Presiden Joko Widodo menerima Menteri Ekonomi dan Energi Republik Federal Jerman Peter Altmaier di Istana Merdeka, Jakarta Kamis (1/11). Pada kesempatan tersebut, Presiden didampingi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Usai pertemuan Thomas Lembong menjelaskan Presiden Jokowi dan Menteri Altmaier membahas revolusi industri 4.0 (four point zero).
INSERT:
Jerman sangat kuat di industrial internet atau b to b, dari korporat ke korporat, tapi masih lemah di b to c, business to consumer. Sementara kita kan kuat di b to c kayak tokpedia, traveloka, bukalapak. itu semuanya b to c. Itu contoh dimana kekuatan kita masing2 saling mengisi saling melengkapi. Menarik tadi minister menyampaikan, mungkin paling utama dari semua teknologi industri keempat atau 4.0 itu artificial intelligence, kecerdasan mesin. Menurut hemat beliau itu kreasi paling dahsyat sejak mesin uap 200 tahun yang lalu. Ke depannya di bidang industri kecerdasan mesin akan sama seperti listrik dampaknya. Semua mesin, semua produksi akan dialiri kecerdasan mesin.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan selain industri 4.0 Presiden Jokowi dan Menteri Altmaier juga membahas soal pendidikan vokasi. Hal ini sebenarnya sudah pernah dibahas oleh Indonesia-Jerman, dalam kunjungan Jokowi ke Jerman tiga tahun lalu. Pendidikan vokasi dalam hal ini adalah pelatihan vokasi, keterampilan-ketrampilan praktis buat pekerja-pekerja untuk menguasai teknik mesin, permesinan, seperti mesin industri dan mesin otomotif. Terkait industri 4.0 atau revolusi industri keempat dibicarakan soal robotik dan otomatisasi.
Sebagai kelanjutan kerjasama Indonesia dan Jerman di bidang pendidikan vokasi, Menteri Ekonomi dan Energi Jerman Peter Altmaier didampingi Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto mengunjungi Politeknik Manufaktur (Polman) Astra, di Jakarta, Kamis (1/11). Kedatangan kedua menteri tersebut untuk melihat langsung hasil kerja sama Jerman dan Indonesia melalui Perkumpulan Ekonom Indonesia-Jerman (EKONID) di bidang vokasi.
Dalam kesempatan itu Presiden Direktur Astra International sekaligus Chairman EKONID Prijono Sugiarto berharap kedua negara dapat terus berkolaborasi untuk mendidik anak bangsa yang memiliki daya saing tinggi. Saat ini Polman Astra telah berhasil membina dua instruktur yang meraih sertifikasi Meister dari Jerman pada 2017. Pada tahun ini sekitar 16 mahasiswa meraih sertifikasi Deutsche Industrie und Handelskammer (DIHK) dalam bidang otomotif mekatronik.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump merasa tidak nyaman dengan persoalan imigran yang membanjiri Amerika Serikat dari kawasan Amerika Tengah. Meskipun ada sedikit apresiasi atas langkah Mexico mencegah melimpahnya arus imigran ke Amerika Serikat, tetapi Trump masih tetap mengerahkan pasukan ke kawasan perbatasan. Setidaknya lebih dari 5000 pasukan dilengkapi dengan peluru tajam diperintahkan mengawasi perbatasan.
Ini artinya Trump tidak memberi kesempatan kepada para imigran yang mencoba memasuki Amerika Serikat secara ilegal. Apalagi, jelang pemilihan sela di Amerika, Trump tidak ingin kehilangan momentum agar dapat mencegah Demokrat mendapatkan banyak kursi di parlemen. Trump menjadikan masuknya imigran sebagai isyu utama dalam pemilihan sela ini.
Apa yang dilakukan Trump tidak sama dengan kebijakan sebelumnya. Bagi para migran yang sudah masuk Amerika Serikat, Trump akan membangun kota tenda bagi penampungan mereka. Para migran akan berada di penampungan ini selama 3 tahun sampai permohonan suaka mereka diterima. Anak-anak yang lahir selama masa itu, tidak akan lagi otomatis mendapatkan status warga Negara Amerika Serikat. Harapan Trump dengan kebijakan ini, tidak ada lagi imigran yang mau masuk Amerika Serikat. Dalam kebijakan sebelumnya, para migran dilepaskan saat mengajukan suaka. Saat ada keputusan, para migran itu tidak muncul di persidangan. Trump tidak lagi memberlakukan hal ini.
