Daniel

Daniel

12
November


Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Dunia Ekonomi Kreatif (WCCE) yang pertama kali diadakan. Bertempat di Nusa Dua, Bali, konferensi berlangsung 6 hingga 8 November dan diikuti oleh 1500 peserta lebih dari 30 negara. World Conference on Creative Economy (WCCE) menghasilkan Bali Agenda for Creative Economy yang akan disampaikan di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun depan. Salah satu poin kesepakatan adalah terpilihnya Uni Emirat Arab sebagai lokasi pelaksanaan WCCE pada 2020.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf, Kamis (8/11) mengatakan, Bali Agenda for Creative Economy merupakan aspirasi dan refleksi pentingnya ekonomi kreatif terhadap perekonomian global. Kolaborasi sangat diperlukan untuk mendukung penguatan ekosistem ekonomi kreatif. Deklarasi tersebut diharapkan semakin memperkuat kolaborasi dan kerjasama Internasional di tingkat global. Hal ini merefleksikan komitmen yang kuat dari seluruh peserta untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang ekonomi kreatif.

Bali Agenda berisi isu akses permodalan, akses pasar, pengembangan produk, promosi, pengembangan infrastruktur, dan lainnya. Menurut Triawan Munaf, Bali Agenda merupakan tonggak sejarah pengembangan ekonomi kreatif. Deklarasi ini merupakan hasil pertemuan delegasi dalam kegiatan Friends of Cretive Economy (FCE) yang diselenggarakan pada hari pertama WCCE 2018. Kesepakatan tersebut mencakup empat poin utama yang terbagi menjadi 21 poin turunan.

Poin penting pertama adalah kolaborasi dan perilaku kolektif dari FCE. Negara peserta menyepakati pembentukan Pusat Unggulan Ekonomi Kreatif di Indonesia. Center of Excellence ini berfungsi sebagai serambi pelaku ekonomi kreatif dari seluruh dunia guna menghubungkan gagasan, sumber daya, informasi, dan konsep-konsep bisnis, antara lain di sektor musik, kuliner, aplikasi digital dan lain-lain. Poin lainnya adalah pengembangan ekosistem ekonomi kreatif; perayaan, promosi, dan pemberdayaan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), warisan budaya, dan keberagaman; terakhir adalah penentuan lokasi pelaksanaan WCCE selanjutnya.

Sebelumnya saat memberi sambutan pada Konferensi Ekonomi Kreatif Dunia di Nusa Dua, Bali, Rabu,7/11 Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan,Indonesia  akan menjadi modal ekonomi kreatif di kawasan Asia Tenggara. Warisan budaya Indonesia yang kaya telah memungkinkan Indonesia untuk mengembangkan industri kreatif, fashion, kuliner, seni dan kerajinan, serta hiburan. Hal ini, telah menjadi jangkar bagi perekonomian Indonesia yang memungkinkannya untuk tetap kuat dalam menghadapi krisis ekonomi. Indonesia memiliki modalitas kreatif lebih dari cukup yang berasal dari 700 etnis di seluruh nusantara. Untuk itu, menurut Retno dibutuhkan sinergi antara akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah dan media untuk mewujudkannya.

13
November


Pendidikan sangat berperan penting dalam kemajuan dan pembangunan suatu bangsa. Karena itu dunia pendidikan, terutama pendidikan tinggi, harus mendapat perhatian besar baik dari pemerintah maupun masyarakat. Para lulusannya diharapkan akan menjadi modal atau sumber daya dalam mengembangkan negara. Namun, harapan ini seringkali tidak sejalan dengan kenyataan. Pada saat ini, bukan rahasia lagi jika ada banyak lulusan Perguruan tinggi yang belum mendapatkan pekerjaan.

Penumpukan lulusan perguruan tinggi yang menganggur ditengarai disebabkan banyaknya kampus yang kurang inovatif. Untuk itu MenteriRiset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mendorong kampus untuk berinovasi dalam berbagai bidang. Menumpuknya sarjana yang menganggur merupakan dampak dari kampus yang lamban berinovasi.

Salah satu indikasinya, ketika sebuah  perguruan tinggi membuka program studi (prodi)  baru, maka perguruan tinggi yang lain ikut-ikutan membuka program yang sama. Padahal kebutuhan akan lulusan program tersebut tidaklah terlalu signifikan. Akibatnya ada banyak lulusan,sementara permintaan atau kebutuhan di lapangan kecil.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya kampus bisa berpikir ke depan dan menginisiasi prodi baru yang benar-benar dibutuhkan. Saat ini,  bukan hal yang aneh jika ada banyak lulusan perguruan tinggi yang bekerja tidak sesuai dengan  bidang akademiknya. Ada banyak anak muda yang membuka usaha dan bekerja di luar bidang studinya.    Hal ini sah-sah saja,  setidaknya dapat mengurangi angka pengangguran atau bahkan membuka peluang kerja bagi orang lain. Namun bila diingat waktu kuliah yang dihabiskan untuk program studi yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan lapangan kerja yang kemudian ditekuni, sungguh tidak ideal, kalau tidak mau dikatakan pemborosan waktu dan biaya.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Agustus 2018 jumlah pengangguran di Indonesia berkurang 40 ribu orang dibandingkan bulan Agustus 2017. Artinya ada perbaikan dari tahun sebelumnya. 

Sayang, menurut pemetaan penyerapan tenaga kerja, serapan  level sarjana masih  memprihatinkan,  hanya sekitar 17,5%. Angka ini jauh lebih kecil dari level non-S1. Artinya, inovasi diperlukan agar para lulusan Perguruan Tinggi benar-benar dibutuhkan pasar.

