Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO of the United Nations) mendukung optimalisasi lahan rawa untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Dukungan tersebut disampaikan FAO Representative di Indonesia Stephen Rudgard dalam rilisnya saat pembukaan Hari Pangan Sedunia di Desa Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan Kamis (18/10). Stephen Rudgard mengatakan, fokus pemerintah Indonesia untuk Hari Pangan Sedunia 2018 dengan tema "Optimalisasi Lahan Rawa Pasang Surut Dan Air Tawar Menuju Indonesia Untuk Menjadi World Food Barn Pada 2045" merupakan langkah yang cukup besar dengan berbagai tantangan yang dihadapi.
FAO mencatat, sebagaimana perkiraan Pemerintah Indonesia bahwa ada sekitar 34 juta hektar rawa di Indonesia, dan 9 juta lebih dari total lahan rawa tersebut memiliki potensi untuk produksi pertanian. Seperti di Kecamatan Jejangkit saja, ada lebih dari 3 ribu hektar yang dibudidayakan di bawah program baru.
Menurut Stephen Rudgard pihaknya melihat kepemimpinan pemerintah dalam hal ini. Ia juga sangat senang bahwa Kementerian Pertanian mempromosikan penerapan praktik-praktik pertanian yang baik terkait dengan penerapan model FAO.
Rudgard juga mengapresiasi upaya intensifikasi produksi pangan yang berkelanjutan, termasuk mengurangi penggunaan pestisida melalui pengendalian hama terpadu. Dia juga menekankan bahwa peningkatan produktivitas sangat penting untuk memberi makan populasi yang berkembang, namun, lebih penting lagi untuk memiliki pendekatan pertanian yang berkelanjutan dalam berbagai intervensi pertanian.
Menurut dia, pemerintah Indonesia harus terus berupaya meningkatkan produksi beras sebagai upaya memastikan ketahanan pangan. Secara global, produksi pangan harus digandakan pada tahun 2050 untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan memberi makan populasi lebih dari 9 miliar. Pada saat itu, menurut Rudgard, penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta ditambah dengan meningkatnya urbanisasi dan perubahan permintaan konsumen, hal-hal ini akan memberi tekanan besar pada sistem pangan di Indonesia.
Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke 38 di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, provinsi Kalimantan Selatan berlangsung di tengah hamparan sawah rawa. Peringatan pun dihadiri tamu istimewa dari berbagai daerah se Nusantara dan 22 perwakilan diplomat dan kedutaan negara-negara sahabat.
Pihak pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, Sekjen Kementerian pertanian, Syukur Iwantoro dan Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pertanian Dr. Kasdi Subagiyono.
Pemerintah Indonesia berkomitmen memberikan bantuan senilai 7 juta dolar Amerika atau setara 110 miliar rupiah untuk mendukung berbagai program pembangunan Palestina. Hal tersebut dibahas oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al Maliki dalam konsultasi bilateral di Jakarta, Selasa (16/10). Retno Marsudi dalam pernyataan pers bersama dengan Menlu al Maliki Selasa mengatakan, bantuan tersebut adalah kontribusi konkret bagi masyarakat Palestina. Retno menjalaskan, sebagian besar dari total bantuan tersebut digunakan untuk meningkatkan kontribusi signifikan kepada Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dari 200 ribu dolar Amerika menjadi 2 juta dolar Amerika selama 2019-2020. Sementara bantuan masyarakat Indonesia ke Palestina mencapai 2,92 juta dolar Amerika dan 2.000 ton beras.