Apa yang dilakukan Trump memang menjadi prioritas pemerintahnya untuk dilaksanakan. Dalam hal ini, untuk tidak membuka pintu bagi masuknya para migran ke tanah Amerika Serikat. Kebijakannya yang tidak secara langsung memberi suaka pun menjadi hak presiden Trump. Namun yang ditunggu banyak orang adalah sikap konsisten Presiden Trump pada persoalan ini. Agar nasib para migran yang sudah masuk Amerika Serikat dan meminta suaka tidak terkatung-katung.
Indonesia sukses menyelenggarakan Our Ocean Conference 2018 yang berlangsung pada 29-30 Oktober 2018 di Nusa Dua, Bali. Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Nusa Dua, Bali, menghasilkan 287 komitmen senilai USD10,7 miliar untuk menjawab tantangan pengelolaan lautan. Konferensi yang ditutup pada Selasa (30/10/2018) itu juga menghasilkan kawasan konservasi perairan (marine protected area/MPA) seluas 14 juta km persegi.
Sejumlah negara menyampaikan komitmennya dalam penyelamatan lingkungan selama OOC 2018. Mikronesia misalnya berkomitmen untuk mewujudkan transparansi 100% dalam bisnis perikanan tuna. Mereka juga mengajak negara-negara Pasifik lainnya untuk melakukan hal serupa. Presiden Mikronesia Peter Christian mengatakan negaranya menargetkan akan mencapai komitmen itu pada 2023 melalui kombinasi pemantauan secara elektronik dan manual pada kapal penangkap ikan skala besar yang beroperasi di wilayah perairan mereka.
Uni Eropa kembali menegaskan 50 komitmen yang memiliki nilai lebih dari 550 juta Euro yang untuk program-program yang mendorong perlindungan laut, seperti penanganan sampah plastik, pembangunan Blue Economy yang lebih berkelanjutan serta untuk peningkatan kegiatan riset dan pengawasan laut.
Indonesia yang menjadi tuan rumah OOC 2018 juga memberi kejutan dengan menyampaikan 23 komitmen. Padahal pada penyelenggaraan OOC 2017 di Malta, Pemerintah Indonesia hanya menyampaikan 10 komitmen saja. Untuk OOC tahun ini, nilai komitmen yang disampaikan Indonesia untuk melakukan aksi perlindungan laut sebanyak sekitar 500 juta USD.
Selain komitmen pemerintah, sejumlah perusahaan global juga menyampaikan komitmen mereka dalam penyelamatan lautan. perusahaan multinasional, Coca-cola, turut memberikan komitmen tersebut. perusahaan itu meluncurkan komitmen global bernama World Without Waste, dengan target 50% kemasan produknya menggunakan bahan daur ulang pada 2025. Pada 2030, targetnya 100% kemasannya yang bisa didaur ulang. Komitmen ini akan dilakukan secara global di seluruh negara di mana badan usaha itu berada, termasuk di Indonesia.
Meskipun, tidak ada kesepakatan formal yang mengikat (binding agreement) bagi mereka untuk memenuhi komitmen tersebut. Namun, menurut Wakil Presiden Conservation Internasional (CI) Indonesia Ketut Sarjana Putra, komitmen tersebut tetap penting. CI Indonesia, misalnya, membuat komitmen pada OOC 2016 lalu untuk mewujudkan Blue Abadi Fund sebagai pendanaan berkelanjutan bagi konservasi kelautan. Sarjana mengklaim komitmen itu sudah tercapai dan dikelola oleh Yayasan Kehati. Dalam OOC 2018, CI Indonesia membuat komitmen lain bernama Blue Hello S. Komitmen tersebut adalah insentif dari industri perikanan untuk memberikan pendanaan bagi wilayah konservasi di zona inti konservasi yang dikelilingi wilayah perikanan.
