04
February

Jakarta (voinews.id) : Pertemuan ASEAN Coordinating Council (ACC) ke-32 mengadopsi Pedoman Pelaksanaan Status Pengamat yang diberikan kepada Timor Leste. Selain itu, pertemuan juga mengadopsi Kerangka Acuan yang telah direvisi dari Kelompok Kerja ACC tentang Timor Leste.

“ACC juga menugaskan ACC Working Group on Timor-Leste untuk mengerjakan draft Roadmap untuk keanggotaan penuh Timor-Leste,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Jumat (3/2) di Jakarta.

Selain itu menurut Retno, ACC ke-32 juga mendukung High-Level Task Force (HLTF) on Economic Integration untuk mengembangkan ASEAN Blue Economy Framework.

“ACC menugaskan SOM untuk menjajaki pembentukan SOM Working Group dengan mandat memperkuat proses pengambilan keputusan ASEAN,” tambahnya.

Lebih lanjut, Retno Marsudi menyebut, pertemuan ACC juga menugaskan Committee of Permanent Representative (CPR) untuk meninjau Kerangka Acuan CPR dan menyelesaikan Kerangka Acuan East Asia Summit Ambassador Meeting in Jakarta (EAMJ).

“Dan membahas revisi Modalitas untuk Ketua ASEAN dan Badan Sektoral ASEAN untuk Menjadi Tuan Rumah Pertemuan di Sekretariat ASEAN dan membahas masalah pendanaan,” katanya.

Selain itu menurut Retno, ACC ke-32 juga menyepakati Dana Tanggap Covid-19 (Covid-19 Response Fund) akan diperluas menjadi Dana Tanggap ASEAN untuk Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Penyakit Baru (ASEAN Response Fund).

Di awal pertemuan ACC ke-32, menurut Retno, Sekjen ASEAN Kao Kim Hourn juga memberi pengarahan pada pertemuan mengenai operasinalisasi rekomendasi penguatan kapasitas dan efektivitas kelembagaan ASEAN. Dalam kesempatan tersebut, Sekjen ASEAN juga menyoroti modalitas partisipasi Timor Leste dalam pertemuan ASEAN. Selain itu menurut Retno, Sekjen ASEAN juga menyoroti pentingnya negara-negara ASEAN untuk memanfaatkan potensi Ekonomi Biru.

03
February

Jakarta (voinews.id) : Indonesia menggelar pertemuan ke-32 ASEAN Coordinating Council (ACC) di Jakarta. Acara ini merupakan rangkaian dari pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN yang merupakan acara pembuka Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan seluruh negara peserta pertemuan ASEAN Coordinating Council ke-32 mengambut partisipasi Timor Leste dalam pertemuan ASEAN untuk pertama kalinya.

“Saya mengucapkan selamat kepada Menteri Adaljiza Magno dari Timor-Leste pada kesempatan ini,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam keterangan pers, Jumat (3/2) di Jakarta.

Salah satu agenda utama ACC adalah memberi pengarahan pada pertemuan tentang Prioritas Keketuaan ASEAN Indonesia dan hasil-hasilnya sepanjang tahun. Terkait hal itu, Retno Marsudi menyampaikan 3 pilar keketuaan Indonesia.

“Pilar pertama adalah ASEAN Matters,” kata Retno.

Ia menjelaskan, ASEAN perlu tetap relevan dengan mempertahankan sentralitasnya dan menjadi jangkar stabilitas dan kemakmuran kawasan di Indo-Pasifik.

“Pada saat yang sama, saya juga menggarisbawahi perlunya ASEAN yang berwawasan ke depan dengan kapasitas yang kuat untuk mengantisipasi dan mengatasi tantangan masa depan,” katanya.

Dalam konteks ini, menurut Retno, Indonesia akan mengusulkan inisiatif untuk memperkuat kesiapan ASEAN dalam menghadapi tantangan saat ini dan masa depan menuju tahun 2045, melembagakan dialog tentang hak asasi manusia, dan meningkatkan kerja sama ASEAN untuk mencegah dan memerangi Perdagangan Manusia.

“Pilar kedua adalah Epicentrum of Growth,” lanjutnya.

Sejalan dengan inisiatif memperkuat ASEAN, menurut Retno, ASEAN perlu memastikan kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, kuat, dan berkelanjutan.

