekuan dukungan keuangan terhadap UNRWA akan sangat memperburuk situasi kemanusiaan yang memang saat ini sudah sangat buruk," katanya.

 

Pertemuan kedua Menteri Luar Negeri adalah pertemuan ke-3 sejak September 2023. Menurut Menlu Retno, Belanda merupakan mitra dagang terbesar pertama dari Eropa dan juga mitra investasi yang pertama terbesar di Eropa untuk Indonesia, termasuk dalam bidang pariwisata.

31
January

 

 

Hubungan diplomatik Indonesia dan Maroko sarat dengan nilai romantika historis. Sejumlah fakta mengenai hubungan bilateral kedua negara menarik untuk dikaji. Duta Besar RI di Rabat, Hasrul Azwar pada program Ranah Diplomasi yang tayang pada kanal Youtube Voice of Indonesia pada Senin (29/01) menyampaikan sejumlah catatan penting yang mendasari persahabatan dua negara.

 

 

Pertama, Dubes Hasrul Azwar mengatakan, jauh sebelum diresmikannya hubungan diplomatik, Indonesia telah dikenal Maroko pada tahun 1346 M oleh penjelajah besar Maroko yang bernama Ibnu Batutah (w. 1369 M). Rihlah Ibnu Batutah, dalam bukunya yang berjudul Perjalanan Ibnu Batutah, menceritakan perjalanannya dari Maroko ke Mesir, Syria, India, China hingga ia berlabuh di Aceh. Batutah menggambarkan adanya sebuah Kerajaan Islam, yaitu Samudera Pasai, yang menyembah Allah Yang Maha Esa dan kuburan pelaut muslim termasyhur yang terletak di kota Tangier, sebuah kota di tepi laut yang berlokasi di seberang Spanyol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang Maroko-lah yang pertama kali mengunjungi usantara, Indonesia saat itu.

 

Kedua, Hasrul Azwar melanjutkan Presiden Soekarno mendapat posisi yang mulia di mata Masyarakat Maroko. Soekarno dianggap sebagai tokoh revolusi dunia yang mampu menghimpun kekuatan Asia-Afrika berjuang melawan kolonialisme, puncaknya pada perhelatan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1955 di Bandung. Setahun berselang, tepatnya 2 Maret 1956, Maroko berhasil merebut kemerdekaannya dari Prancis. Begitu hebatnya kunjungan Presiden Soekarno, sebagai kepala negara asing pertama yang datang pertama menyambut kemerdekaan Maroko. Raja Maroko mengabadikan kunjungan historis tersebut dengan memakai nama Presiden pertama RI tersebut menjadi nama salah satu jalan utama di kota Rabat, yaitu Syari’ Al-Rais Ahmed Soekarno, sekarang menjadi Rue Soekarno (Jalan Soekarno). Selain itu, Maroko juga mengabadikan kedekatannya dengan Indonesia yang dianggap sebagai saudara kandung melalui penamaan Jalan Indonesia, Jalan Jakarta dan Jalan Bandung.

 

Ketiga, Hasrul Azwar menambahkan, persahabatan Indonesia dan Maroko juga tampak jelas pada kebijakan konsuler antar kedua negara. Raja Mohammed V memberi oleh-oleh kunjungan Presiden Soekarno berupa pembebasan visa bagi warga Indonesia yang berkunjung ke Maroko. Hebatnya, keistimewaan itu masih berlaku hingga saat ini. Diketahui, warga negara Indonesia dapat berkunjung ke Maroko tanpa visa selama periode waktu tiga bulan atau 90 hari.

 

Keempat, menurut Hasrul Azwar hubungan bilateral Indonesia dan Maroko ditopang oleh beberapa simpul ikatan budaya dan kerjasama antarbangsa. Di samping mayoritas masyarakat kedua negara yang beragama Islam, umat Islam Indonesia dan Maroko juga sama-sama penganut ahlussunnah wal jama’ah. Baik Indonesia maupun Maroko merupakan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Gerakan Non-Blok, Organisasi Kerjasama Islam, dan keduanya aktif dalam Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Dunia Islam (ICESCO), yaitu organisasi semacam UNESCO yang diprakarsai negara-negara Islam.

 

Kelima, Indonesia dan Maroko telah menaikkan status hubungan bilateral menjadi strategic partnership sejak Desember 2023. Dubes Hasrul Azwar mengatakan Maroko memandang posisi Indonesia yang strategis sebagai salah satu pendiri perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Sejak keketuaan ASEAN pada 2023, Indonesia mendukung penuh Maroko menjadi mitra dialog ASEAN, sebaliknya Maroko menjadi hub penting bagi produk Indonesia dalam upaya penetrasi pasar Afrika dan Eropa.