Selain itu Badan Zakat Nasional (Baznas) juga akan memberikan bantuan dana kepada UNRWA dan Jordan Hashemite Charity Organization untuk pengungsi Palestina. Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat ini juga tengah dalam tahap membahas rencana pembangunan rumah sakit Indonesia di Hebron. Total bantuan tersebut juga akan mencakup bidang peningkatan kapasitas. Dikatakan, pemerintah Indonesia akan memberikan kontribusi untuk kerja sama pembangunan kapasitas sebesar 2 juta dolar Amerika untuk masa tiga tahun ke depan. Bantuan itu termasuk dalam kerangka Konferensi Kerja Sama antara Negara-Negara Asia Timur untuk Pembangunan Palestina (CEAPAD). Retno Marsudi berharap peningkatan kapasitas tersebut memberikan dampak langsung bagi kesejahteraan warga Palestina, dan bagi kemandirian Palestina yang merdeka. Retno Marsudi menambahkan, pada 2019 Indonesia akan melatih 90 aparat dan warga Palestina di bidang pemberdayaan perempuan, pemerintahan yang baik, budidaya buah-buahan tropis, pengawasan obat dan makanan serta pelatihan penerbangan dengan sertifikat Commercial Pilot License di sekolah penerbang Indonesia.
Forum Rektor dan Universitas Padjajaran juga akan memberikan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa Palestina sebagai bagian dari upaya Indonesia untuk mempersiapkan pendidikan bagi generasi muda Palestina. Sejak 2008, Indonesia telah melatih 1.887 aparat dan warga Palestina yang mencakup 171 bidang keahlian, termasuk bidang pemerintahan, penegakan hukum, pengawasan obat dan makanan, dan berbagai bidang teknis lainnya.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al Maliki sangat menghargai bantuan dan dukungan Indonesia yang diberikan bagi negaranya. Dukungan tersebut bukan hanya ditunjukkan secara politis, tetapi juga direfleksikan dalam berbagai program pembangunan, termasuk pendirian rumah sakit di Gaza dan Hebron. Ia menegaskan, semua ini mengindikasikan bahwa Indonesia betul-betul bersatu untuk Palestina.
Kedua menteri luar negeri pada hari Selasa juga telah menandatangani nota kesepahaman mengenai Pembentukan Komisi Bersama. Komisi ini akan menjadi forum pembahasan untuk meningkatkan kerja sama bilateral di bidang teknis. Dalam pertemuan tersebut, kedua menlu juga sepakat memperkuat kerja sama di bidang perdagangan khususnya antar komunitas pelaku usaha melalui pembentukan Indonesia-Palestina Business Council. Terkait hal tersebut Menlu Palestina menyampaikan penghargaan atas kebijakan bebas tarif Indonesia bagi produk Palestina sejak 2018, mengingat sektor perdagangan adalah salah satu faktor terpenting untuk kemandirian Palestina yang merdeka.
Indonesia akan menjadi tuan rumah Our Ocean Conference (OOC) ke-5. Konferensi kelautan yang akan digelar di Bali pada 29-30 Oktober 2018 tersebut akan dihadiri oleh delegasi yang berasal dari 160 negara. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, per 16 Oktober 2018, sudah ada sebanyak 1.696 delegasi yang mendaftar. Beberapa diantaranya ada kepala negara dan menteri dari negara delegasi.
Dalam konferensi nanti, ada 6 topik pembahasan yang akan didalami oleh para peserta forum, yaitu: perikanan tangkap yang berkelanjutan, perubahan iklim, kemanan laut, keberlanjutan ekonomi laut, polusi maritim, dan area kawasan laut yang dilindungi. Hal yang jadi fokus bisa saja Illegal, Unreported and Unregulated Fishing.
Konferensi ke lima di Bali diharapkan tidak hanya berhenti pada membangun komitment, tetapi yang lebih penting adalah
mengimplementasikan komitmen yang telah dibangun. Dari sekitar empat kali OOC yang diselenggarakan, telah diidentifikasi 663 komitmen. Banyaknya komitmen penyelamatan laut merupakan hal positif karena paling tidak, hal itu bisa dilihat sebagai wujud peningkatan kesadaran dari negara akan pentingnya upaya menjaga dan merawat, dan membangun potensi laut secara berkelanjutan. Namun demikian, ada kekhawatiran bahwa komitmen yang dibangun tidak berdasarkan pada konsensus bersama untuk merespon permasalahan pokok yang sedanG dihadapi. Tidak adanya konsesus dalam 4 OOC sebelumya membuat muncul penilaian bahwa OCC di Bali nanti akan mengalami nasib yang sama, alias berhenti pada komitmen. Komitment tanpa konsensus hanya menjadi kertas tanpa aksi.