“Di bawah pilar ini Indonesia akan mengusulkan hasil yang akan menjadikan kawasan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan,” katanya.

Untuk itu, menurut Retno, Indonesia sebagai dalam Keketuaan ASEAN 2023 akan berfokus pada 4 aspek utama, yaitu memperkuat arsitektur kesehatan ASEAN, memperkuat ketahanan pangan termasuk memastikan rantai pasokan yang kuat dan fasilitasi perdagangan, memastikan ketahanan energi untuk mendukung transisi dari energi fosil ke energi bersih dan terbarukan antara lain dengan mengembangkan ekosistem kendaraan listrik regional, serta memperkuat stabilitas keuangan.

“Untuk lebih memastikan ketahanan ekonomi kita terhadap guncangan eksternal di masa depan,” katanya.

Adapun pilar ketiga keketuaan Indonesia di ASEAN adalah implementasi ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP).

“Seperti yang diamanatkan oleh para Pemimpin kita, Indonesia akan mendorong tindak lanjut Pengarusutamaan Empat Area Prioritas AOIP,” kata Retno.

Terkait hal ini, Retno mengatakan, Indonesia akan mengidentifikasi daftar proyek konkrit untuk implementasi AOIP yang akan melibatkan semua mitra ASEAN.

“Keketuaan kita juga akan memperkuat hubungan ASEAN dengan Pasifik, melalui pembentukan kerja sama Sekretariat-ke-Sekretariat antara ASEAN dan Forum Kepulauan Pasifik (PIF),” katanya.

Lebih lanjut, Retno Marsudi menambahkan, dalam Keketuaannya di ASEAN tahun 2023, Indonesia juga akan menyelenggarakan beberapa acara unggulan di bawah Forum ASEAN-Indo-Pasifik untuk mengimplementasikan ASEAN Outlook on the Indo-Pasifik.

Diantara acara unggulan itu adalah Dialog Pemuda tentang Pengembangan Digital untuk SDGs yang akan diselenggarakan pada bulan April, Forum Ekonomi Kreatif pada bulan Agustus, serta Forum Infrastruktur dan KTT Bisnis dan Investasi ASEAN yang akan diselenggarakan secara berurutan dengan KTT ASEAN ke-43 pada bulan September.

03
February

Jakarta (voinews) : Rangkaian pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN dimulai dengan Working Lunch pada Jumat (3/2) di Sekretariat ASEAN Jakarta. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pertemuan tersebut didedikasikan untuk membahas Myanmar secara terbuka, mendalam dan terus terang sebagai keluarga.

“Saya memberi pengarahan pada pertemuan tentang pendekatan Indonesia terhadap Myanmar sebagai Ketua,” katanya dalam keterangan pers, Jumat.

Menurut Retno, Indonesia berpegang pada Five-Point Consensus (5PC) untuk menjadi acuan utama untuk mengatasi krisis Myanmar. Terkait hal ini, menurutnya, Indonesia akan mengedepankan tiga pendekatan.

Pertama, melibatkan semua pemangku kepentingan sebagai langkah pertama untuk memfasilitasi kemungkinan dialog nasional yang inklusif.

“Saya juga berbagi keterlibatan awal saya dengan semua pemangku kepentingan,” katanya.

Kedua, membangun kondisi yang kondusif untuk membuka jalan bagi dialog yang inklusif. Menurut Retno, dua isu penting yang harus diperhatikan untuk menciptakan iklim kondusif di Myanmar, yaitu menghentikan kekerasan dan melanjutkan pemberian bantuan kemanusiaan.

“Kedua kondisi ini sangat penting untuk membangun kepercayaan dan keyakinan,” katanya.

Ketiga, mensinergikan upaya ASEAN dengan negara tetangga yang peduli dan Utusan Khusus PBB dan negara lain. Menurut Retno, seluruh peserta yang hadir dalam Working Lunch memberikan dukungan penuh terhadap pendekatan Indonesia dalam mengatasi situasi di Myanmar.

Selain itu, di dalam Working Lunch tersebut, menurut Retno, seluruh negara peserta berdiskusi dan menyetujui sejumlah poin terkait isu Myanmar.