12
November


Pemerintah Republik Indonesia bersama United Nation Industrial Development Organization (UNIDO) menyelenggarakan Konferensi Regional Pembangunan Industri ke-1 atau Regional Conference on Industrial Development/RCID di Bali pada 8-9 November 2018. Kegiatan ini bertujuan untuk membuka peluang dan potensi dalam penerapan revolusi industri 4.0 di negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik.

Industri generasi ke 4 atau Industri 4.0 saat ini memang sering disebut-sebut pemerintahan Joko Widodo.  Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi selalu menyinggung tentang industri 4.0. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah meresmikan peta jalan atau roadmap yang disebut Making Indonesia 4.0.yang akan memberikan arah bagi pergerakan industri nasional di masa depan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju.Peta jalan Making Indonesia 4.0 itu ditetapkan oleh Presiden sebagai salah satu agenda nasional Indonesia. Sebagai koordinator program tersebut adalah Kementerian Perindustrian.

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan Industri 4.0? Menurut Plt (Pelaksanan Tugas) Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara, industri 4.0 merupakan tren transformasi proses industri yang didorong oleh pesatnya perkembangan teknologi, khususnya dalam proses otomasi dan pertukaran data. implementasi revolusi industri generasi keempat melibatkan beberapa aspek utama pada transformasi teknologi terkini.

Revolusi industri 4.0 yang mengandalkan internet tentu saja semakin memberikan kemudahan bagi manusia. Saat ini, revolusi industri keempat juga telah mengubah ekonomi, pekerjaan, dan bahkan masyarakat itu sendiri. Revolusi ini menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga kehidupan manusia sehari-hari.

Layaknya koin yang punya dua sisi berbeda, industri 4.0 tak hanya membawa keuntungan, tapi juga tantangan baru, terutama bagi para tenaga kerja. Adanya otomasi atau pemanfaatan robot dalam proses produksi manufaktur memungkinkan terjadinya pengurangan tenaga kerja, walaupun jumlahnya tak signifikan.

Untuk menghadapi perubahan yang dibawa industri 4.0, Indonesia sudah bersiap mengantisipasinya. Salah satunya dengan meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program link and matchantara pendidikan dan industri. Kebijakan link and match ini dilaksanakan untuk memastikan agar kompetensi yang dimiliki SDM Indonesia sudah sesuai dengan kebutuhan industri berbasis teknologi digital, seperti halnya revolusi industri 4.0.

Semoga dengan adanya roadmap Making Indonesia 4.0 yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dan usaha peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program link and match antara pendidikan dan industri, Indonesia akan siap menghadapi Revolusi Industri Generasi ke 4 atau Industri 4.0 dan Indonesia dapat meningkatkan produktivitas dan daya saingnya.

09
November

Dalam periode pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrisson, Australia nampaknya lebih membuka diri terhadap tetangganya di Pasifik ketimbang pendahulunya. Hal ini terlihat dari  sikap oposisi Australia yang lebih proaktif di kawasan Pasifik. Untuk mendekatkan diri dengan kawasan Pasifik Barat Daya pemerintahan Scott Morrisson telah  menggelontorkan dana 2 Milyar Dollar Australia, setara dengan 20 Trilyun Rupiah.

Jika berhitung rugi laba, sebenarnya Australia tidak mendapatkan keuntungan finansial yang berarti dengan menanam modal sebesar itu. Tetapi Scott Morrison dalam sebuah pidato hari Kamis (8 November) mengatakan    Australia memiliki kepentingan Abadi terkait kawasan yang aman secara strategis, stabil secara ekonomi dan berdaulat secara politik. Hal ini telah menjadi pemikiran Australia sejak China mulai mendekati kawasan ini. Ditengarai, Negara itu  punya pamrih tersendiri di sini. Yaitu, dengan memasukkan  pengaruhnya,  China mengharapkan  dukungan kepada Taiwan di kawasan ini akan menurun. Beberapa negara di Pasifik diketahui selama ini mendukung Taiwan. Di sisi lain, Taiwan yang tidak ingin kehilangan pendukung Pasifiknya seakan berlomba pengaruh dengan China terutama setelah kehilangan dukungan dari Fiji yang memilih menutup hubungan dengan Taipei dan membuka pintu untuk China.

Namun hal itu membuat Australia tidak nyaman. Kubu oposisi Australia yang khawatir atas penguatan pengaruh China  lebih dahulu merencanakan proposal penguatan pengaruh Australia. Namun, alih-alih segera menggelontorkan dana ke kawasan, ternyata Australia dan China sendiri menghadapi masalah investasi. Menteri Perbendahaan Negara Australia  Josh Frydenberg menyatakan akan memblokir upaya China mengambil alih bisnis pipa gas di Australia sebesar 13 milyar US Dollar. Ada kekuatiran atas pemilikan asing di sana. Selain itu Australia juga melarang keterlibatan perusahaan telekomunikasi China, Huawei dalam pembangunan jaringan 5G karena alasan keamanan nasional.

Saat ini rivalitas keduanya dalam berebut pengaruh di kawasan hendaklah dengan tetap mempertahankan Pasifik yang damai. Dunia akan mengamati,  apakah kedua Negara itu  mampu  merebut simpati negara-negara Pasifik dengan cara yang elegan?  Jawabnya mungkin ada di KTT APEC pekan mendatang di Papua New Guinea.