Indonesia tidak ingin OOC kali ini hanya sekedar menjadi wahana komitmen baru. Dalam pertemuan bilateral antara Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti dengan Komisioner Uni Eropa untuk Lingkungan, Kelautan dan Perikanan Karmenu Velladari beberapa waktu lalu bersepakat bahwa forum OOC di Bali nanti tidak hanya menjadi forum yang sekedar berbicara melainkan akan menitikberatkan pada implementasi dalam menjaga laut dunia. Oleh karena itu, Indonesia bisa
mendorong OOC untuk membangun salah satu konsesus bersama untuk memberantas Illegal, Unreported and Unregulated Fishing.
Hubungan baik antara Arab Saudi dengan Amerika Serikat sedang diuji. Dugaan Tewasnya wartawan Jamal Kashogi yang melibatkan Konsulat Arab Saudi di Istanbul menjadi pemicu atas ujian hubungan bilateral kedua negara. Amerika Serikat mengancam memberikan sanksi kepada mitranya itu jika terbukti bahwa tewasnya jurnalis Washington Post itu akibat tindakan Arab Saudi. Jamal Kashogi adalah jurnalis Washington Post, yang kritis terhadap pemerintahan Arab Saudi. Walaupun Arab Saudi telah membantah dugaan itu, namun Presiden Donald Trump telah menyatakan akan memberikan hukuman jika Riyadh terbukti terlibat atas hilangnya Jamal Kashogi.
Ancaman trump itu telah menurunkan hubungan baik keduanya yang sebelumnya telah diperburuk dengan campur tangan Arab Saudi di Yaman. Atas ancaman Trump itu, dari Riyadh telah terdengar tanggapan keras. Seorang pejabat pemerintah yang tidak disebutkan namanya itu, membalas ancaman Washington. Sebagaimana diberitakan kantor berita AFP, pejabat pemerintah Arab Saudi menyatakan akan membalas, jika Amerika Serikat memberikan sanksi ekonomi. Salah satu bentuk pembalasannya adalah dengan menjual minyak dan senjata dengan menukar informasi antara Arab Saudi dan Amerika Serikat serta mengalihkan hubungan baik ke Iran. Iran hingga kini adalah musuh bersama Arab Saudi dan Amerika Serikat. Lebih jauh televisi Al Arabiya menyebut, bahwa pemerintah Arab Saudi yang kaya minyak itu, mempunyai 30 langkah untuk membalas Amerika Serikat dan negara negara barat, jika sanksi itu diberlakukan. Retorika mengenai aksi balasan itu, menimbulkan tanda tanya.
Jika memang Arab Saudi tidak sedikitpun terlibat dalam kasus hilangnya Jamal Kashogi di Istanbul Turki sejak 2 Oktober, maka sesungguhnya Riyadh tidak semestinya bereaksi keras atas ancaman Trump. Ada dua langkah yang dilakukan, Pertama, melalui jalur diplomatic, atas nama persahabatan dan hubungan baik, pemerintah di Riyadh sesungguhnya dapat saja menyampaikan posisinya dan menyatakan bahwa dugaan pembunuhan Jamal Kashogi oleh unsur pemerintahannya, tidaklah benar. Langkah kedua adalah membiarkan dilakukannya penyelidikan atas dugaan pembunuhan Jamal Kashogi secara tranparan dan terbuka. Dengan penyelidikan itu akan dapat dibuktikan bahwa tuduhan Turki bahwa pemerintah Arab Saudi merekayasa hilangnya Kahogi, membunuh dan memutiliasinya, tidaklah benar. Arab Saudi semestinya memahami mengapa kemudian Donald Trump mengancam Arab Saudi. Di dalam negeri, Trump secara politik mendapat tekanan dari sejumlah anggota parlemen di Capitol Hill.
Akankah hubungan Amerika Serikat dan Arab Saudi akan terus memburuk, tentu masih akan dapat dilihat dari upaya Arab Saudi menindak lanjuti dugaan pembunuhan Jamal Kashogi.