Pertama, mendesak kemajuan yang signifikan dalam implementasi 5PC untuk membuka jalan bagia dialog nasional yang inklusif di Myanmar. Kedua, dialog nasional adalah kunci untuk menemukan penyelesaian damai atas situasi Myanmar. Dan ketiga, lingkungan yang kondusif harus diciptakan untuk dialog yang inklusif, dengan mengurangi kekerasan, dan memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan secara tepat waktu dan tanpa hambatan.

“Dalam Working Lunch, para Menlu menegaskan kembali pendekatan bersatu, saya ulangi, pendekatan bersatu dalam menyikapi situasi di Myanmar melalui 5PC,” tandasnya.

03
February

(voinews.id) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno membuka secara resmi konferensi internasional Southeast Asia Business Event Forum (SEABEF) yang membahas isu-isu utama pengembangan MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition) di kawasan ASEAN dan Indonesia pada khususnya.

"Melalui acara ini kita mendorong lembaran baru dari MICE di kawasan ASEAN dan Indonesia yang sedang memegang keketuaan ASEAN akan membawa satu kepemimpinan agar lebih banyak event-event berkelas dunia di kawasan ASEAN, terutama Indonesia," kata Menparekraf Sandiaga saat membuka "SEABEF 2023" di Hotel Grand Rohan Yogyakarta, Jumat (3/2/2023).

SEABEF mengangkat tajuk “Fostering Southeast Asia Business Event Approaching the Post-Pandemic Era”. Sesuai dengan tajuknya, tujuan dari pelaksanaan SEABEF adalah untuk membahas isu-isu utama dalam pengembangan MICE, khususnya di masa pemulihan pascapandemi.

Secara garis besar, ada tiga poin pada isu utama tersebut yakni sumber daya manusia, manajemen krisis, dan sustainability. Pelaksanaan SEABEF juga menjadi momentum untuk mencanangkan komitmen Indonesia terhadap green meeting.

Forum ini diharapkan semakin memperkuat kolaborasi antara pelaku industri MICE di tanah air dan juga ASEAN untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan MICE di dalam kawasan. Sekaligus menjadikan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan ekonomi melalui penyelenggaraan MICE berskala internasional.

Saat ini ekonomi dunia sudah menunjukkan pertumbuhan positif setelah selama dua tahun terakhir terdampak akibat pandemi. Termasuk Indonesia yang ditunjukkan melalui berbagai capaian.

Dalam catatan World Economic Forum (WEC), daya saing Indonesia dalam indeks pembangunan pariwisata dan perjalanan (TTDI) melompat 12 poin ke peringkat 32 dunia. Dalam hal kontribusi ekonomi, pariwisata dan ekonomi kreatif berhasil mendorong penciptaan 3,3 juta lapangan kerja baru. Melampaui target dari yang sebelumnya ditetapkan sebesar 1,1 juta. Namun demikian, untuk perkembangan dalam cakupan kawasan, Asia Tenggara masih tertinggal dari Eropa dan Amerika.

"Karenanya dengan berada di sini, saya harap kita bisa mulai akselerasi dan mengejar ketinggalan dengan menghadirkan MICE berskala internasional," kata Sandiaga.

Indonesia dikatakan Sandiaga berkomitmen untuk terus mengembangkan sektor MICE sebagai salah satu penopang ekonomi nasional. Di antaranya dengan menyiapkan kemudahan perizinan (deregulasi) dalam perolehan izin penyelenggaraan kegiatan MICE. Selain itu juga menyiapkan desa-desa wisata sebagai lokasi penyelenggaraan MICE.

"Kami akan terus berkomitmen untuk mengembangkan acara MICE di Indonesia dengan melakukan berbagai kolaborasi, dengan semua pemangku kepentingan. Kami percaya MICE mampu menciptakan kegiatan ekonomi, menciptakan investasi dan lapangan kerja," kata Sandiaga.

Menparekraf Sandiaga juga mengajak pelaku industri MICE memperkuat komitmen untuk menghadirkan gelaran MICE yang memperhatikan isu-isu keberlanjutan. Di antaranya dengan mengajak peserta kegiatan MICE menghitung carbon footprint dan melakukan offset dengan kegiatan seperti penanaman pohon mangrove atau berkontribusi dengan melakukan kegiatan wisata yang ramah lingkungan.

"Produk wisata ecotourism menjadi tone utama dalam menjalankan bisnis event dan MICE ke depan. Menjadi gold standard untuk menjadikan event-event ini memenuhi aspek keberlanjutan," kata Menparekraf Sandiaga.