Our Ocean Conference 2018 juga mencatat langkah maju dibandingkan dengan OOC sebelumnya. Pertama, dalam OOC Bali mulai ada mekanisme pemantauan terhadap komitmen para pihak (commitment tracking) untuk melihat sejauh mana kemajuan komitmen tersebut. Kedua, Indonesia telah memimpin proses keterbukaan data ikan melalui vessel monitoring system untuk mengecek lokasi kapal pada waktu tertentu. Mulai tahun ini, Peru mulai mengikuti langkah Indonesia.
Tanpa bermaksud untuk mengecilkan kesuksesan penyelenggaraan OOC 2018, ada catatan kritis terhadap komitmen OOC 2018 seperti dikemukakan oleh para pengamat, diantaranya, masih banyak komitmen palsu, seperti isu polusi laut. Disayangkan juga Negara-negara yang berkomitmen belum menunjukkan perubahan dari model bisnisnya. Hal lainnya adalah komitmen mengarusutamakan produksi dan konsumsi berkelanjutan, tetapi, nyatanya mereka masih fokus didaur ulang.
Tindakan kejam tentara Israel memborbardir Gaza, Palestina memunculkan kecaman internasional, termasuk Indonesia. Kemarahan Indonesia terhadap tindakan Israel itu, antara lain dipicu oleh serangan Israel 27 Oktober lalu yang menyebabkan kerusakan pada Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza. Kecaman terhadap tindakan biadab Israel diucapkan langsung oleh Presiden Joko Widodo 28 Oktober lalu. Menurut Joko Widodo serangan membabi buta Israel itu tidak hanya merusakkan Rumah Sakit tetapi juga wilayah lain di Gaza.
Sebagaimana dilaporkan sukarelawan Medical Emergency Rescue Committee atau MER C Indonesia, rumah sakit Indonesia rusak di beberapa bagian akibat serangan membabi buta Israel selama dua hari sejak 26 Oktober 2018.
Tindakan kejam Israel itu sangat berlawanan dengan misi Indonesia membangun rumah sakit di Gaza. Sejak tahun 2008 rumah sakit Indonesia dibangun sebagai wujud solidaritas rakyat dan pemerintah Indonesia, sekaligus sebagai misi kemanusiaan membantu rakyat Palestina yang tinggal di jalur Gaza. Akibat kerusakan yang terjadi, para pasien rumah sakit terpaksa harus dipindahkan dan ditempatkan di lorong lorong rumah sakit yang lebih aman.
Serangan roket tentara Israel menyebabkan rusaknya rumah sakit, yang dibangun untuk menunjang misi kemanusiaan . Ini membuktikan bahwa Israel telah bertindak membabi buta di Jalur Gaza. Dengan alasan membalas serangan pasukan Hizbullah yang berada di wilayah Gaza, tentara Israel diperintahkan menyerang Gaza tanpa lagi memperhitungkan sasaran sasaran strategis. Sudah tidak terhitung lagi jumlah masyarakat sipil yang menjadi korban baik meninggal dunia maupun luka luka. Tidak sedikit anak-anak yang tidak lagi mempunyai orang tua, atau mereka yang kehilangan orang-orang yang dicintai.
Rasa kemanusiaan nampaknya tidak lagi ada di hati pemerintah Israel. Kendati gencatan senjata sudah diupayakan untuk digelar, namun serangan tetap saja dilakukan dengan gencar.
Indonesia, melalui Presiden Jokowi sudah langsung mengecam tindakan membabi buta Israel. Sikap itu tentu bukan semata mata karena terjadinya kerusakan di rumah sakit Indonesia. Melainkan sebagai sikap yang konsisten mendukung perjuangan rakyat dan pemerintah Palestina, serta pengakuan atas kedaulatan Palestina. Namun dukungan terhadap Palestina memang tidak cukup sebatas kata kata. Kecaman saja tidak lagi didengar dan diperhatikan oleh Israel. Tindakan nyata sungguh sangat diperlukan agar terasa menjadi tekanan, khususnya melalui berbagai forum internasional.